kisah ini sekuel dari novel Karma pemilik Ajian Jaran Goyang.
Adjie merasakan tubuhnya menderita sakit yang tidak dapat diprediksi oleh dokter.
Wati sang istri sudah membawanya berobat kesana kemari, tetapi tidak ada perubahannya.
Lalu penyakit apa yang dialami oleh Adjie, dan dosa apa yang diperbuatnya sehingga membuatnya menderita seperti itu?
Ikuti kisah selanjutnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teriakan sakit
Pria itu mengerang kesakitan dan merasakan kedua tangannya terus meraih pisau yang berada dirak bumbu dan kini mencacah lengannya sendiri.
"Aaaaarrrgggh....," teriak pria bernama Adjie dengan rasa sakit yang begitu perih. Sesaat belatung berjatuhan dari lukanya dan membuat ia semakin merasakan sakit yang teramat sangat.
Wati yang mendengar suara teriakan itu tersentak dari tidurnya dan bergegas keluar dari kamar, lalu menuju dapur tempat dimana suara sang suami terpekik kesakitan. Perutnya yang membuncit membuat ia harus berhati-hati berjalan karena ingin menjaga kandungannya.
Saat tiba diambang pintu penghubung, ia dikejutkan oleh pemandangan yang mengerikan, dimana sang suami terduduk dilantai dengan lengan tangannya yang tercacah dan darah yang berceceran dilantai sertai banyaknya belatung yang berjatuhan dan bergerak kesana kemari.
Wati yang meihat pemandangan itu berteriak histeris dengan wajah takut dan pucat. Tentu saja ia takut karena hewan larva itu sangat begitu menakutkan baginya.
Akan tetapi, darah yang semakin merembes, membuat sang pria semakin memucat dan ia terpaksa menghampiri untuk membantu sang suami menyingkirkan pisau tersebut agar tak terjadi luka yang lebih parah karena takut berbuat lebih jauh.
Suara burung bud-bud terus saja nyaring berbunyi dan semakin menambah ke heningan malam dan suasana yang mencekam.
"Kang, apa yang kamu lakukan?! Mengapa menyakiti dirimu sendiri?!" tanyanya ditengah kebingungannya. Tatapan nanar dan Ia membantu sang suami yang terduduk lemah diatas lantai, lalu memapahnya ke dalam kamar dan membalut luka tersebut dengan kain dasternya agar menghentikan pendarahan yang terjadi.
Ia tak mengerti dengan apa yang terjadi pada suaminya. Tatapan pria itu terlihat nanar, dan tiba-tiba ia mengeluh kesakitan dengan memegangi kepalanya.
"Sakit, sakit, sakit!" teriaknya sembari memegangi kepalanya yang terasa bagaikan dihantam sebuah palu.
Ia bahkan tak perduli dengan rasa sakit dibagian lengannya, sebab kepalanya begitu berdenyut hebat.
Wati sang istri kebingungan dengan apa yang dialami oleh sang suami, dan kali ini ia sampai bergelung dilantai untuk meredakan rasa sakitnya.
Wanita itu menaruh iba padanya, meskipun selama ini begitu banyak pengkhianatan dan kesalahan yang dilakukan oleh sang pria, namun ia tak tega rasanya melihat sang suami terlihat semenderita itu, bahkan teriakan kesakitannya terdengar menyayat hati.
Ia terduduk dilantai. Lalu mendekap sang suami yang saat ini merapatkan giginya untuk mengurangi rasa sakit yang begitu menyiksanya.
Saat bersamaan, terlihat sesuatu melintas dari pintu kamar menuju warung. Wanita itu merasakan bulu kuduknya meremang, namun ia juga merasa penasaran, apakah ada maling yang sedang masuk ke rumahnya?
Ia melepaskan pelukannya pada sang suami, dan membiarkannya mengerang kesakitan. Ia berjalan mengendap dengan membawa sebatang penyapu yang tersimpan dibalik pintu.
Ia merasakan takut didalam hatinya, namun ia juga ingin tahu siapa yang menuju warungnya.
Ia merasakan bulu kuduknya meremang, lalu dengan sisa keberaniannya menghidupkan saklar dan membuat suasana yang tadinya gelap menjdi terang benderang.
Sesaat hening tak ada sesiapapun didalam warung sembako miliknya yang menyatu dengan rumahnya.
Ia mengatur nafasnya yang tersengal, menyapu pandangannya ke sekeliling ruangan, tak ada sesiapapun disana, dan saat bersamaan, hembusan angin yang begitu semilir menyapa tengkuknya dan menimbulkan hawa yang begitu sangat dingin bagaikan suhu freezer.
"Tadi perasaan ada yang melintas, tapi siapa ya?" gumamnya dengan lirih sembari mengusap leher belakangnya.
Perlahan ia mendengar suara desisan dari hewan melata. Sesaat ia teringat akan beberapa hari yang lalu jika rumahnya baru saja kemasukan hewan melata tersebut.
Ia dengan batang sapu ditangannya mencari keberadaan hewan berbisa tersebut diiringi suara erangan kesakitan dari sang suami yang masih bergelung dilantai kamar.
Kini pandangan matanya tertuju pada tumpukan karung beras yang mana terdapat seekor ular bersisik hitam, sama persis dengan yang pernah ia bunuh waktu itu, dan tanpa mengindahkan peringatan tetangganya agar ia tak membunuh hewan saat sedang mengandung, lalu mengayunkan batang penyapu ijuk tepat dibagian kepala ular dan membuatnya remuk seketika, sebab kualitas kayu tersebut sangat kuat.
Ia terus mengayunkan batang penyapu dengan kalap sehingga membuat hewan melata tersebut tak lagi begerak dan tubuhnya hancur remuk redam.
Nafasnya memburu setelah berhasil membuat ular tersebut mati. Ia memundurkan langkahnya saat mendengar suara teriakan kesakitan dari sang suami yang terdengar semakin pilu.
Ia bergegas menuju ke ruang kamar hanya bersebelahan dengan tempat usahanya itu. Ia melihat sang suami bergelinjang memegangi perkututnya yang terasa sangat sakit bagaikan dirajam sesuatu.
"Kang, tenanglah, aku disini," ia mencoba menenangkan sang suami yang terlihat sangat menderita sembari mendekap sang pria. Hatinya hancur luluh lantak. Bukankah siang tadi dokter sudah menjelaskan jika tidak ada penyakit apapun, lalu mengapa semiris itu kondisi suaminya?
Bahkan ia sudah membawa ke dua rumah sakit berbeda, dan hasilnya tetap sama, jika tidak ada ditemukan penyakit yang dikhawatirkan, sebab sang suami mengalami muntah darah saat siang tadi.
Pria ia menggigit ujung pakaiannya untuk meredam rasa sakitnya. Namun semua usahanya sia-sia, karena rasa sakit tersebut begitu dahsyat dan membuat ia semakin terpuruk.
Sesaat Wati mengibaskan sesuatu yang berjalan dilengannya, sedangkan erangan suami masih terdengar memilukan.
Ia tersentak kaget saat melihat belatung berjalan dilengan tangannya, dan ia bergidik ngeri, lalu menjauh dari tubuh suaminya.
Jemari suaminya yang terpotong beberapa hari yang lalu dan mengeluarkan belatung masih terbungkus kain kasa, dan begitu juga dengan lengannya barusan. Tetapi darimana lagi datangnya larva tersebut?
Sesaat matanya tertuju pada celana boxer sang suami dan ia melihat hewan itu berasal dari sana.
Kedua matanya membeliak, lalu dengan sisa keberaniannya dan mencoba membunuh rasa takut yang begitu dalam, ia menarik celana tersebut dan melihat dari dalam semvak koyak sang suami banyak benda kecil berwarna putih yang berjentik ria bergerak kesana kemari dibalik rambut yang tumbuh keriting.
Wanita tersebut membuka penutup anu suaminya. Dan pemandangan mengerikan terjadi saat ia menarik CD tersebut, ada ratusan belatung yang mengerubungi batang kecil yang sedang mengkerut itu dengan begitu suka cita, seolah mendapat sumber makanan yang diinginkannya.
Seketika Wati bergidik ngeri dan merasakan mual yang mengaduk isi perutnya, dan sang suami terus saja meringis menahan sakit, sebab tangannya berpindah memegangi perutnya, terkadang dikepalanya, dan terkadang juga dianunya yang sudah dipenuhi oleh hewan kecil mungil tetapi sangat menjijikkan.
Aroma busuk menguar seketika dari anu sang suami yang seolah santapan lezat bagi para makhluk kecil berwarna putih itu.
Wati mengambil cairan alkohol dan memercikkannya pada batang anu sang suaminya.
Seketika para belatung itu berjatuhan dan menggiat, lalu tak bergerak lagi.
Adjie masih meringis kesakitan. Rasa sakitnya teramat sangat hingga rasanya seolah membuat nyawanya tercabut, dan penderitaannya berakhir saat adzan subuh berkumandang.
ternyata kamu kembang desa tapi kekurangan. sehingga orang semena-mena sama kamu...😥
yang pasti bukan Mande kan... jauh dari kriteria...
tapi masalahnya, kenapa mereka teriak-teriak dirumah Mande . minta pertanggungjawaban...
ada apakah gerangan...???
eh maksdnya bukan anton yg hebat, tapi para jin2 nya yg hebat