Li Shen, murid berusia 17 tahun dari Sekte Naga Langit, hidup dengan dantian yang rusak, membuatnya kesulitan berkultivasi. Meski memiliki tekad yang besar, dia terus menjadi sasaran bully di sekte karena kelemahannya. Suatu hari, , Li Shen malah diusir karena dianggap tidak berguna. Terbuang dan sendirian, dia harus bertahan hidup di dunia yang keras, mencari cara untuk menyembuhkan dantian-nya dan membuktikan bahwa ia lebih dari sekadar seorang yang terbuang. Bisakah Li Shen bangkit dari keterpurukan dan menemukan jalan menuju kekuatan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chp 7
Setelah keramaian turnamen mereda, Li Shen berjalan keluar dari arena, tubuhnya masih terasa lelah. Luka-luka kecil yang dideritanya tidak terlalu parah, namun tetap menyisakan rasa nyeri di beberapa bagian. Ia berniat untuk kembali ke penginapan dan beristirahat ketika suara seseorang memanggilnya.
"Anak muda, tunggu sebentar."
Li Shen menoleh. Seorang pria tua dengan janggut putih panjang berdiri tidak jauh darinya. Tatapan matanya tajam namun penuh kebijaksanaan, mengenakan jubah khas Sekte Pedang Awan dengan simbol pedang perak di bagian dadanya.
"Kau adalah Li Shen, bukan?" tanya pria itu.
Li Shen mengangguk pelan. "Benar. Anda siapa, Tuan?"
Pria itu tersenyum. "Aku adalah Tetua Wu, salah satu dari tiga tetua utama di Sekte Pedang Awan. Aku ingin berbicara denganmu. Apakah kau bersedia meluangkan sedikit waktu?"
Li Shen ragu sejenak, namun akhirnya mengangguk. "Baiklah."
Mereka duduk di sebuah paviliun kecil di luar arena. Udara sore yang sejuk terasa menyegarkan, namun suasana di antara mereka terasa berat. Tetua Wu memulai pembicaraan dengan tenang.
"Aku sudah melihat pertarunganmu sejak babak awal hingga final tadi. Teknikmu cukup sederhana, namun efisiensi dan kekuatanmu luar biasa. Kau juga memiliki kendali energi yang sangat baik untuk seseorang di usiamu."
Li Shen tidak menjawab. Ia hanya mendengarkan dengan sikap tenang.
"Aku tidak ingin bertele-tele," lanjut Tetua Wu. "Aku di sini untuk menawarkanmu tempat di Sekte Pedang Awan. Kami bisa memberikanmu sumber daya, pelatihan, dan peluang untuk berkembang jauh lebih cepat daripada yang bisa kau capai sendirian."
Li Shen menatap pria tua itu dengan ekspresi datar. Tawaran itu memang menggiurkan, terutama mengingat Sekte Pedang Awan adalah salah satu sekte besar di wilayah ini. Namun, sesuatu dalam dirinya menolak gagasan itu.
"Aku menghargai tawaran Anda, Tetua Wu," ucap Li Shen perlahan. "Namun, aku harus menolaknya."
Tetua Wu mengerutkan kening. "Bolehkah aku tahu alasannya? Menolak peluang seperti ini tidaklah biasa, terutama bagi seseorang dengan bakat sepertimu."
Li Shen terdiam sejenak, matanya menerawang jauh. "Aku pernah menjadi bagian dari sekte," ujarnya akhirnya, suaranya terdengar berat. "Namun, sekte itu mengkhianatiku. Mereka yang seharusnya menjadi keluargaku malah membuangku. Aku tidak ingin terikat lagi oleh aturan atau harapan yang hanya membawa penderitaan."
Tetua Wu terkejut mendengar jawabannya, namun ia tidak memaksa. Ia menghela napas panjang. "Aku mengerti. Masa lalu memang bisa meninggalkan bekas yang mendalam. Tapi kau harus tahu, tidak semua sekte seperti itu. Sekte Pedang Awan adalah tempat yang menghargai bakat dan usaha. Jika kau berubah pikiran, pintu kami selalu terbuka untukmu."
Li Shen mengangguk pelan. "Terima kasih atas pengertian Anda. Tapi untuk saat ini, aku memilih jalanku sendiri."
Tetua Wu bangkit dari tempat duduknya, menatap Li Shen dengan penuh penghormatan. "Kalau begitu, aku tidak akan memaksa. Aku harap kau menemukan apa yang kau cari di jalan yang kau pilih."
"Terima kasih, Tetua Wu," balas Li Shen, sebelum pria tua itu berjalan pergi.
Li Shen duduk sendirian di paviliun itu selama beberapa saat, memandangi langit yang mulai berubah warna keemasan. Hatinya terasa sedikit berat, namun juga yakin dengan keputusannya. Masa lalu tidak akan mengikatnya lagi.
Ia bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan pergi, untuk kembali ke penginapan.
Keesokan harinya, ketika Li Shen berjalan-jalan di sepanjang jalan utama kota untuk mencari sarapan, ia mendengar suara seseorang memanggilnya.
"Li Shen, tunggu sebentar!"
Li Shen menoleh dan melihat wanita yang menjadi lawannya di final turnamen kemarin. Wanita itu mengenakan pakaian sederhana, berbeda dengan jubah Sekte Pedang Awan yang dikenakannya kemarin. Rambut panjangnya diikat rapi, dan wajahnya memancarkan senyum ramah.
"Oh, kau. Ada apa?" tanya Li Shen singkat.
Wanita itu mendekatinya dengan langkah ringan. "Namaku Xu Qian. Maaf tiba-tiba menghampirimu, tapi aku ingin berbicara. Maukah kau meluangkan waktu sebentar? Kita bisa ngobrol di kedai dekat sini."
Li Shen memandangnya sejenak sebelum mengangguk. "Baiklah, ayo."
Di Kedai...
Mereka memilih meja di sudut kedai yang agak sepi. Aroma teh melati memenuhi udara ketika pelayan mengantarkan dua cangkir teh panas.
Xu Qian membuka percakapan dengan senyuman. "Aku tidak sempat memperkenalkan diri dengan baik kemarin. Aku murid Sekte Pedang Awan, seperti yang mungkin sudah kau tahu. Tapi aku penasaran, kau sendiri berasal dari sekte mana?"
Li Shen mengangkat cangkir tehnya dan menyesap perlahan sebelum menjawab. "Aku tidak terikat pada sekte mana pun. Aku... hanyalah seorang pengelana."
Xu Qian tampak terkejut. "Pengelana? Tapi teknikmu saat bertarung kemarin menunjukkan bahwa kau memiliki pengalaman dan penguasaan energi yang luar biasa. Apa kau dilatih oleh seorang master atau berasal dari keluarga kultivator ternama?"
Li Shen menggelengkan kepala. "Aku berasal dari desa kecil di wilayah barat. Tidak ada yang istimewa dariku. Semua yang kulakukan kemarin hanyalah hasil dari usahaku sendiri."
Xu Qian mengerutkan kening, jelas tidak puas dengan jawaban itu. "Usaha sendiri? Itu sulit dipercaya. Apalagi setelah apa yang baru saja kau katakan."
Li Shen menatapnya dengan alis terangkat. "Maksudmu?"
Xu Qian menyandarkan tubuhnya ke kursi dan memandang Li Shen dengan serius. "Kau bilang kemarin setelah turnamen selesai kalau kau baru saja menerobos ke Ranah Kondensasi Inti. Benarkah itu?"
Li Shen mengangguk tanpa ragu. "Ya. Aku mencapai ranah itu beberapa hari lalu."
Xu Qian meletakkan cangkir tehnya dengan keras hingga membuat meja sedikit bergetar. "Kau tahu itu hal yang luar biasa, bukan? Di usiamu, hanya para jenius sejati yang mampu mencapai Ranah Kondensasi Inti. Bahkan aku, yang telah berlatih selama bertahun-tahun di bawah bimbingan sekte besar, masih berada di Ranah Pengumpulan Energi tahap puncak."
Li Shen mengangkat bahu, tampak tidak terlalu peduli. "Aku tidak menganggap diriku jenius. Aku hanya memiliki alasan untuk menjadi lebih kuat, itu saja."
Xu Qian menatapnya dengan ekspresi heran bercampur kagum. "Kau ini benar-benar orang aneh. Biasanya seseorang di posisimu akan membanggakan diri, tapi kau malah terlihat seperti tidak peduli sama sekali."
Li Shen menyesap tehnya lagi sebelum menjawab. "Kekuatan itu hanya alat. Yang penting adalah bagaimana kau menggunakannya."
Xu Qian terdiam sejenak, merenungi kata-kata itu. Setelah beberapa saat, ia tersenyum kecil. "Aku semakin penasaran denganmu, Li Shen. Kau pasti memiliki cerita menarik di balik ketenangan dan kekuatanmu ini."
Li Shen tidak menjawab, hanya memberikan senyuman tipis. Ia tidak merasa perlu menjelaskan masa lalunya kepada siapa pun, bahkan kepada seseorang yang baru saja berbicara dengannya dengan begitu ramah.
Setelah selesai menikmati teh mereka, Xu Qian akhirnya berkata, "Terima kasih telah meluangkan waktu untuk berbicara. Aku harap kita bisa bertemu lagi di masa depan."
Li Shen mengangguk. "Mungkin saja. Sampai jumpa, Xu Qian."
Xu Qian pergi meninggalkan kedai, sementara Li Shen tetap duduk sejenak, memandang ke luar jendela, pikirannya melayang pada langkah berikutnya dalam perjalanannya.
Setelah pertemuannya dengan Xu Qian, Li Shen merasa harus lebih mengenal wilayah Kota Liyang. Ia berjalan melintasi jalan-jalan kota, memperhatikan keramaian pedagang, penduduk lokal, hingga para pendekar yang sesekali melintas dengan pakaian khas sekte masing-masing. Namun, dalam benaknya, ia tidak ingin sekadar menikmati kota; ia mencari sesuatu yang dapat meningkatkan kekuatannya.
Ketika senja mulai tiba, Li Shen memasuki sebuah kedai kecil yang ramai dengan pembicaraan para penduduk. Ia duduk di meja pojok, mendengarkan percakapan di sekitarnya sambil menikmati teh hangat yang dipesannya.
Di salah satu sudut kedai, suara seorang pria tua terdengar jelas, menarik perhatian Li Shen.
"Kau tahu? Beast Spirit itu muncul lagi di malam bulan purnama kemarin. Warga desa di sekitar bukit hampir tidak berani keluar rumah malam-malam."
"Beast Spirit? Apa kau yakin? Bukankah itu hanya cerita untuk menakut-nakuti anak-anak?" sahut pria lainnya dengan nada skeptis.
Pria tua itu menggelengkan kepala. "Tidak, aku yakin. Beast itu telah menelan Pil Hitam yang katanya berasal dari alkemis terkutuk. Energi dalam dirinya menjadi tidak terkendali. Bahkan pendekar yang mencoba memburunya beberapa bulan lalu tidak pernah kembali."
"Tapi kenapa mereka memburunya?"
"Tentu saja karena kekuatannya! Dikatakan bahwa Beast Spirit itu menyimpan energi spiritual yang sangat besar. Jika seseorang mampu mengalahkannya dan menyerap inti energinya, kekuatannya bisa melonjak beberapa kali lipat."
Mendengar percakapan itu, Li Shen memicingkan mata, pikirannya mulai berputar. "Beast Spirit dengan energi besar dan Pil Hitam? Jika itu benar, ini adalah kesempatan untukku mengasah kemampuan dan meningkatkan kekuatanku."
Li Shen berdiri dari kursinya dan mendekati meja para pria itu. Dengan suara tenang namun penuh wibawa, ia bertanya, "Maaf, aku tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian. Bisakah kalian memberitahuku di mana Beast Spirit itu sering muncul?"
Pria tua itu menatap Li Shen dengan waspada, tetapi setelah melihat sikap Li Shen yang tidak mengancam, ia berkata, "Tempat itu berada di bukit terlarang, sekitar dua jam perjalanan ke arah utara dari sini. Tapi aku tidak menyarankan kau pergi ke sana, Nak. Bukit itu penuh dengan bahaya, terutama di malam bulan purnama."
Li Shen hanya tersenyum tipis. "Terima kasih atas informasinya. Aku akan berhati-hati."
Pria lainnya menatap Li Shen dengan heran. "Kau serius ingin pergi ke sana? Kau tidak terlihat seperti orang yang ceroboh, tapi ini terdengar seperti misi bunuh diri."
"Aku sudah membuat keputusan," balas Li Shen singkat sebelum meninggalkan kedai.
Malam itu, Li Shen mulai mempersiapkan diri. Ia membeli beberapa perbekalan di pasar kota, seperti makanan kering, beberapa gulungan kain untuk perban, dan kantung air. Ia juga mencari tahu lebih banyak tentang bukit terlarang yang disebutkan pria tua tadi.
Dari informasi yang ia kumpulkan, bukit itu dikenal sebagai Bukit Kabut Gelap, sebuah tempat yang selalu diselimuti kabut tebal, bahkan di siang hari. Banyak yang percaya bahwa kabut itu berasal dari energi Beast Spirit yang menguasai wilayah tersebut.
Namun, Li Shen tidak gentar. Baginya, setiap langkah yang diambil adalah untuk mendekati tujuannya—menjadi lebih kuat. "Jika Beast Spirit itu sekuat yang mereka katakan, maka ini adalah ujian yang layak untukku," pikirnya.
Ketika malam mulai menjelang, Li Shen berdiri di pinggiran kota, menatap ke arah utara di mana bukit itu berada. Bulan purnama perlahan mulai naik ke langit, cahayanya menyinari jalan yang akan ia tempuh.
Dengan tekad yang membara, Li Shen melangkah menuju Bukit Kabut Gelap, siap menghadapi apa pun yang menunggunya di sana.
gq nyqmbung bahasa bart nya..
pantas ga ada yg baca