Di paksa ikut ke salah satu club malam, Amara tidak tahu jika ia di jadikan barang taruhan oleh kakak tirinya di atas meja judi. Betapa hancurnya hati Amara karena gadis berusia dua puluh tiga tahun harus ikut bersama Sean, seorang mafia yang sudah memiliki istri.
Amara di jadikan istri kedua oleh Sean tanpa sepengetahuan Alena, istri pertama Sean. Tentu saja hal ini membuat Alena tidak terima bahkan wanita ini akan menyiksa Amara di saat Sean pergi.
Seiring berjalannya waktu, Sean lebih mencintai Amara dari pada Alena. Hingga suatu hari, ada rahasia yang terbongkar hingga membuat Sean menceraikan Alena dan membuat Amara menjadi istri satu-satunya kesayangan Sean.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13
Aaaaaarh........
Jerit Amara seraya membuang nafas kasar. Tentu saja suaranya yang sedikit menggelegar membangunkan Sean yang masih terlelap tidur.
"Ada apa?" Tanya Sean datar.
"Perih, sakit, aku tidak bisa berjalan. Terasa bengkak!" Jawabnya kesal.
Sean menaikan kedua alisnya bingung.
"Memangnya sampai seperti itu ya?" Tanya Sean begitu polos.
"Weeeh,...kau sudah pernah melakukannya dengan istri pertama mu. Kenapa malah bertanya pada ku hah?" Ketus Amara yang kesal.
Sean mengubah posisinya menjadi duduk.
"Darah....!" Batin Sean saat melihat alas tempat tidur ada noda merah. Pria ini menoleh ke arah Amara yang saat ini tengah berdiri, di tatapannya sang istri lekat-lekat.
"Kenapa melihat ku seperti itu?" Tegur Amara.
"Tidak kenapa-kenapa, mau ku gendong ke kamar mandi?" Tawar Sean.
"Oh,....tentu saja tidak!" Tolak Amara. Perempuan ini dengan cepat masuk ke dalam kamar mandi.
Sean termangu, ada perasaan yang mengganjal di hatinya yang tak bisa ia ungkapkan.
"Gila,...!" Umpat Sean. "Tiga puluh tahun hidup baru sekarang aku merasakan nikmatnya bercinta dengan gadis yang masih perawan." Ucapnya benar-benar gila. "Jadi, saat aku malam pertama dengan Alena itu ternyata dia sudah gol duluan."
Sean merasa di tipu, amarah pria ini semakin menggebu-gebu.
"Awas saja kau, Alena!" Ucapnya dendam.
Sean beranjak dari pembaringan, pria ini mengganti alas tempat tidur seorang diri karena ia tak mau jika ada orang lain yang melihat noda perawan istrinya.
Pukul setengah sembilan pagi, Amara dan Sean sarapan bersama-sama. Sambil mengunyah Sean terus memandang wajah istrinya sampai membuat Amara malu.
Merasa terganggu dengan pandangan Sean, Amara berpindah tempat duduk untuk makan.
"Kenapa berpindah?" Tanya Sean dengan wajah dinginnya.
"Kau melihat ku seperti itu, aku risih!" Jawab Amara.
"Apa salahnya jika seorang suami melihat wajah istrinya?"
"Ya tidak salah tapi, jangan seperti itu juga!"
"Cepat selesaikan makan mu, aku harus pergi ke kantor hari ini."
"Ya, kalau mau pergi ya pergi saja. Biarkan aku di sini."
"Tidak bisa. Kau harus ikut kemana pun aku pergi," ujar Sean.
"Penjilat....!" Seru Amara.
"Apa maksud mu mengatai aku penjilat?"
"Kau bilang jangan sampai hubungan kita di ketahui orang luar. Lantas, kenapa kau malah mengajak ku hah?"
"Aku menarik ucapan ku!"
Menjengkelkan, Amara jengkel pada suaminya ini. Bukannya semakin romantis mereka berdua acap kali beradu mulut. Amara jauh dari kata anggun dan lembut, berbeda dengan Alena yang selalu mengutamakan kecantikan dan keanggunan.
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, Amara yang pada dasarnya masih mengantuk memilih tidur di dalam mobil. Cukup jauh perjalanan mereka menuju kantor, memakan waktu kurang lebih tiga jam perjalanan.
"Amara, bangun. Kita sudah sampai." Kata Sean yang membangunkan istrinya.
Amara membuang nafas kasar lalu membuka kedua matanya.
"Tulangku remuk," ucapnya letih.
"Aku hanya sebentar, kau ikut masuk atau menunggu di dalam mobil?"
Amara melihat dirinya sendiri yang sangat kacau.
"Aku menunggu di sini saja!" Ujarnya.
Sean pun masuk ke dalam untuk menandatangani tangani beberapa berkas yang penting. Tak sampai lima belas menit pria ini sudah kembali ke masuk ke dalam mobil.
"Kau ingin pergi ke mana?" Tanya Sean.
"Ke mall....!" Jawab Amara sembarang.
Tanpa banyak bicara, Sean langsung melajukan mobilnya lagi. Hanya butuh waktu lima menit karena memang jarak antara kantor dan Mall tidak terlalu jauh.
"Belilah pakaian baru yang banyak. Beli perhiasan atau apalah, aku ingin istri ku terlihat luar biasa!"
"Aku tidak berpendidikan, tidak ada yang luar biasa dari diri ku bahkan kau sendiri pun membeli ku di atas meja judi," ucap Amara seketika membuat Sean terdiam. "Aku hanya ingin bermain ke tempat ini, tidak lebih!"
Sean menarik tangan istrinya, mengajak ke salah satu butik mahal lalu menunjuk sembarang gaun-gaun yang terpajang begitu indah.
"Kau sudah gila...!" Seru Amara.
"Selama ada uang, aku bebas membeli apa pun!" Jawab Sean.
"Termasuk membeli diri ku, iya kan?"
Sean tidak menjawab, pria ini mengeluarkan kartu tanpa batasnya untuk membayar gaun-gaun yang ia pilih tanpa melihat ukuran.
Pria ini membawa beberapa paper bag kemudian menarik tangan istrinya menuju outlet yang menjual sepatu dan heels.
Sean memaksa Amara untuk mengenakan satu sepatu untuk mengetahui ukuran kaki istrinya.
"Aku mau sepuluh pasang sepatu ukuran tiga puluh tujuh dan sepuluh heels dengan ukuran yang sama. Terserah modelnya seperti apa. Cepat!" Titah Sean pada pelayan seraya memberikan kartu tanpa batas miliknya pada kasir.
Bergegas para pelayan sibuk mengambil barang yang di minta Sean.
"Oh, jangan lupa sepuluh tas mahal, terserah mau modelnya seperti apa."
"Kau benar-benar gila....!" Ucap Amara kesal.
"Menyenangkan istri, apa salahnya?"
"Tidak begini juga
Meskipun aku bodoh, aku tahu harga semua barang di sini sangat mahal!"
"Uang ku banyak jadi, jangan khawatir!"
"Sombong!" Seru Amara.
"Terkadang sombong itu perlu untuk membeli mulut-mulut orang yang selalu merendahkan kita," ucap Sean ada benarnya juga.
"Aku lapar....!"
Sean menoleh ke arah istrinya.
"Hai...total semuanya. Aku mau pergi...!" Ujar Sean bergegas kasir menghitung jumlah pembayaran. "Anak buah ku akan mengambilnya nanti."
"Baik tuan....!" Jawab kasir.
Sean dan Amara pun keluar dari tempat tersebut.
"Waaaah, gila....!" Enak ya jadi orang kaya, mau apa aja asal tunjuk." Ucap salah satu kasir.
"Iya, benar....!" Jawab yang lain.
Mereka hari ini benar-benar senang, banyak barang yang keluar tentu saja mereka akan mendapatkan bonus besar dari bos mereka.
Tanpa di sadari Sean, ada dua orang yang sedang mengikuti dirinya dan Amara. Tidak sadar tapi, sebenarnya Sean tahu hanya saja pria ini pura-pura tidak tahu.
"Suka sekali melihat ku seperti itu, kenapa?"
"Kau cantik...!" Puji Sean membuat Amara tertunduk malu.
"Amara, apa yang kau lakukan di sini?" Tanya suara begitu mengejutkan Amara.
"Sejak kapan kau bisa masuk ke tempat bagus seperti ini hah?" Tanya Marta, ibu tiri Amara.
"Siapa kalian?" Tanya Sean dengan wajah dinginnya.
"Waaah, tampan sekali dia." Batin Selena, saudara tiri Amara.
"Kami keluarga Amara, kau siapa?" tanya Marta.
"Aku suaminya!" Jawab Sean singkat.
Matra dan Selena saling toleh tidak percaya. Amara yang kucel bisa memiliki seorang suami yang tampan seperti Sean apa lagi pria ini terlihat seperti orang kaya.
"Pergilah, jangan mengganggu kami...!" Usir Sean.
"Kau....!" Marta menunjuk Sean sedangkan Amara hanya tertunduk takut pada ibu tirinya.
Marta menarik tangan Selena kemudian pergi dengan rasa penasaran yang sangat luar biasa. Sean memperhatikan sikap Amara yang berubah menjadi murung.
tapi kalo lagi jutek tetep ngakak