Dikhianati tunangan dan kakak kandung, bagaimana rasanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31
"Saya minta Anda segera keluar dari sini, nona."
"Heh, siapa kamu berani mengusirku dari apartemen ku sendiri? Apartemen ini milikku. Dan kamu gak berhak mengusirku dari sini."
"Apartemen ini sudah saya beli dan saya membayarnya kontan kepada Pak Randi. Jadi, nona bisa pergi dari sini sekarang juga."
"Apa? Randi yang menjual apartemen ku? Tidak, tidak mungkin." Ucap Dina menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan ucapan laki-laki yang berada di depannya saat ini.
"Iya, saya mempunyai bukti. Kalau nona tidak percaya, nona bisa menghubungi Pak Randi sendiri."
Dina masih geleng-geleng, lalu dia masuk ke dalam kamar untuk mengambil HPnya. Dia keluar kamar lagi dan mencari nama Randi di kontak HPnya. Lalu dia menghubungi Randi.
Tut. Tut. Tut.
Tak ada jawaban dari Randi
Dina mencobanya lagi.
Tut. Tut. Tut.
Sekali lagi Dina mencoba menghubungi Randi.
Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau diluar jangkauan.
Dina langsung menghempaskan tangannya yang masih menggenggam HP.
"Sial!"
Dina menggenggam HPnya dengan kuat.
"Bagaimana, nona?"
"Randi tidak bisa dihubungi. Terus, aku mau percaya gimana sama kamu?"
"Saya sudah bilang, saya mempunyai bukti, nona. Ini silahkan Anda lihat sendiri." Ucap laki-laki tersebut menyerahkan map yang sedari tadi dia bawa.
Dina menerima map tersebut dan membukanya. Dia membacanya. Setelah membaca semuanya, dia tak bisa menyangkal lagi. Ternyata benar laki-laki yang ada dihadapannya ini sudah membeli apartemen miliknya saat ini.
Lagian Dina sendiri yang bodoh. Minta apartemen tapi tidak dengan surat-suratnya apalagi tidak menggunakan namanya. Dina auto kalah telak.
"Baiklah, aku akan pergi dari sini." Ucap Dina yang sudah tak dapat melawan.
"Bagus, nona. Kalau Anda dengan sadar diri mau pergi dari sini. Tadinya saya akan menyeret Anda dengan terpaksa jika nona melawan."
"Kasar sekali."
Laki-laki itu sudah tidak berbicara lagi. Dina gegas masuk ke dalam kamar dan membawa semua barang-barangnya. Ketika Dina akan keluar dari apartemen, laki-laki tersebut berbicara lagi.
"Maaf, nona. Ada yang belum saya katakan."
"Apa lagi?"
"Berikan kunci mobil Anda. Karena mobil Anda juga sudah saya beli."
"Apa-apaan ini?"
Dina lalu melempar kunci mobil kearah laki-laki tersebut dengan kencang. Dina terlihat kesal dan wajahnya merah padam.
Tapi laki-laki itu sigap dan kunci mobil bisa ditangkap olehnya. Laki-laki tersebut menarik sudut bibirnya.
Dina keluar dari apartemen tersebut dengan menghentak-hentakkan kakinya.
"Kurangaj*r si Randi, awas kalau sampai ketemu. Udah dapet enak, punya aku masih di tilep. Aku sumpahin pant*tnya penuh bisul." Gerutu Dina.
"Untung uangku masih aman. Tapi, aku harus kemana nih? Sial bener." Gerutunya lagi.
Dina keluar dari gedung tinggi itu dan berjalan ke arah trotoar guna menghentikan taxi.
Tak lama ada taksi datang dan Dina melambaikan tangan. Taksi pun berhenti dan Dina naik masuk kedalam taksi tersebut.
"Kemana mbak?" Tanya si sopir.
"Jalan aja dulu, Pak." Jawab Dina.
Sopir menganggukkan kepala.
*****
"Masih aja kurang, gue mau jual apa lagi buat nutup utang gue? Kampr3t bener. Ah, apa gue cul1k aja istri itu CEO, minta imbalan lebih terus separonya buat bayar utang gue? Tapi, bakal susah nih kayaknya."
"Hhah, gue males banget nyalain HP gue, pasti Dina sekarang hubungin gue terus minta penjelasan. Males gue. Arrghhh,, sial gue mau cari uang dimana lagi? Kayaknya bener gue cul1k aja itu istri CEO."
Randi sekarang sedang berada di kamarnya. Uang yang dikumpulkannya masih kurang 350 juta. Dia begitu bingung. Sampai dalam pikirannya berniat akan menculik Ayu istri David.
"Gue harus cari celah biar gue bisa dengan mudah nyulik itu perempuan."
Randi berniat ke kantor tapi bukan untuk masuk ke dalam kantor melainkan melihat situasi, siapa tau ada celah untuknya melakukan aksinya.
Randi menyambar kunci mobilnya lalu gegas turun.
Singkat cerita kini Randi sudah di depan kantor tepatnya di parkiran. Dia melihat mobil bosnya tidak ada di parkiran.
Saat ini hampir jamnya pulang kerja. Randi hari ini tidak masuk bekerja karena harus mencari uang untuk mengganti uang yang sudah dia selewengkan.
"Ah, kalau gue nunggu begini bakal lama. Tapi, sepertinya si bos gak ada. Kesempatan sih buat gue deketin istrinya. Lebih baik gue tunggu sampai jam pulang. Tinggal 15 menit lagi." Ucapnya.
15 menit kemudian jam pulang karyawan. Satu persatu karyawan mulai meninggalkan kantor. Randi masih memantau. Sampai 10 menit Randi tak menemukan istri bosnya. Randi yang penasaran ingin keluar dari mobil tapi, dari arah lobi terlihat Ayu berjalan sendirian keluar.
Randi melihatnya dan menyunggingkan senyum jahatnya. Randi pun turun dari mobil hendak mendekati Ayu.
"Selamat sore, Bu bos."
"Iya sore, Pak Randi."
"Bu bos menunggu Pak David ya?"
"Iya, ada apa ya, Pak Randi?" Jawab Ayu bingung.
"Bisakah, Bu bos ikut dengan saya sebentar? Ada yang ingin saya bicarakan. Penting!"
"Maaf, Pak Randi. Kalau di luar jam kantor saya tidak bisa. Tapi, kalau masih berhubungan dengan pekerjaan, Pak Randi bisa bicarakan dengan saya besok."
"Hm, jadi, tidak mau ya?"
"Iya, maaf ya, Pak Randi."
Tanpa di duga, Randi menggenggam pergelangan Ayu dan hendak menyeret Ayu dengan paksa. Ayu pun meronta meminta tolong. Tapi, dengan cepat Randi membekap mulut Ayu.
Suasana di depan lobi sudah sangat sepi. Sedang satpam yang bertugas entah kemana, mungkin masuk ke dalam kantor untuk mengecek dalam.
Bertepatan dengan itu, ternyata Doni baru saja turun dari ruangannya. Doni yang dari dalam lobi melihat Ayu yang diseret oleh Randi, seketika dia berlari.
Bugh!!
Doni menarik bahu Randu dan meninjunya. Sedang Ayu ikut tertarik tangan Randi kini terjatuh.
"Kurangaj*r, sapa lo? Berani lo sama gue?" Tanya Randi emosi.
Saking kuatnya Doni meninju Randi, pinggir bibir Randi terluka dan berdarah.
"Auh"
Doni hendak menjawab Randi tapi dia urung ketika mendengar Ayu meringis. Doni beralih menatap Ayu dan segera menolongnya.
"Ayu." Panggil Doni.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Doni menolong Ayu.
"Tidak, Don. Makasih ya."
"Hheh, lo. B4jing*n lo, lo udah gagalin rencana gue. Lo bisa gue pecat hari ini juga paham."
"Siapa kamu? Aku sama sekali gak takut denganmu." Ucap Doni.
"Br3ngs3k." Randi tersulut emosi hendak melayangkan pukulan ke arah Doni. Tapi, Ayu dengan cepat berdiri di depan Doni.
"Doni awas."
"Ayu."
Bugh!!
Ayu terkena pukulan Randi dan jatuh tersungkur. Sedang Randi yang sudah memukul Ayu matanya membelalak.
"Ay, Ayu." Panggil Doni.
Ayu jatuh pingsan dengan pelipisnya yang sobek dan berdarah.
Tak lama David datang. David melihat ada Randi dan seorang laki-laki dan perempuan, hanya saja si perempuan tergeletak di lantai dan laki-lakinya berjongkok menepuk pipi si perempuan, belum sadar jika itu Ayu istrinya. Ketika dia turun dari mobil hendak mendekat, dia mendengar wanita yang dipanggil adalah Ayu. Baru David sadar kalau yang sedang tergeletak di lantai adalah istrinya.
David lalu berlari mendekat dan merengkuh tubuh istrinya.
Randi seketika diam membeku.
"Ayu, sayang. Kamu kenapa sayang?"
"Doni, ada apa ini? Lalu kamu, kenapa disini?"
Doni hanya diam. Doni begitu panik melihat Ayu.
"Doni, ada apa dengan Ayu? Kenapa bisa seperti ini?" Tanya David dengan keras dan juga khawatir.
"Ayu berusaha melindungi ku dari pukulan laki-laki itu, maafkan aku." Jawab Doni sendu dan merasa sangat bersalah.
"Apa? Kamu bisa nyetir kan? Ayo bantu aku bawa Ayu ke Rumah Sakit. Dan, kamu. Gak akan bisa lolos dariku." Ucap David yang sudah begitu panik.
David menggendong Ayu menuju dan masuk ke dalam mobil. David mengajak Doni untuk membantu menyetir dan membawa mereka ke Rumah Sakit.
Sementara Randi pikirannya semakin kacau.
"Gagal, gagal, gagal. Br3ngs3k." Ucap Randi penuh emosi. Dia benar-benar kalap.