'GURUKU ISTRIKU, SURGA DUNIAKU, DAN BIDADARI HATIKU.'
***
Dia adalah gurunya, dia adalah muridnya. Sebuah cinta terlarang yang berakar di antara halaman-halaman buku teks dan derap langkah di koridor sekolah. Empat tahun lebih mereka menyembunyikan cinta yang tak seharusnya, berjuang melawan segala rintangan yang ada. Namun, takdir, dengan segala kejutannya, mempertemukan mereka di pelaminan. Apa yang terjadi selanjutnya? Petualangan cinta mereka yang penuh risiko dan janji baru saja dimulai...
--- INI ADALAH SEASON 2 DARI NOVEL GURUKU ADALAH PACARKU ---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Salah Paham
"I love you more, baby," kata Tyas, lalu memeluk Kaesang erat. Hangat, tenang, dan damai rasanya berpelukan dengan Kaesang seperti ini, yang statusnya sekarang adalah suaminya.
Kaesang men-ci-um sekilas leher Tyas, lalu tersenyum. "Dear," panggilnya lembut. Tyas melepas pelukannya, menatap Kaesang.
"Kenapa, Yang?" tanyanya. Di mata Kaesang, wajah Tyas tampak begitu menggemaskan.
"Aku bosen di sini, kita pulang yuk. Tapi bukan ke villa, ke apartemen aku. Aku mau tinggal berdua aja sama kamu," pinta Kaesang dengan manja, bibirnya sedikit mengerucut. Lucu sekali.
Tyas mengerutkan keningnya, heran. "Kok ke apartemen Yang? Bukannya kita mau tinggal di rumah mama ya, nemenin mama?" tanyanya.
Lupa. Kaesang langsung menepuk keningnya. "Astaga lupa Dear. Kita kan mau tinggal di rumah mama ya habis ini? Haduh, aku dulu nggak nyaman tau tinggal di rumah itu. Tapi kita udah janji kan buat akan tinggal di sana? Yaudah deh," katanya, lesu. Terlihat seperti terpaksa.
Tyas akan menyahut. Tapi...
"Kalau kamu nggak mau nggak usah di paksa Kae. Kamu tinggal aja sama Tyas di apartemen kamu," ujar seseorang dari belakang, membuat mereka terkejut. Tyas dan Kaesang spontan menoleh. Di sana, Mama dan Papa Kaesang berdiri dengan wajah sendu.
Tyas dan Kaesang berpandangan, lalu berdiri tegak di hadapan orang tua Kaesang.
"Kalau kita tinggal di apartemen, mama sama siapa dong di rumah? Kita mau nemenin mama. Nggak papa kok, Kaesang udah mau tadi, kita bakal nemenin mama setelah ini," kata Tyas setelah melihat mama mertuanya meneteskan air matanya.
Zora perlahan menggeleng. "Nggak usah Yas. Mama nggak mau Kaesang sedih gegara harus pulang ke rumah. Kamu sama Kaesang tinggal di apartemen aja ya? Mama bisa kok tinggal sendiri," katanya.
"Eh, siapa bilang kamu bakal tinggal sendiri? Ada papa. Papa akan sering-sering nemenin mama mulai sekarang," balas Papa Indra.
"Nah ada papa kan? Jadi nggak perlu dong aku pulang ke rumah?" tanya Kaesang santai, tersenyum simpul.
Tyas spontan mencubit pinggang Kaesang.
"Auuu, sakit Dear! Main cubit-cubit aja!" keluh Kaesang, bibirnya mengerucut kesal, menatap tajam Tyas.
Tyas menjulurkan lidahnya ke arah Kaesang. "Bodo! Salah siapa nyebelin?!" katanya, lalu menoleh ke papa dan mama Kaesang.
"Kita akan tetep pulang ke rumah kok Ma. Mama nggak usah khawatir," kata Tyas, tersenyum manis.
Dahi Kaesang berkerut mendengar Tyas mengambil keputusan sendiri. Ia mendengus dalam hati, tatapannya tajam tertuju pada Tyas.
Zora menyeka air matanya, lalu tersenyum tipis. "Makasih ya Yas, mama tunggu kalian di rumah," ujarnya.
Kaesang menghela napas, wajahnya sedikit masam. Ia bersedekap, "Lain kali kalo mau keluar bersih-bersih dulu ya, itu leher merah-merah kelihatan jelas loh. Kalo orang lain yang lihat gimana?!" tanyanya, nada suaranya sedikit ketus.
Zora dan semua orang terkesiap, kaget bukan main. Tangannya terangkat, mengusap lehernya sendiri. Saat itu, Zora mengenakan gaun selutut berlengan pendek, motif kotak-kotak bunga maple yang manis. Belahan dadanya sedikit terbuka, memperlihatkan leher jenjangnya yang putih bersih.
Wajahnya langsung memerah, malu dan salah tingkah.
"Yang!" seru Tyas, menoleh ke Kaesang dengan tatapan tajam.
Kaesang menoleh. "Kenapa? Bener kan? Lihat tuh leher mama, merah-merah kayak di gigit nyamuk. Eh, di gigit papa sih yang bener," katanya santai. Tanpa merasa bersalah.
"Jangan gitu Yang, nggak baik. Mama pasti malu itu," kata Tyas, tetap tajam menatap Kaesang.
Tyas pun menoleh ke mama Zora, tangannya terulur menyentuh tangan mama Zora yang mengusap lehernya. Tersenyum manis.
"Kita balik ke villa ya Ma. Malu kalo seumpama ada orang lain yang lihat leher mama," kata Tyas lembut.
Zora tersenyum, mengangguk. Mereka pun kembali ke villa, meninggalkan pantai di belakang.
Setibanya di vila, Kaesang menaruh belanjaannya bersama Tyas di meja ruang tamu, lalu duduk di sofa sendirian. Tyas dan mama Zora pergi ke kamar mama Zora di lantai atas. Sementara Papa Indra ada di teras, duduk bersantai di tangga.
Lama Kaesang duduk dan memainkan ponselnya, Tyas dan mama Zora turun. Pakaian mama Zora sudah sedikit lebih rapi dan tertutup. Lehernya yang tadinya merah-merah kini sudah tidak terlihat lagi.
"Lama banget Dear? Ngapain aja kalian?" tanya Kaesang setelah Tyas dan mama Zora duduk di sampingnya.
Tyas menoleh ke Kaesang. "Pilihin baju mama Yang. Kamu di tinggal bentar dah ngomel aja!" katanya sedikit meninggi, lalu menggelengkan kepalanya.
Zora tersenyum lebar menatap Tyas. Dengan lembut, ia meraih tangan Tyas dan berkata, "Makasih ya Yas, baju ini pas banget di mama."
Tyas menoleh ke mama Zora, mengangguk sembari tersenyum. "Sama-sama Ma. Syukur deh kalau baju ini pas di mama," katanya.
Kaesang memperhatikan baju yang mamanya kenakan, alisnya mengerut. "Itu baju siapa Ma? Kok kayak bukan baju mama?" tanyanya heran. Ia hafal betul gaya dan merek baju kesukaan mamanya dan yang di kenakannya sekarang seperti bukanlah pakaiannya.
Mamanya terlihat aneh memakai pakaian ini.
"Oh ini baju Tyas Kae. Tadi mama buka tas mama, cari baju mama yang sekiranya tertutup, tapi setelah mama cari nggak ada. Baju mama kebanyakan ketat dan terbuka di bagian da-danya. Jadi ya tadi Tyas minjemin mama baju ini. Untungnya pas dan nggak kekecilan," jawab Zora, seulas senyum bermain di bibirnya saat ia menatap tubuhnya sendiri.
"Iya Yang, baju mama kebanyakan terbuka, tadi aku milih sampe pusing," kata Tyas sambil terkekeh.
Kaesang menggeleng pelan, lalu menghela napas panjang. "Mama emang nggak punya baju tertutup Dear. Dari dulu yang mama pakai ya baju s3ksi gitu," kata Kaesang.
Zora mendongak, menatap Kaesang dan Tyas lalu tersenyum malu-malu. "Udah jadi kebiasaan Yas, maaf ya kalau seumpama kamu nggak nyaman sama pakaian mama," katanya sambil tertawa kecil.
Tyas menggeleng cepat. "Nggak papa kok Ma. Aku cuma heran aja, soalnya baju-baju kayak gini kan aku nggak punya, hehe. Makanya pas lihat langsung punya Mama, aku kaget," jawabnya sambil terkekeh.
"Emang kamu pengen baju kayak punya Mama, Dear? Kalau mau nanti aku beliin deh," timpal Kaesang.
Tyas spontan menoleh ke Kaesang, matanya membulat. "Nggak Yang, aku nggak pengen baju kayak gitu! Baju-baju s3ksi dan ketat kayak gitu bukan gaya aku," tolak Tyas tegas, menggeleng pelan.
Kaesang tersenyum manis, tangannya terulur lembut menyentuh pipi Tyas. "Ini baru istri aku. Nggak suka pakai baju s3ksi, pamer tubuh dan bisa jaga kepercayaan suami. Makasih ya Dear," katanya.
Tyas tentu saja bahagia bukan main. Ucapan Kaesang bagai embun pagi di hatinya. Berbeda dengan Zora yang merasa tersindir. Wajahnya langsung mendung.
"Jadi maksudmu...mama pamer tubvh Kae?" tanya Zora, matanya berkaca-kaca, suaranya bergetar.
Kaesang dan Tyas menoleh bersamaan ke Mama Zora. Keduanya terlihat terkejut. "Siapa yang ngomong gitu? Aku nggak ngatain mama pamer tubuh tuh. Aku cuma muji Tyas aja tadi," kata Kaesang, nada suaranya sedikit tergesa-gesa.
Zora mengangguk pelan, lalu menghela napas panjang. Dengan wajah masih bersemu sedih, ia berdiri dan berkata, "Mama mau ke atas dulu, ya, beresin barang-barang Mama dan Papa." Ia pun berbalik dan berjalan menuju kamarnya untuk membereskan semuanya.
Setelah Zora pergi, Tyas melingkarkan tangannya di lengan Kaesang.
"Mama ngiranya kamu nyindir mama Yang makanya mama sedih dan pergi ke kamarnya," ujar Tyas, pandangannya mengikuti Mama Zora yang baru saja menaiki tangga menuju lantai dua.
"Aku nggak nyindir mama Dear. Serius. Aku tadinya cuma mau muji kamu doang. Eh, mama malah baper dan pergi," jawab Kaesang, ikut menatap arah yang sama.
"Hmm, wajar sih, ucapan kamu tadi cukup menohok buat mama," ucap Tyas.
Hening.
"Dear, nanti sepulang dari sini kita ke apartemen aku dulu ya, ambil barang-barang aku dan baju. Terus nanti ke rumah kamu dulu buat ambil baju kamu. Ehm, oh iya kita kan harus izin ke bunda dan ayah dulu ya sebelum tinggal di rumah mama? Kira-kira mereka bakal gimana ya nanti? Aku takut mereka menolak," ucap Kaesang setelah lama terdiam.
Tyas menggeleng. "Aku nggak tau. Tapi semoga mereka mengizinkan aku pergi," lirihnya. Keheningan kembali menyelimuti mereka, sampai Papa Indra datang dan bergabung dengan mereka. Obrolan mereka kemudian beralih ke Mama Zora yang sedang bersedih di kamar karena salah paham.
Bersambung ...