Raisa memiliki prinsip untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Awalnya Edgar, suaminya menerima prinsip Raisa itu. Tapi setelah 6 tahun pernikahan, Edgar mendapatkan tekanan dari keluarganya mengenai keturunan. Edgar pun goyah dan hubungan mereka berakhir dengan perceraian.
Tanpa disadari Raisa, ternyata dia mengandung setelah diceraikan. Segalanya tak lagi sama dengan prinsipnya. Dia menjadi single mother dari dua gadis kembarnya. Dia selalu bersembunyi dari keluarga Gautama karena merasa keluarga itu telah membenci dirinya.
Sampai suatu ketika, mereka dipertemukan lagi tanpa sengaja. Di saat itu, Edgar sadar kalau dirinya telah menjadi seorang ayah ketika ia sedang merencanakan pernikahan dengan kekasihnya yang baru.
Akankah kehadiran dua gadis kecil itu mampu mempersatukan mereka kembali?
Follow Ig : @yoyotaa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoyota, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 2
"Yee! Bolunya udah matang!" sorak Mia yang senang ketika maminya membawakan sepiring bolu rasa pandan kesukaannya.
"Ya ampun Anggika! Perutmu itu perut karet ya! Padahal tadi kamu sudah menghabiskan semangkuk bubur ayam masih aja mau makan bolu. Jadi gendut baru tahu rasa kamu!"
"Hih! Larisa! Dia kamu! Lagian badan aku udah cocok banget jadi model. Kalau nanti gendut tinggal olahraga aja biar langsing, wle!"
Mia menjulurkan lidahnya kemudian mengambil piring berisi bolu itu ke depan televisi. Ia berniat untuk menonton sambil nyemil.
Tok tok tok
Pintu rumah diketuk dari luar.
"Mi, ada yang ketuk pintu!" teriak Mia ke Raisa.
"Iya sayang," jawab Raisa yang bergegas pergi dari dapur ke depan.
Ketika membuka pintunya, rupanya yang bertamu adalah Roni, adik dari Raisa sendiri.
Bukannya senang dengan kedatangan adiknya, Raisa malah merengut, karena Roni membawakan banyak sekali bingkisan untuk anak-anaknya.
"Padahal sudah aku kasih tahu berulang kali, jangan manjakan anak-anakku. Kenapa kamu masih ngeyel sih!"
"Kenapa sih kak?! Orang mereka aja suka kok."
Roni menerobos masuk ke dalam rumah Raisa dan menyapa kedua keponakan kembarnya. Raisa hanya bisa menghela napasnya lalu menutup pintu rumahnya.
"Hai Kimi," sapa Roni.
Kimi itu singkatan dari Kia dan Mia. Roni suka malas menyebut nama keduanya, jadi ia sengaja menggabungkannya supaya lebih efesien.
"Aaaaa, Om Roni! I miss you, itu bawa apa Om?"
Mata Mia langsung tertuju ke bingkisan yang di bawa oleh pamannya.
Roni langsung mengeluarkan apa yang dia bawa dari wadahnya.
Ada satu set mainan Barbie dan beberapa buku sains kesukaan Kia. Di saat Mia heboh kegirangan mendapatkan mainan itu, Kia malah biasa saja tapi terlihat jelas senyuman di wajahnya pertanda bahwa Kia pun menyukainya.
"Om Roni emang the best pokoknya. Tau aja kalau Mia mau itu. Tapi mami nggak pernah beliin, soalnya mahal katanya. Lebih mahal dari biaya sekolah kami berdua."
Mendengar salah satu gadis kecilnya mengadukannya ke Roni, Raisa langsung mendelik. Putrinya itu memang selalu mengadu ke Roni ataupun ke Pamela, sahabat baiknya. Biasanya keduanya selalu memanjakan anak-anaknya kalau bertemu. Raisa pun cuma bisa menghela napas saja.
Sejujurnya, bukan tak bisa membelikan keduanya mainan mahal atau mainan kesukaan mereka, hanya saja Raisa ingin mengajarkan untuk berhemat dan tau mana yang lebih dibutuhkan.
"Mami kalian emang pelit orangnya. Makanya kalau mau apapun, mintanya sama Om aja."
"Sama Aunty Lala juga dikasih Om. Bahkan suka dibelikan lebih banyak dari ini Om," celetuk Mia lagi.
Roni langsung mendengus sebal. Ia lupa kalau ada satu saingan untuk merebut perhatian keponakannya, yaitu Pamela atau yang biasa mereka panggil Aunty Lala. Ya wajar saja, kalau Pamela lebih memberikan banyak, orang wanita itu adalah seorang influencer terkenal. Pasti uangnya banyak.
"Kalau disuruh pilih nih ya, kalian pilih Om Roni, Aunty Lala atau Mami kalian?"
Si kembar langsung melirik ke Raisa berpindah melirik Roni kemudian saling lirik-lirikan berdua untuk menentukan jawabannya.
"Aunty Lala dong!" jawab keduanya kompak.
Hal tersebut membuat Roni kesal, tapi ya ia akan berusaha jadi paman yang baik untuk keponakan-keponakannya sementara Raisa, dia sudah tahu kenapa anak-anaknya lebih memilih Pamela. Tentunya, karena wanita itu selalu memanjakan mereka.
"Mi, aku ke kamar dulu ya," pamit Kia.
"Iya sayang, jangan lupa dibawa barang yang dikasih Om Roni nya. Nanti dia marah."
"Iya Mi."
Kia pun pergi ke kamarnya dengan membawa buku yang diberikan oleh Roni sementara Mia, gadis itu malah asik memainkan Barbie nya yang sudah dibuka dari tempatnya.
"Kamu nggak ke kamar juga Mia?" tanya Roni.
"Nggak Om. Palingan Kia ke kamar itu mau baca buku yang dikasih Om. Dia kan kalau lagi baca nggak mau diganggu. Kaya harimau pokoknya yang diganggu langsung menggigit."
Roni hanya menggelengkan keduanya. Ia kadang masih terheran-heran saja dengan kedua ponakannya. Sifat dan kelakuan mereka berbeda 180 derajat. Yang satu sukanya kesunyian dan tak banyak minta ini dan itu. Tapi yang satunya udah kaya reog, senang bicara sama orang, agak sedikit narsis dan juga banyak permintaan.
"Om, kok nggak dibeliin sekalian Ken nya, biar si Barbie ada temennya," ucap Mia yang membuat Roni terdiam.
Ketika Mia pergi dari hadapannya pindah ke sofa, Roni mendekat ke Raisa yang ada di dapur.
"Sukurin! Makanya jangan keseringan beliin anak-anak aku mainan mahal."
"Ya gimana ya Mba, aku kan nggak tega biarin mereka cuma punya mainan itu-itu aja sementara teman-teman mereka yang lain punya banyak mainan yang mahal dan bagus-bagus."
"Mainan mahal dan bagus nggak menjamin kehidupan mereka akan bahagia, Ron. Tapi kasih sayang, dan perhatian dari orang tua mereka lah yang paling dibutuhkan. Mainan itu cuma alat bantu untuk menjaga mereka."
"Iya deh iya Mba."
"Ngomong-ngomong kamu disini bakalan berapa lama? Datang nggak bilang-bilang, kebiasaan tahu!"
"Hehe, maaf Mba. Aku aja bisa pulang karena emang dapat jatah cuti 5 hari dari kantor. Daripada disana tanpa melakukan apa-apa dan bingung mau apa. Mending pulang kan, main sama keponakan."
Raisa pun mengangguk. Ia juga senang kalau seperti itu. Kehadiran Roni di rumah bisa membantunya menjaga si kembar. Ia jadi tidak usah izin untuk menjemput keduanya ketika mereka pulang sekolah.
"Mba," panggil Roni.
"Hm? Ada apa?" tanya Raisa yang sedang membuat adonan bakwan.
"Sampai kapan Mba mau bersembunyi? Sampai kapan Mba mau menyembunyikan adanya si kembar dari Mas Edgar? Mereka butuh tahu papinya Mba. Bukan sekedar foto aja yang selalu Mba perlihatkan."
Seketika Raisa langsung berhenti mengaduk adonan bakwannya dan melirik ke arah Roni.
"Kamu cukup bantu aku menjaga mereka Ron. Urusan gimana sama Edgar nya, itu urusan aku. Lagipula, belum tentu keluarga mereka bisa menerima anak-anakku, wanita yang sudah dibenci oleh keluarga itu."
Roni tak bisa menanggapi ucapan Raisa lagi. Raisa memang terlalu keras kepala soal apapun. Bahkan untuk anak dia sendiri. Yang Roni yakini, sejujurnya kedua keponakannya itu menginginkan bertemu ayahnya.
"Terserah deh Mba. Tapi Mba juga perlu tahu. Meskipun sosok papi bisa Mba berikan ke mereka, tapi Mba nggak bisa menyamakannya. Seorang papi dan mami perannya berbeda. Bahkan gender nya saja juga beda. Sekuat apapun Mba mencoba dan berusaha, tetap aja pasti ada celahnya, ada bedanya."
Raisa terdiam mendengarkan kata-kata Roni. Ia menatapi kepergian adiknya yang berjalan mendekat ke Mia.
"Nggak kok, apa yang Roni katakan tidak benar. Karena selama ini, anak-anak tidak pernah bilang, mereka mau bertemu secara langsung dengan papi mereka."
*
*
TBC