"Jika kamu ingin melihat pelangi, kamu harus belajar melihat hujan."
Pernikahan Mario dan Karina sudah berjalan selama delapan tahun, dikaruniai buah hati tentulah hal yang didambakan oleh Mario dan Karina.
Didalam penantian itu, Mario datang dengan membawa seorang anak perempuan bernama Aluna, yang dia adopsi, Karina yang sudah lama mendambakan buah hati menyayangi Aluna dengan setulus hatinya.
Tapi semua harus berubah, saat Karina menyadari ada sikap berbeda dari Mario ke anak angkat mereka, sampai akhirnya Karina mengetahui bahwa Aluna adalah anak haram Mario dengan wanita lain, akankah pernikahan delapan tahun itu kandas karena hubungan gelap Mario dibelakang Karina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Belas
"Karina, apa sebenarnya yang terjadi? Apa kamu tak mau bicara jujur pada'ku?" Mario bertanya lagi.
"Tak ada yang harus aku katakan. Aku tak pernah berbohong denganmu, Mas. Atau kamu yang ingin berkata jujur? Apa ada yang kamu sembunyikan dariku?" Karina balik bertanya.
Mario terkejut mendengar pertanyaan istrinya. Dia menatap wajah wanita itu dengan intens. Mencoba mendalami isi hati istrinya. Lalu pria itu tersenyum untuk menghilangkan kegugupan.
Karina balas memandangi Mario dengan mata tajam, mencari kebenaran di balik senyumnya. "Mas, apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku?" tanya Karina lagi dengan nada lembut yang menyembunyikan kecurigaan.
Mario terkejut dan gugup. Dia pikir Karina pasti sudah mengetahui kecurangannya. Jantungnya berdebar, tangannya gemetar. "Apa ... apa maksudmu, Sayang?" Mario berusaha menyembunyikan kepanikan.
Karina mendekati Mario, mata mereka bertemu. " Seperti katamu tadi, Mas. Aku hanya ingin tahu apakah semuanya baik-baik saja. Kamu terlihat berbeda akhir-akhir ini.
Mario mengambil napas dalam-dalam, berusaha menguasai diri. "Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan, Sayang. Akhir-akhir ini aku hanya stres dengan pekerjaan."
Karina memandang Mario dengan tatapan curiga, tapi tidak melanjutkan pertanyaan. Dia tahu Mario sedang menyembunyikan sesuatu, jika dia mendesak, pasti pria itu berusaha untuk menyembunyikan. Akhirnya Karina memilih diam. Belum saatnya membuka kebohongan sang suami.
Mario merasa lega, tapi juga cemas. Dia tahu kebohongannya tidak akan bisa bertahan lama.
Malam itu, Mario dan Karina duduk di meja makan, sorot lampu menyoroti wajah mereka yang terlihat tenang. Mario menyajikan hidangan favorit Karina, berusaha menyembunyikan kesalahan.
Tadi pria itu memasak. Dia memang sering melakukannya, bukan hanya kali ini saja.
"Terima kasih, Mas. Kamu selalu tahu cara membuat aku bahagia," Karina berkata dengan senyum manis. Padahal dalam hatinya berkata lain. Dia sudah tak terkesan lagi dengan apa yang pria itu lakukan untuk dirinya. Jika kemarin-kemarin dia merasa wanita paling beruntung karena diratukan, tapi kali ini merasa dibodohi.
Mario tersenyum, lega karena Karina tidak menanyakan lagi mengenai kecurigaannya. "Aku ingin kamu selalu bahagia, Karina."
Tapi, di balik senyum Karina, ada rencana yang tersembunyi. Dia ingin menunggu hasil tes DNA sebelum mengambil tindakan. Dia tidak ingin Mario curiga.
Mereka makan malam dengan percakapan ringan, tentang rencana liburan. Tapi, Karina tidak bisa menyingkirkan perasaan curiganya.
Saat makan, Aluna masuk ke ruangan, menghampiri Karina. Bocah itu baru bangun. Tadi Karina tak sampai hati untuk membangunkan. "Bunda, apa aku boleh duduk di sini?"
Karina tersenyum, dia lalu mengangkat tubuh mungilnya dan diduduki di sebelahnya. "Tentu saja, Nak."
Mario memandang mereka berdua, merasa sedikit bersalah karena telah membohongi istrinya mengenai siapa Aluna. Dia semakin takut untuk jujur. Takut Karina meninggalkan dirinya dan Nuna. Bocah itu sepertinya telah nyaman dengannya.
"Karin, seandainya kamu tau siapa orang tua Nuna, apakah kamu masih tetap sayang dengannya?" tanya Mario dengan suara pelan. Sepertinya dia ragu dengan pertanyaannya sendiri.
"Aku akan tetap sayang. Tapi ...." Karina sengaja menggantung ucapannya.
"Tapi apa, Sayang?" tanya Mario penasaran.
"Aku lihat dulu siapa orang tuanya dan bagaimana cara orang tuanya mendapatkan dirinya. Apakah dia hadir karena suatu kesalahan?"
Wajah Mario tampak menegang. Dia hanya diam mendengarkan ucapan Karina selanjutnya.
"Maksud kamu apa, Sayang?" tanya Mario lagi dengan suara terbata.
"Mungkin saja dia anak haram dari hubungan gelap sepasang manusia yang tak bisa mengendalikan napsu." Karina tampak menarik napasnya. Dia tak ada maksud untuk menghina kehadiran seorang anak. Mario masih tampak gugup dan tegang. Setiap kata yang Karina ucapkan seperti jarum yang menusuk hatinya.
Mario sempat berpikir, apakah istrinya sudah mengetahui siapa Aluna. Namun, kenapa dia tak bertanya.
"Memang semua anak itu suci, yang haram perbuatan orang tuanya. Mungkin aku tak bisa menerimanya jika memang dia hadir karena orang tuanya yang telah menyakiti hati seseorang!"
Mario hanya bisa tersenyum simpul mendengar jawaban istrinya. Dalam hatinya makin bertanya, apakah benar istrinya telah mengetahui siapa Aluna. Namun, kenapa istrinya tak marah dan bertanya padanya. Mario jadi pusing memikirkan semua kemungkinan itu.
Karina yang melihat wajah suaminya tampak kebingungan lalu berdiri. Kebetulan dia sudah selesai menyuapi bocah itu. Aluna yang berada di sampingnya juga ikutan. Bocah itu seperti tak mau jauh darinya. Akhirnya Karina menggendong anak itu membawa masuk kamar. Dia takut bibirnya keceplosan bicara apa yang dia ketahui, belum saatnya.
**
Karina menyajikan sarapan pagi dengan senyum hangat. Walau hatinya sakit, dia selalu berusaha menyembunyikannya. Roti panggang, telur orak-arik, dan kopi hitam menemani pagi yang cerah. Mario dan Aluna terlihat bahagia, tidak mengetahui badai yang menghantui hati Karina.
"Selamat pagi, Sayang," Mario berkata, dia lalu mencium kening Karina.
"Selamat Pagi, Mas," Karina menjawab, sambil menyembunyikan kecurigaan.
Aluna yang telah dia mandikan ikut duduk bersama mereka. Terkadang Karina berpikir untuk mengabaikan saja bocah itu. Bukankah anak tersebut bukan siapa-siapa baginya. Namun, melihat kepolosannya, dia tak tega.
"Papi aku di rumah saja dengan Bunda," ucap Aluna saat sedang sarapan.
"Nanti Bunda repot, Sayang," jawab Mario.
"Aku tak akan nakal, Papi," kata Aluna dengan polosnya.
Karina hanya tersenyum mendengar ucapan anak itu. Dia tak ada niat untuk ikut bicara. Mau melihat bagaimana sandiwara suaminya pagi ini. Namun, jawaban Mario di luar dugaan. Dia mengizinkan Aluna tinggal di rumah.
"Baiklah, Sayang. Jangan nakal ya. Kasihan Bunda Karina," ujar Mario. Mendengar jawaban dari pria itu, Aluna langsung bersorak.
Setelah sarapan Mario langsung pergi. Karina lalu memberikan mainan untuk Aluna. Agar bocah itu tak mengganggunya. Dia mau mencari sesuatu di ruang kerja suaminya. Siapa tahu ada bukti yang menunjukan tentang siapa Aluna.
Karina masuk ke ruang kerja Mario. Dia mencari bukti kecurigaan yang menghantui pikirannya. Dia membuka laci meja, dan melihat banyak kertas. Dia meletakkan di atas meja dan memeriksa satu persatu.
Hingga dia membaca satu kertas yang membuat detak jantungnya berdetak lebih cepat. Dia menemukan nota rumah sakit yang terlipat rapi.
Nota itu menyebutkan nama Aluna, lahir pada tanggal 12 Februari, dengan berat 3,2 kg. Di kolom ayah, tercantum nama Mario.
Karina merasa dunianya terbalik. Dia tidak bisa bernapas. Nota itu seperti pisau tajam memotong kepercayaannya.
"Apa yang kamu sembunyikan dari aku, Mario?" Karina berbisik pada dirinya sendiri.
Dan semoga dgn kabar ini kan mempererat hubungan Karina dan Mario.
laaah lalu anak siapa ayah biologis dari Aluna. Berarti Mario korban dari Zoya