Seorang anak terlahir tanpa bakat sama sekali di dunia yang keras, di mana kekuatan dan kemampuan ilmu kanuragan menjadi tolak ukurnya.
Siapa sangka takdir berbicara lain, dia menemukan sebuah kitab kuno dan bertemu dengan gurunya ketika terjatuh ke dalam sebuah jurang yang dalam dan terkenal angker di saat dia meninggalkan desanya yang sedang terjadi perampokan dan membuat kedua orang tuanya terbunuh.
Sebelum Moksa, sang guru memberinya tugas untuk mengumpulkan 4 pusaka dan juga mencari Pedang Api yang merupakan pusaka terkuat di belahan bumi manapun. Dialah sang terpilih yang akan menjadi penerus Pendekar Dewa Api selanjutnya untuk memberikan kedamaian di bumi Mampukah Ranubaya membalaskan dendamnya dan juga memenuhi tugas yang diberikan gurunya? apakah ranu baya sanggup menghadapi nya semua. ikuti kisah ranu baya hanya ada di LEGENDA PENDEKAR DEWA API
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 30
"Sudah cukup ...!" Terlihat Raja Suryaputra berjalan menuju ke arah mereka.
"Kau sudah kalah Trunojoyo. Jika Ranu menggunakan bilah pedangnya, kau pasti sudah tewas dari tadi!" lanjutnya.
Lelaki yang bernama Trunojoyo tersebut menunduk menahan malu. Dia yang diberi mandat melatih Pasukan Srikandi kerajaan Tambakboyo ternyata bisa dipecundangi dengan mudah oleh pemuda berbaju lusuh di depannya.
"Paduka, hamba tadi sudah melihat formasi Pedang Hujan yang mereka gunakan.
Sebenarnya formasi tersebut bagus. Namun ada beberapa kelemahan yang harus dibenahi agar bisa lebih sempurna hasilnya," ucap Ranu.
"Apa kau mau melatih mereka?"
Bagai dipukul palu godam, Ranu tidak menyangka jika ucapannya malah berbalik ke dirinya sendiri. Padahal niatnya tadi hanya sekedar memberi saran saja.
Dia kemudian berpikir, daripada bengong menunggu kedatangan prajurit yang sedang menuju hutan Larangan, alangkah baiknya jika dia menunggu sambil melatih para gadis tersebut.
"Baiklah, Paduka. Hamba akan melatih mereka, tapi hanya sampai para prajurit kemarin kembali. Selebihnya biar Paman Trunojoyo yang melatih mereka."
"Kenapa kau buru-buru pergi? Apa kau tidak kerasan di istana ini?" tanya Raja Suryaputra yang mulai tertarik dengan Ranu. Dia berencana menjadikan Ranu sebagai punggawa kerajaannya.
"Bukannya hamba tidak kerasan, Paduka. Tapi hamba masih punya banyak tugas yang harus di selesaikan."
"Baiklah, jika nanti kau sudah menyelesaikan tugasmu, kembalilah kesini. Aku akan menerimamu dengan tangan terbuka,"
Ranu mengangguk, Dia kemudian mengembalikan pedang yang diambilnya dari gadis tadi. Ranu memandang wajah gadis cantik tersebut. Hatinya sempat tergetar namun langsung dia tahan, karena dia masih banyak tugas yang harus diselesaikan. Dia tidak mau kalau urusan hati bisa mengganggu perjalanannya.
Gadis cantik tersebut juga tersipu malu ketika Ranu memandang wajahnya. Meskipun tidak tampan, namun Ranu memliki wajah yang tegas dan berwibawa, meskipun sifatnya terkadang suka oleng.
Setelah mengembalikan pedang kepada empunya, Ranu mendekati Trunojoyo, "Maaf, Paman. Kejadian tadi tolong jangan dimasukkan hati! Oh, lya ... jangan terlalu gampang emosi, sebab emosi bisa bikin cepat tua."kata ranu
Trunojoyo mengangguk pelan, "Asem, aku memang sudah tua," ucapnya dalam hati.
Keesokan paginya, masih dengan pakaian lusuh yang dia punya, Ranu menggandeng Dewi menuju tempat latihan kemarin. Di tempat tersebut belasan gadis muda dan cantik dengan memakai pakaian hitam sudah menunggunya. Belasan gadis muda tersebut serentak memberi hormat ketika Ranu dan Dewi tiba di sana.
"Hormat kami, Guru!"
"Weh ... Guru?" Ranu tercengang ketika dipanggil guru oleh mereka. Ada rasa sungkan dirasakannya karena secara umur dia dan para gadis itu bisa dibilang setara.
"Semuanya berkumpul dan duduk dulu! Ada yang mau kujelaskan sebelum kita mulai latihan."
Serentak, belasan gadis muda tersebut pun berkumpul menyatu dan duduk di depan Ranu.
"Dengarkan semua! Aku mungkin seumuran dengan kalian, usiaku baru 18 tahun. Aku tidak akan lama melatih kalian, kemungkinan hanya sampai tujuh hari ke depan. Jadi, tidak pantas rasanya bila kalian memanggilku guru. Panggil saja namaku, Ranu." Ucapan Ranu begitu tenang dan membius para gadis yang berada di depannya.
"Mengenai formasi Pedang Hujan yang kalian pakai kemarin, inti dari formasi tersebut adalah kecepatan, ketepatan dan alur dalam gerakan. Semakin cepat pergerakan kalian, ketepatan dalam bergerak dalam menjaga alur serangan, maka formasi kalian akan mematikan." lanjutnya.
Ranu kemudian menjelaskan panjang lebar tentang kecepatan, ketepatan dan alur yang tadi dia sampaikan. Metode pembelajarn yang santai dan tidak kaku, dia terapkan agar apa yang dikatakannya bisa direkam oleh mereka.
"Sampai sini sudah paham? Ada yang perlu ditanyakan?
Para gadis tersebut hening dalam pikiran masing-masing. Mereka hanyut dalam penjelasan Ranu yang membius pikiran mereka.
Senyum yang selalu tercipta dari bibir Ranu seakan menjadi candu bagi para gadis tersebut.
Penjelasan yang dibarengi dengan canda tawa, juga menjadi hal yang asing bagi mereka.
Selama ini, metode pembelajaran yang diberikan Trunojoyo sangat kaku, dan itu membuat mereka sangat bosan.
Seorang gadis, lebih tepatnya gadis yang kemarin pedangnya dipinjam Ranu, tiba-tiba mengacungkan jarinya.
"Apakah kakang Ranu sudah mempunyai kekasih?" tanya gadis tersebut malu-malu.
Sesungguhnya, pertanyaan tersebut juga ada di dalam pikiran setiap gadis muda lainnya di tempat itu. Mereka penasaran dengan status Ranu.
"Kalau punya kenapa? Kalau tidak punya kenapa?"
"Kalau sudah punya, kami tidak berharap, Tapi kalau belum punya, kami masih punya harapan," jawab gadis tersebut dengan senyum semanis mungkin.
Ranu tersenyum melihat tingkah gadis-gadis di depannya yang sudah mulai beranjak dewasa.
"Kalau kalian mau menungguku tidak apa-apa? Tapi aku tidak bisa memastikan kapan aku menyelesaikan tugasku. Bisa 1tahun, 2 tahun, 10 tahun atau bahkan 50 tahun," kata Ranu, tak lupa senyum khasnya tercetak di bibir.
"Penonton kecewa... huuuu!" teriak para gadis tersebut.
"Sudah, sekarang kalian pemanasan dulu! Setelah itu kita mulai dari gerakan dasar."Hari pertama melatih dilalui Ranu dengan melihat satu persatu karakter para gadis tersebut. Mana yang dominan menyerang dan mana yang dominan bertahan. Siapa yang kecepatannya tinggi dan mana yang biasa.
Semua dirangkum dalam pikirannya dan nanti akan dia kombinasikan semua sesuai karakter masing-masing.
Hari kedua melatih, Ranu meminta para gadis tersebut untuk memperagakan formasi Pedang Hujan. Dilihat dari namanya, inti dari formasi ini adalah serangan pedang yang tiada henti dan mengandalkan kecepatan, ketepatan serta alur serangan yang teratur.
Yang tidak diperhatikan Trunojoyo ketika melatih formasi ini adalah, tiadanya pembagian siapa yang bertahan di saat ada yang menyerang. Trunojoyo lebih menonjolkan penyerangan saja dan tidak terlalu peduli dengan pertahanan.
Ranu bisa memberikan pemahaman seperti itu karena dia kemarin sudah melawan formasi dari 4 pendekar aliran putih yang lebih rapi dan kecepatannya lebih tinggi.
Sambil melihat para gadis itu memperagakan formasi Pedang Hujan, Ranu terus memberi pengarahan agar mereka bisa lebih cepat mengerti.
Tidak terasa, sudah hari keenam Ranu melatih. Para prajurit juga sudah kembali dari hutan Larangan. Ranu ingin hasil melatihnya dicoba oleh Trunojoyo atau seseorang yang mempunyai ilmu kanuragan setidaknya tahap menengah, agar bisa dia ketahui di mana kelemahan yang harus dia benahi.
"Ranu, para prajurit dari hutan Larangan sudah kembali. Memang benar yang kau ucapkan. Markas para perampok tersebut sudah rata dengan tanah. Kau memang pemuda yang jujur. Aku minta maaf telah menuduhmu yang tidak-tidak kemarin."
"Tidak apa-apa, Paduka. Sebelum hamba melanjutkan perjalanan, hamba ingin formasi Pedang Hujan dicoba dulu. Bisa melawan Paman Trunojoyo atau Senopati Sayekti."
"Ayo, Ranu. Aku juga ingin melihat hasil melatihmu!" sahut Raja Suryaputra. Tentunya dia ingin tahu formasi Pedang Hujan versi gubahan Ranu. Bagaimanapun juga formasi tersebut nantinya akan cukup berguna untuk kerajaannya