Gadis polos yang berasal dari desa itu bernama Sri, karena tuntutan keadaan dan di jerumuskan temannya dia menjadi simpanan seorang sugar daddy yang memberinya berbagai kemewahan. Terlena dengan duniawi dan perhatian sang sugar daddy membuat Sri lupa diri dan ingin memiliki pria yang telah mempunyai anak dan istri itu. Bagaimana kisah selanjutnya? mari ikuti kisahnya,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teteh lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabur
Satu jam sebelumnya,
"Sri, selamat ya,,, gak nyangka kamu akhirnya menikah, tapi,,, apa kamu gak eman eman tho, kamu masih muda gini harus menikah dengan bandot tua kaya tuan Darto, kamu itu cantik, jalan mu masih panjang, banyak hal yang belum kamu coba dan nikmati tapi sudah harus terikat dengan pernikahan yang belum tentu membuat mu bahagia, kata orang menikah itu rumit, apalagi kamu bakal jadi istri ke 4, aku kasian sama kamu." Suara cempreng seorang wanita membuyarkan lamunan Sri yang saat itu sedang termenung menatap hiruk pikuk orang berlalu lalang di luar jendela kamarnya.
Saat ini perasaan gadis berusia hampir 19 tahun itu terasa kalut dan tidak menentu, jiwa dan tubuhnya seakan tidak menyatu. Pernikahan yang seharusnya menjadi momen bahagia bagi sebagian orang yang akan menjalaninya justru membuat Sri saat ini tertekan. Jujur saja sebenarnya dia tidak ingin menjalani pernikahan ini, namun sang ibu terus memohon padanya atau lebih tepatnya terus memaksa dirinya untuk menikah dengan pria yang sebenarnya lebih cocok menjadi ayahnya itu. Jumian terus mencekoki dirinya dengan cerita kesedihan yang di alami keluarga mereka selama ini dan sang ibu juga selalu mengatakan padanya jika ingin merasakan hidup bahagia dan serba berkecukupan. Padahal selama ini Sri juga tidak kurang kurang dalam membantu perekonomian keluarganya, dia rela tidak meneruskan sekolah ke smu dan bekerja serabutan setiap hari demi untuk memenuhi kebutuhan hidup ibunya dan juga dirinya, bahkan sering dirinya bekerja sebagai buruh kasar seperti mencangkul sawah dan kebun atau menjadi kuli panggul saat sang ibu menginginkan sesuatu.
Sri masih ingat saat ibunya merengek ingin membeli kalung emas seperti milik tetangganya, padahal untuk makan saja mereka kesulitan, namun tidak ingin di cap sebagai anak durhaka, Saat itu Sri nekat ikut menjadi kuli bangunan pada proyek pembangunan balai desa, dan berhasil membelikan ibunya kalung dari hasil kerjanya itu meski kedua tangannya harus merasakan perih dan panas setiap malam akibat tidak terbiasa mengaduk semen.
"Eh, Tutik. Kapan pulang dari kota? Kamu cantik sekali, dandanan mu juga sangat berbeda sekarang." Bibir Sri merekah saat mendapati sang sahabat Tutik yang sudah sekitar lebih dari dua tahun ini merantau ke kota.
Mata Sri terus memandangi penampilan sahabatnya yang dulu pernah satu kelas saat sekolah di SMP, mereka terbilang dekat karena dulu sering bermain bersama. Tutik yang dulu kumal hitam dekil itu sekarang berubah menjadi cantik putih dan dandanan yang mirip artis di mata Sri.
"Kemarin, aku sengaja pulang karena mendapat kabar kalau kamu akan menikah, aku ingin menghadiri pernikahan mu." ujar Tutik.
"Kamu sudah sukses ya di kota, kamu kerja di mana?" tanya Sri.
"Ya lumayan lah, aku sekarang buka salon kecantikan di kota, coba aja dulu kamu ikut aku ke kota, pasti kamu sudah sukses kayak aku sekarang!" Tutik mendudukan dirinya di samping Sri.
Kata kata Tutik barusan berhasil membuat Sri terdiam dengan wajah datar, sepertinya ada sedikit rasa penyesalan tergambar di wajah Sri, benar kata sahabatnya itu seandainya dua tahun lalu dia nekat ikut Tutik merantau ke kota dan mengabaikan larangan ibunya, mungkin dirinya bisa sukses seperti sahabatnya, dan juga bisa memberikan kehidupan yang layak untuk sang ibu.
"Belum terlambat, jika kamu ingin merubah nasib dan hidup mu, kamu bisa ikut aku. Aku tau kamu tidak menginginkan pernikahan ini, bagaimana kalau kamu ikut aku saja ke kota, kamu bisa tinggal bersama ku dan bekerja di salon kecantikan milik ku. Bagaimana?" Tanya Tutik.
"Hah, gila kamu ya? Beberapa menit lagi aku harus ijab kobul, mana bisa aku lari begitu saja." Tampik Sri.
"Kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya, jangan paksakan diri mu jika ini bukan keinginan mu, kamu juga berhak menentukan hidup mu sendiri dan berhak untuk bahagia. Percayalah pada ku, kamu akan sukses di kota." Bujuk Tutik.
"T-tapi,,, bagaimana dengan si Mbok?" Sri terlihat mulai tergiur dengan tawaran Tutik, namun di satu sisi dia juga masih berat karena memikirkan ibunya.
"Sri, selama ini kamu sudah banyak mengalah dan berbakti pada ibu mu, kamu pergi ke kota dengan ku mencari uang yang banyak dan setelah itu bisa mengirimkan uang untuk ibu mu, percayalah itu tidak akan membuat mu menjadi anak yang durhaka, kamu menikah hanya untuk menyenangkan ibu mu kan? Lalu apa bedanya dengan pergi ke kota, hal itu juga kamu lakukan dengan niat untuk menghasilkan uang yang banyak demi membahagiakan ibu mu juga, jika ada cara lain, kenapa tidak? Toh tujuan akhirnya sama saja." ujar Tutik panjang lebar.
"Tapi,,,"
"Sudahlah tidak ada tapi tapian, jika kamu berminat ikut dengan ku, ayo kita pergi sekarang juga, aku peduli pada mu Sri, cepat kemasi baju dan barang mu seperlunya, aku menunggu mu di belakang rumah dekat kebun, motor ku aku parkir di sana." Kata Tutik seraya pergi keluar kamar.
Pikiran Sri tiba tiba kosong untuk beberapa saat, entah apa yang ada di kepalanya saat ini, yang jelas ajakan Tutik terasa begitu menggiurkan dan kata kata sahabatnya itu telah berhasil mempengaruhi otaknya. Seperti orang yang kena gendam, Sri berjalan dengan pikiran kosong menuju pojok kamarnya, mengambil sebuah ransel butut dan memasukan beberapa lembar baju dari lemarinya lalu pergi menyelinap secara diam diam menuju belakang rumah dengan pakaian pengantin yang masih di kenakannya agar orang-orang yang melihatnya tidak curiga.
Dari kejauhan Tutik terlihat sudah siap duduk di atas motornya dengan senyum lebar ke arah dirinya.
"Ayo, pegangan yang kencang, kita pergi menuju kesuksesan dan kebahagiaan!" Ujar Tutik seraya melajukan motor matiknya terburu buru karena takut ada yang melihat kepergian mereka.
Entah benar atau salah yang di lakukannya saat ini, Sri tidak tau, hanya saja dia sudah memutuskan dan ingin mengambil jalan ini untuk membahagiakan ibunya.
'Jika ada cara lain untuk membahagiakan sang ibu selain harus menikah dengan tua bangka itu, kenapa tidak?' kata kata Tutik yang satu itu terus terngiang ngiang dalam kepalanya di sepanjang jalan dia menjauh dari rumah dan hanya pasrah mau di bawa kemana oleh sahabatnya itu.