NovelToon NovelToon
Segel Cahaya: Putri Yang Terlupakan

Segel Cahaya: Putri Yang Terlupakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Fantasi Wanita
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: monoxs TM7

Di bawah cahaya bulan, istana di lembah tersembunyi menjadi saksi kelahiran seorang bayi istimewa. Erydan dan Lyanna, pengemban Segel Cahaya, menyambut putri mereka dengan perasaan haru dan cemas.

"Dia adalah harapan terakhir kita," ujar Erydan, matanya menatap tanda bercahaya di punggung kecil bayi itu.

Lyanna menggenggam tangannya. "Tapi dia masih bayi. Bagaimana jika dunia ini terlalu berat untuknya?"

Erydan menjawab lirih, "Kita akan melindunginya."

Namun di kejauhan, dalam bayang-bayang malam, sesuatu yang gelap telah bangkit, siap mengincar pewaris Segel Cahaya: Elarya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon monoxs TM7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2: Pencarian Dimulai

Elarya memandang lembah yang selama ini menjadi rumahnya dengan rasa haru yang sulit diungkapkan. Selama bertahun-tahun, lembah ini adalah tempat di mana ia merasa aman, jauh dari kerumitan dunia luar. Namun, semakin lama, ia semakin merasa terkurung dalam bayang-bayang perlindungan orang tuanya. Keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang dunia luar telah membara di dalam dirinya.

Sore itu, Elarya berjalan pelan menuju hutan yang terletak di pinggiran lembah, tempat yang selalu dilarang oleh orang tuanya. Hutan ini dikenal dengan nama Hutan Terlarang, sebuah wilayah yang katanya dipenuhi dengan makhluk-makhluk yang terlupakan oleh cahaya, dan bahkan orang tuanya sering memperingatkan agar ia tidak mendekat. Namun, entah mengapa, ada sesuatu yang menarik Elarya untuk pergi ke sana.

Setiap langkahnya terasa lebih berat, seolah bumi di bawah kakinya berusaha menahannya. Namun, tekadnya lebih besar. Hutan ini tampak berbeda dari yang ia bayangkan—tak seperti hutan biasa yang rimbun, hutan ini dipenuhi dengan aura misterius, seolah pohon-pohon besar itu menyimpan rahasia gelap yang siap dibuka. Elarya terus melangkah meski hati kecilnya berteriak untuk kembali.

Setelah beberapa saat, ia tiba di sebuah clearing yang dipenuhi cahaya lembut. Di tengahnya, berdiri seorang pemuda dengan rambut hitam legam yang panjang dan pakaian gelap, tampak seperti bagian dari hutan itu sendiri. Wajahnya tampak asing, namun ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Elarya merasa seperti dia sudah mengenalnya sejak lama.

"Aku tahu kamu akan datang," kata pemuda itu dengan suara rendah, hampir berbisik, namun terdengar jelas di telinga Elarya.

"Siapa... siapa kamu?" tanya Elarya, suaranya bergetar meskipun ia berusaha keras untuk tetap tenang.

Pemuda itu tersenyum samar. "Aku Kael. Aku datang untuk membantumu."

Elarya mengerutkan kening. "Membantu? Membantuku dengan apa?"

Kael berjalan mendekat, langkahnya tenang namun penuh ketegasan. "Dengan takdirmu," jawabnya. "Kamu tidak tahu betapa besar kekuatan yang ada padamu. Tapi, kamu akan segera memahaminya."

Elarya mundur selangkah, matanya waspada. "Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan. Aku tidak membutuhkan bantuan dari orang asing."

Kael menatapnya dengan tajam, dan ada kedalaman yang sulit dijelaskan dalam matanya. "Kekuatan yang ada dalam dirimu bukanlah sesuatu yang bisa kamu hindari. Itu adalah segel yang telah diwariskan kepadamu, dan dunia di luar sana mulai mencarinya."

"Segel?" Elarya bingung. "Apa maksudmu dengan segel?"

Kael menghela napas dan mengangkat tangan. Seketika, sebuah kilatan cahaya muncul di udara, lalu menghilang begitu cepat. "Itulah kekuatan yang ada dalam dirimu, kekuatan yang dilindungi oleh keluargamu selama bertahun-tahun. Kekuatan cahaya yang dapat menyelamatkan atau menghancurkan dunia."

Elarya terdiam, kebingungannya semakin dalam. "Kekuatan cahaya? Aku tidak mengerti."

Kael mendekat, kali ini dengan ekspresi yang lebih serius. "Kamu tidak hanya dilahirkan dengan kekuatan itu, Elarya. Kamu adalah pewaris Segel Cahaya. Dunia akan segera membutuhkanmu, dan aku di sini untuk membimbingmu."

Tiba-tiba, bayangan gelap menyelimuti sekeliling mereka, dan Elarya bisa merasakan adanya ancaman. Suara derap kaki yang berat terdengar di kejauhan. Kael seolah merasakannya juga, wajahnya yang biasa tenang kini terlihat cemas.

"Kita harus pergi," kata Kael cepat, menarik tangan Elarya dan membawanya menuju tepi hutan. "Kegelapan mulai mendekat."

Elarya hanya bisa mengikuti langkah Kael, meski hatinya penuh dengan kebingungannya. Siapa dia sebenarnya? Mengapa dia tahu tentang dirinya? Dan mengapa tiba-tiba segel cahaya yang tidak pernah ia ketahui menjadi begitu penting?

Namun, saat mereka berlari, Elarya melihat sekelilingnya. Hutan yang tadinya tenang kini terasa dipenuhi dengan ancaman. Bayangan yang tampak bergerak-gerak di antara pepohonan seolah ingin menangkap mereka. Kael menariknya semakin cepat, dan Elarya bisa merasakan energi asing yang mengalir di udara, sebuah energi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Akhirnya, mereka tiba di pinggiran hutan, tempat yang lebih terbuka. Kael berhenti sejenak, menarik napas panjang, lalu menatap Elarya dengan serius. "Kita tidak punya banyak waktu. Dunia luar sudah mulai hancur, dan jika kamu tidak segera memahami kekuatanmu, semuanya akan terlambat."

Elarya merasakan kepanikan yang mulai merayapi dirinya. "Apa yang harus aku lakukan? Aku... aku bahkan tidak tahu siapa diriku sebenarnya."

Kael menatapnya dengan penuh pengertian. "Aku akan mengajarkanmu, tapi kamu harus siap. Kekuatan ini bukanlah sesuatu yang mudah. Kamu harus mempersiapkan dirimu, dan itu dimulai sekarang."

Elarya merasa perasaan campur aduk di dalam hatinya—takut, bingung, namun juga ada sesuatu yang mendorongnya untuk melangkah lebih jauh. Selama ini, ia selalu merasa ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang lebih besar dari dirinya, dan sekarang, dengan kata-kata Kael, ia merasa seperti mulai mendapatkan potongan-potongan dari teka-teki itu.

"Jika kamu siap," lanjut Kael, "perjalanan ini akan mengubah hidupmu selamanya."

Elarya menatap Kael dengan tekad yang baru, meski masih banyak ketakutan di dalam dirinya. "Aku siap."

Elarya berlari mengikuti Kael, menembus hutan yang semakin gelap. Suara langkah kaki mereka terdengar cepat dan terengah-engah, sementara bayangan mengerikan mulai bergerak lebih dekat, mengikuti mereka dengan kecepatan yang hampir tidak bisa dijangkau. Hatinya berdetak keras, bukan hanya karena kelelahan, tetapi juga karena ketegangan yang semakin memuncak di sekeliling mereka.

"Apa itu?" Elarya berteriak, suaranya hampir tenggelam oleh suara gesekan ranting dan daun yang dipijak oleh bayangan-bayangan itu.

Kael tidak menjawab dengan kata-kata, hanya menggenggam tangan Elarya lebih erat, menariknya lebih cepat menuju tempat yang lebih terbuka. Mereka terus berlari, dan Elarya merasakan angin dingin yang menyapu wajahnya. Di tengah ketakutannya, ada satu hal yang semakin ia sadari—perasaan yang tak bisa ia jelaskan, perasaan seolah dirinya adalah bagian dari kekuatan yang lebih besar, lebih gelap, dan lebih terang.

"Ini adalah awal dari perjalananmu, Elarya," kata Kael dengan suara berat dan tegas saat mereka berhenti di sebuah tepi hutan yang terbuka. Kael menarik napas dalam, menenangkan dirinya, sebelum menoleh ke arah Elarya dengan tatapan yang tajam namun penuh pengertian. "Mereka—makhluk-makhluk itu—adalah bagian dari kegelapan yang sedang mengancam dunia kita. Tapi kekuatan yang kamu miliki bisa menahan mereka... jika kamu memahaminya."

Elarya masih terengah-engah, mencoba menangkap semua kata-kata Kael. Ia ingin berbicara, bertanya lebih banyak, tetapi pikirannya begitu penuh dengan kegelisahan dan kebingungannya sendiri. "Aku... Aku tidak mengerti," katanya dengan suara gemetar. "Apa yang terjadi dengan aku? Kekuatan apa yang kamu bicarakan? Aku tidak tahu apapun tentang itu. Kenapa aku harus—"

"Sshhh..." Kael memotong, menatap Elarya dengan intens. "Dengarkan aku. Kekuatan yang ada dalam dirimu adalah sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang bisa menyelamatkan dunia dari kehancuran. Tapi itu juga bisa menghancurkanmu, jika kamu tidak tahu bagaimana mengendalikannya."

Elarya merasa dada dan tenggorokannya terasa sesak. "Menghancurkan diriku?" tanyanya, hampir tidak percaya. "Aku... aku tidak ingin menghancurkan siapa pun."

Kael mengangguk pelan, ekspresinya serius. "Kekuatan ini bukanlah tentang kehendak pribadi. Ini tentang keseimbangan. Dunia kita dibangun oleh dua kekuatan yang sangat berbeda—cahaya dan bayangan. Cahaya membawa kehidupan, tetapi bayangan menjaga agar dunia tetap berada dalam keteraturan. Keduanya saling bergantung, tapi jika salah satu kekuatan ini hilang atau rusak, kehancuran akan datang."

Elarya mengalihkan pandangannya ke hutan di sekitar mereka, seolah berharap bisa melihat sesuatu yang menjelaskan semua kata-kata Kael. "Tapi aku... aku tidak tahu apa-apa tentang itu. Orang tuaku... mereka tidak pernah memberitahuku apapun tentang ini."

"Karena mereka takut," kata Kael, nada suaranya tajam, seperti pisau yang memotong ketegangan di udara. "Mereka takut akan kekuatanmu. Mereka tahu betapa besar beban yang harus kamu tanggung. Dan mereka tahu bahwa jika kamu memahami siapa dirimu, kamu akan dipaksa untuk memilih. Apakah kamu akan menjaga keseimbangan dunia ini, ataukah kamu akan membiarkan kegelapan merusak segalanya?"

Elarya menarik napas panjang, merasa kata-kata itu mengguncang dunia yang selama ini ia kenal. "Aku... aku hanya seorang gadis biasa. Aku tidak punya kekuatan apa-apa."

Kael mendekat, mengangkat tangannya dan meletakkannya di bahu Elarya dengan lembut. "Itu yang mereka pikirkan. Mereka tidak tahu bahwa kamu lebih dari itu. Segel Cahaya ada dalam dirimu. Itu adalah kekuatan yang sangat kuno, yang hanya diwariskan kepada mereka yang dipilih oleh takdir. Hanya mereka yang memiliki darah yang tepat, yang bisa mengendalikan kekuatan ini."

"Aku dipilih oleh takdir?" Elarya bertanya, suara herannya bergema. "Tapi aku tidak merasa istimewa."

"Karena selama ini, kamu hanya mengetahui sebagian kecil dari dirimu," kata Kael, dengan senyum samar yang menyiratkan kedalaman yang tidak bisa dijelaskan. "Tapi sekarang kamu akan mempelajari semuanya. Tidak ada yang bisa menghentikan takdirmu, Elarya. Tidak ada yang bisa mengubah kenyataan bahwa kamu adalah pewaris Segel Cahaya."

Elarya menutup matanya sejenak, merasakan angin yang berhembus lembut, namun dalam hatinya, ada badai yang bergemuruh. Selama ini, ia merasa seperti ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Sesuatu yang lebih besar dari sekadar kenyataan sehari-hari, sesuatu yang lebih kuat dari sekadar batasan yang dikenakan oleh orang tuanya.

"Jadi... apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyanya dengan suara pelan, meski masih ada keraguan di dalam dirinya.

Kael menatapnya dengan penuh tekad. "Kamu harus belajar mengendalikan kekuatanmu. Itu dimulai dengan perjalanan kita. Kita akan menuju ke tempat yang sangat jauh dari sini. Di sana, kamu akan bertemu dengan para penjaga kekuatan, mereka yang dapat membantumu memahami segel yang ada dalam dirimu."

"Penjaga kekuatan?" Elarya bertanya, kebingungan kembali muncul di wajahnya.

"Ya," jawab Kael, menatap ke arah jalan yang terbuka di depan mereka. "Mereka adalah orang-orang yang telah hidup selama berabad-abad, yang menjaga keseimbangan dunia ini. Mereka akan mengajarkanmu cara mengendalikan segel itu. Tapi perjalanan ini tidak akan mudah. Kekuatan kegelapan semakin kuat, dan waktu kita semakin terbatas."

Elarya menatap ke kejauhan, hatinya masih dipenuhi rasa cemas dan ketakutan. Namun, ada sesuatu dalam kata-kata Kael yang mendorongnya untuk melangkah maju. Mungkin ini saatnya untuk mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Mungkin inilah saat yang ditunggu-tunggu, meski perjalanan ini penuh dengan risiko yang tidak dapat ia bayangkan.

"Baiklah," kata Elarya akhirnya, suara tegas meski sedikit bergetar. "Aku siap."

Kael tersenyum tipis, dan tanpa berkata apa-apa lagi, ia melangkah maju. Elarya mengikutinya, meskipun masih ada banyak pertanyaan yang tak terjawab di benaknya. Hutan yang gelap dan penuh dengan misteri itu kini terasa lebih menakutkan, tetapi Elarya tahu bahwa apa pun yang menanti di depan, ia tidak akan pernah bisa kembali ke kehidupannya yang dulu. Dunia ini, dan dirinya sendiri, telah berubah selamanya.

Saat mereka melangkah lebih jauh, bayangan-bayangan di sekitar mereka seolah mulai menghilang, namun dalam hati Elarya, ketegangan semakin meningkat. Perjalanan panjang ini baru saja dimulai, dan tak ada yang tahu seberapa besar tantangan yang akan mereka hadapi.

---

Langkah kaki mereka semakin mantap, dan hutan yang semula tampak gelap kini sedikit lebih terbuka, seiring mereka menjauh dari tempat yang penuh ancaman tadi. Namun, perasaan aneh yang menguasai Elarya belum juga hilang. Ada perasaan terasing dan takut yang datang bersamaan dengan rasa penasaran yang mengguncang hatinya. Ia menatap Kael yang berjalan di depannya dengan wajah serius, seolah dunia ini tidak lebih dari sebuah teka-teki yang harus dipecahkan.

Tiba-tiba, Kael berhenti, membuat Elarya terkejut. Ia mendongak dan mendapati bahwa mereka sudah tiba di pinggiran hutan yang lebih terbuka. Di hadapan mereka terbentang sebuah lembah luas dengan pemandangan yang menakjubkan—bukit-bukit hijau yang terhampar dengan lembut, udara segar yang berhembus dari arah timur, dan langit yang mulai memudar dengan warna merah keemasan dari matahari yang terbenam.

Namun, suasana itu justru membuat Elarya semakin ragu. Ia merasa seperti berada di tempat yang sangat jauh dari rumah, dari kenyamanan yang selama ini ia rasakan. "Kael," ia memanggil pelan, "Kamu bilang kita harus belajar mengendalikan segel itu. Tapi... aku masih bingung. Apa yang sebenarnya aku hadapi? Apa yang akan terjadi jika aku tidak bisa mengendalikannya?"

Kael berbalik, menatapnya dengan intens. "Kekuatan yang ada dalam dirimu sangat besar, Elarya. Jika kamu tidak bisa mengendalikannya, dunia ini bisa kehilangan keseimbangannya. Bayangkan saja dunia yang tenggelam dalam kegelapan, kehilangan cahaya yang selama ini menjaga kehidupan." Kael berbisik, seolah takut ada yang mendengarnya. "Dan kekuatan itu... kegelapan itu... tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan segel yang ada dalam dirimu."

Elarya terdiam, mencoba mencerna kata-kata Kael. Namun, semakin ia berusaha mengerti, semakin banyak pertanyaan yang muncul. "Tapi kenapa aku? Kenapa aku yang harus memikul beban ini? Kenapa aku yang dilahirkan dengan segel itu?"

Kael menatapnya dengan tatapan yang tak terbaca. "Itulah pertanyaan yang selalu ada, Elarya. Tapi tak ada jawaban yang mudah. Kamu adalah pilihan takdir, dan takdir itu tidak selalu ramah. Dunia ini memiliki keseimbangannya sendiri. Jika satu bagian hilang, seluruh dunia akan hancur." Kael menarik napas dalam-dalam. "Dan kamu adalah kunci untuk menjaga keseimbangan itu."

Elarya merasa bingung dan tertekan. Selama ini, hidupnya terasa sederhana. Ia selalu merasa aman di lembah, dikelilingi oleh orang tuanya yang melindunginya. Kini, kenyataan itu mulai runtuh begitu saja, dan ia harus menghadapi sesuatu yang jauh lebih besar dari yang pernah ia bayangkan. Keputusan yang harus ia buat bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk seluruh dunia.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyanya dengan suara pelan, yang hampir tertutup oleh gemuruh angin.

Kael menyeringai, meskipun senyumnya terasa lebih seperti pelindung daripada penghibur. "Kamu harus belajar dari para penjaga. Mereka yang menjaga cahaya dan bayangan sejak zaman dahulu. Mereka akan membimbingmu, membantu kamu untuk mempelajari segel itu, dan apa yang harus dilakukan."

Elarya mengangguk pelan, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia bisa menghadapi apa pun yang akan datang. "Kapan kita berangkat?"

"Besok," jawab Kael singkat, kemudian melangkah maju, memimpin Elarya menuruni lembah. "Kita harus bergegas. Waktu tidak akan menunggu."

Dengan langkah cepat, mereka mulai berjalan, meninggalkan tempat yang masih memendam banyak pertanyaan dalam hati Elarya. Sepanjang perjalanan, Elarya merasakan dunia yang familiar perlahan menjauh, digantikan dengan jalan-jalan yang tidak pernah ia kenal. Ia ingin bertanya lebih banyak, namun suasana malam yang semakin gelap membuatnya sadar bahwa perjalanan mereka membutuhkan fokus penuh.

Malam itu, mereka berhenti di sebuah tempat terbuka, di mana Kael membuat api unggun. Elarya duduk di dekatnya, sementara Kael menyiapkan beberapa bahan untuk makan malam. Keheningan malam memberi ruang bagi pikiran Elarya untuk berkembang, berusaha menghubungkan semua potongan-potongan puzzle yang didapat dari percakapan dengan Kael. Ada banyak hal yang tidak bisa ia pahami, namun ia merasa bahwa satu-satunya cara untuk menemukan jawabannya adalah dengan terus berjalan, mengikuti Kael, mengikuti takdir yang sepertinya sudah ditentukan sejak lama.

Ketika Kael selesai menyiapkan makanan, ia duduk di sebelah Elarya, menatap api unggun yang menyala. "Kamu tidak harus tahu segalanya sekarang," kata Kael setelah beberapa saat hening. "Segala sesuatu butuh waktu untuk dipahami. Kamu akan belajar lebih banyak setiap hari. Dan aku akan membantumu."

Elarya menatap Kael. Ada rasa kepercayaan yang tumbuh dalam dirinya meskipun ia tidak sepenuhnya tahu siapa Kael sebenarnya. Namun, ia tahu satu hal: Kael adalah orang yang memiliki pengetahuan lebih banyak tentang dunia ini daripada dirinya. Ia mungkin bisa memberinya petunjuk untuk menemukan jalan yang benar.

"Terima kasih," kata Elarya pelan. "Aku takut, Kael. Aku takut aku tidak cukup kuat untuk menghadapi ini."

Kael menatapnya, matanya penuh pengertian. "Tidak ada yang terlahir kuat, Elarya. Semua orang punya ketakutannya masing-masing. Yang penting adalah bagaimana kita menghadapinya. Kekuatanmu bukan hanya tentang segel yang ada dalam dirimu, tapi tentang tekadmu untuk tetap berdiri meskipun semuanya terasa berat."

Elarya menunduk, merenung. Kata-kata Kael seolah menembus hatinya. Ia tahu bahwa ini baru permulaan dari perjalanan panjang yang penuh dengan ketidakpastian. Namun, ia juga tahu bahwa untuk pertama kalinya, ia merasa tidak sendirian. Ia merasa seolah ada harapan, meskipun kabut ketakutan masih menyelubungi.

Malam itu, Elarya terbaring dengan perasaan campur aduk. Saat matanya terpejam, ia mencoba membayangkan dunia yang Kael ceritakan—dunia yang terancam kehilangan keseimbangan, dunia yang membutuhkan kekuatan segel cahaya untuk bertahan. Apakah dia akan cukup kuat? Apakah dia mampu menghadapi kenyataan yang begitu besar dan mengubah takdirnya sendiri?

Hanya waktu yang akan menjawab.

---

1
Murni Dewita
👣
monoxs TM7: terimakasih sudah berkunjung
total 1 replies
Amanda
Memberi dampak besar
monoxs TM7: terimakasih sudah berkunjung
total 1 replies
Odette/Odile
Kereen! Seru baca sampe lupa waktu.
monoxs TM7: terimakasih sudah berkunjung
total 1 replies
Ainun Rohman
Karakternya juara banget. 🏆
Zxuin: bagus
monoxs TM7: terimakasih sudah berkunjung
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!