Kelahiran Gara menjadi pertanda karena bertepatan dengan kematian Hybrid yang telah membawa malapetaka besar untuk daratan barat selama berabad-abad. Pertanda itu semakin mengkhawatirkan pihak kerajaan ketika ia belum mendapatkan jati dirinya diusia 7 tahun. Mendengar kabar itu, pemerintah INTI langsung turun tangan dan mengirimkan Pasukan 13 untuk membawanya ke Negeri Nitmedden. Namun Raja Charles menitahkan untuk tidak membawa Gara dan menjamin akan keselamatan bangsa Supernatural. Gara mengasingkan diri ke Akademi Negeri Danveurn di wilayah Astbourne untuk memulai pencarian jati dirinya.
Akankah Gara mendapatkan jati dirinya? Bagaimana kehidupan asramanya di Akademi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cutdiann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 15: A LETTER FROM BROTHER.
Sungainya terbilang jauh. Cukup jauh sampai kami semua kelelahan. Kami sampai beberapa waktu lalu.
Semuanya kagum dengan penampakan alam Astbourne yang indah. Bagaimana tidak, sungainya yang besar dengan arus yang tenang membuat rasa lelah kami hilang begitu saja. Area ini juga merupakan area terbuka. Diseberang sungainya, terdapat sebuah ladang rumput yang membentang luas. Kami semua melihat tebing yang sangat tinggi dibelakang ladang rumput itu.
"Baiklah, lakukan tugas kalian. Tapi apa kalian yakin dengan cara kerja seperti ini?" Mr. Chairoz menunjuk anak laki-laki dan anak perempuan. "Kalian yakin memberikan semua pakaian itu pada tujuh anak perempuan?"
"Mereka berjumlah tujuh orang Mr. Chairoz, jika mereka tidak bisa melakukannya aku tidak sanggup pikir. Lagipula mereka tidak perlu kembali dua kali untuk mencuci" ucap Jack dengan jelas, seakan ingin didengar oleh para anak perempuan.
"Tentu saja kami bisa melakukannya. Aku pikir juga kalian tidak akan sanggup kembali dua kali untuk mengangkut air" Selena membalas dengan tatapan malas ke arah Jack dan anak laki-laki lain.
"Kita lihat siapa yang tidak akan sanggup melakukannya" ucap Jack.
"Ayo, kita lihat."
"Wow, kalian punya masalah?" Kaget Mr. Abraham. Namun tidak ada yang bersuara.
"Apapun itu, aku serahkan tugas ini pada kalian. Setelah kalian selesai mengangkut air satu kali, tunggu di sini sampai kami berdua kembali. Lakukan apa saja, tapi jangan kemana-mana" ucap Mr. Chairoz sambil memijat pelipisnya.
"Guru mau kemana?" Tanya Azalea Twyla dari Mermaid clan.
"Mengecek perbatasan, sepertinya beberapa burung mengganggu perlindungan Akademi. Kami pergi dulu, ya" ucap Mr. Abraham.
Dan seperti itulah, kedua guru itu meninggalkan kami sendirian disebuah tempat yang sangat asing. Tidak ada yang angkat bicara ketika guru benar-benar menghilang. Ah, aku tidak suka suasana seperti ini.
"Ayolah, jika kalian terus-terusan diam seperti ini, bagaimana air itu akan sampai ke rumah dan pakaian itu kembali bersih?" Ucapku sambil mengambil keranjang milik Selena, mengeluarkan baju-baju bersih yang ada dan meletakkannya disebuah batu besar didekat kami.
Aku melepaskan pakaianku begitu saja, kecuali celanaku, dan meletakkannya didalam keranjang tadi yang sudah kosong. Di sana aku juga menemukan sebuah sabun dan penyikat. Seperti tanpa peduli menatap satu per satu dari mereka. Yang lain mulai bergerak, melakukan seperti yang aku lakukan.
"Haruskah aku yang menuntun kalian jika terus seperti ini?" Tanyaku ketika masih saja tidak ada yang bersuara.
"Kalian tidak masalah jika kami tidak memakai baju?" Tanyaku pada anak perempuan.
Mereka menggeleng sambil melihat kami perlahan, "Tidak, lagipula kita 'kan harus terbiasa." Begitu kata Aera dengan wajahnya yang memerah.
Carina Centaurus si Wizard dan Chandra Sovetsky si Mermaid tertawa tiba-tiba karna melihat wajah anak perempuan, "Lihat itu, mereka malu." Yang lain mulai ikut tertawa, begitu juga aku.
"Kami tidak malu" bantah Titania sambil melihat kearah lain.
"Ah, kalian tetap manis kok saat sedang malu" puji Ashla Lachelle si Angel, dan hal itu membuat anak perempuan semakin menjadi-jadi.
"Cukup, ayo kita kerja" kata Selena yang sudah lelah menahan wajahnya karna malu. Mereka membawa keranjang-keranjang yang sudah dipenuhi pakaian kotor itu ke pinggir sungai. Anehnya, di sana terdapat sebuah panggung papan yang cukup untuk banyak orang, seperti untuk menceburkan diri ke sungai. Mungkin benda itu sudah digunakan oleh para murid terdahulu kami.
"Bagaimana dengan celana kita? Ini 'kan juga harus dicuci" tanya Sullivan Balthazar dari Vampire clan.
"Aku juga penasaran, bagaimana dengan anak perempuan? Mereka 'kan juga akan mencuci pakaian mereka" tambah Archer Vulpecula si Demon.
"Haruskah mereka telanjang?" Pertanyaan Zeracha Gotzone si Angel membuat aku dan anak laki-laki lain terkejut.
Chlea menghela nafas, "Tidak mungkin itu terjadi, kita harus melakukan sesuatu."
"Tapi, hei, jika mereka harus terbiasa dengan kita, kenapa kita tidak bisa terbiasa dengan mereka juga?" Ide itu muncul tiba-tiba dikepala Xavier.
"Kau kadang punya otak yang bisa bekerja dengan benar" puji Dylan sambil menepuk bahu Xavier.
"Mereka perempuan. Dan mereka punya sesuatu yang tidak boleh dipertunjukkan. Ingat itu" begitu kalimat dari Castiel.
Vector Santiago si Vampire mengangguk setuju, "Kau benar. Kita harus meminjamkan mereka baju kita selagi mereka mencuci."
"Yasudah, berikan baju siapa saja kepada mereka" ucap Lynx Propagandovich si Wizard.
Libra Zalessky si Mermaid yang bergerak untuk memberikan anak perempuan beberapa baju dari kami. "Setelah kami pergi mengangkut air, kalian bergantilah untuk sementara, baju kalian 'kan juga harus dicuci."
Cassanda menerima baju-baju itu, "Terimakasih."
Begitu saja, kami pun mulai bergerak mengambil air disungai. Airnya dingin dan segar, sampai membuat sebagian ingin langsung menyeburkan diri ditengah-tengah sungainya. Setelah itu kami pergi mengikuti jalan yang sama.
"Kami akan segera kembali, jangan kemana-mana" ucapku pada anak perempuan yang menoleh melihat kami. Mereka hanya mengangguk. Kemudian kami benar-benar meninggalkan sungai.
Tentu, membutuhkan waktu yang juga cukup lama untuk sampai ke Akademi. Kami menampung semua air yang kami bawa ke sebuah tong kayu besar di perkebunan. Setelahnya, kami kembali.
Diperjalanan, semua orang terlihat mati rasa. Bagaimana tidak, jalan yang kami lewati memiliki tanjakan yang cukup membuat kami kelelahan. Dan saat itu aku merasakan sesuatu, namun tidak separah seperti kemarin. Sepertinya aku harus memangsa sesuatu sebelum terjadi hal yang tidak aku inginkan.
Aku melihat sekeliling, mereka benar-benar meninggalkanku sendirian. Hal itu tidak akan membuatku merasa terganggu.
Aku berjalan keluar jalan, memasuki hutan ketika mendengar semak-semak bergerak. Bukan seekor rusa, hanya ada kelinci hutan yang besar di sana. Dalam diam aku berjalan sangat pelan mendekatinya, lalu menerkam kelinci hutan itu dengan cepat. Tanpa aba-aba aku langsung memakannya hidup-hidup. Rasa laparku mulai menghilang. Aku mengangkat kepala kelinci hutan itu menggunakan telinganya.
Lihatlah, makhluk yang indah tadi hanya tinggal kepala.
Tiba-tiba sesuatu terdengar, seperti suara sekumpulan burung gagak yang datang. Aku pun menoleh keatas, pada dahan pohonnya yang dihinggapi beberapa burung gagak.
Tunggu... apa yang sedang aku lakukan?
Aku melihat sebuah benda ditanganku, dan tanah yang kududuki. Ah, sepertinya aku melupakannya lagi.
"Kau masih belum mengingat apa-apa?"
Aku mencobanya, tapi hal itu membuat kepalaku pusing.
"Tapi setidaknya kau akan langsung menyadari perbuatanmu."
Aku bangun dan mengambil emberku. Lalu dua ekor burung gagak menghampiriku. Aku mempersilahkan mereka bertengger ditangan kiriku yang memegang ember. Mereka burung gagak dewasa, tidak heran mereka sangat berat. Aku lebih penasaran kenapa burung gagak sangat mudah akrab seperti ini.
Saat mengusap kepala mereka, aku sadar ada sesuatu dimasing-masing kaki mereka. Itu terlihat seperti surat. Aku mengambil salah satu surat dari burung gagak yang memiliki sebuah besi dikakinya. Mungkin dia adalah peliharaan seseorang. Setelahnya aku membuka surat itu. Isinya adalah sebuah paragraf dengan tulisan yang sangat familiar bagiku.
Itu adalah tulisan kak Allegro!
Hal itu benar-benar membuat aku senang, kak Allegro mengirimkanku surat seperti yang ia katakan. Aku berbalik sambil mengusap bibirku dengan telapak tangan, lalu kembali ke setapak jalan untuk menuju sungai. Diperjalanan bersama dua burung gagak yang tidak ingin pergi, aku membaca surat dari kak Allegro.
...───────•••───────...
Claverdon.
Alystra, Urcmoonth.
Hai, adikku.
Aku tidak menghitung hari ketika kau pergi, aku tau aku bodoh. Tapi rasanya seperti sudah bertahun-tahun sejak kepergianmu. Aku merindukan kehadiranmu di Claverdon.
Kapan kau akan kembali? Pastinya waktu itu sangat lama, bukan? Aku harap aku bisa bertemu denganmu.
Jika itu terjadi, ceritakanlah hari-hari hebatmu di Akademi. Aku akan sangat senang hati duduk di depanmu dan mendengarkannya. Jika kau bertanya keadaan ayah dan ibu, merasa sangat baik, aku di sini menjaga mereka. Akhir-akhir ini ayah sangat sibuk menyiapkan penurunan tahtanya, dan ibu yang selalu bermain bersamaku ketika aku pulang dari Akademi. Aku menulis surat ini di tempat biasa kita menghabiskan waktu. Rasanya kosong tanpa ada kau yang menemani.
Aku benar-benar berharap bisa bertemu denganmu. Burung gagak ini milikku, paman Alex yang memberikannya, aku memberikan nama Light padanya, karna dia sangat cepat seperti cahaya. Jika kau ada waktu, tuliskanlah surat untukku.
Aku menyayangimu, Gara.
Allegro.
...───────•••───────...
Kak Allegro...
Aku juga sama, ingin bertemu denganmu. Aku akan membawa burung gagak milik kak Allegro dan akan menuliskan surat untuknya.
Tapi soal burung gagak yang satu ini, aku tidak tau ini milik siapa dan kepada siapa surat itu tertuju. Kita tidak boleh membaca surat orang lain, bukan?
Ah, aku akan membawanya juga.