Apa jadinya ketika seorang mantan Casanova jatuh cinta pada seorang gadis yang polosnya tingkat dewa?
"Kau tahu tidak apa artinya cinta?"
"Tahu,"
"Apa?"
"Kasih sayang dari orangtua pada anak mereka."
Jleebb
Akan bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Mampukah seorang CIO MORIGAN STOLLER menaklukkan hati sang pujaan hati yang terlalu lambat menyadari perasaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 6
Sreett
Cio langsung keluar dari mobil begitu sampai di depan kontrakan Elil. Ekspresi yang muncul di wajahnya tak terlukiskan dengan kata-kata. Namun, sorot matanya menunjukkan ada ketakutan yang tersimpan dibaliknya.
Tok tok tok
"Gadis bodoh! Cepat buka pintunya!" ucap Cio sambil menggedor pintu.
Hening. Tidak ada sahutan yang muncul saat Cio berteriak meminta Elil agar membuka pintu. Penasaran, dia memutuskan untuk mengintip lewat celah jendela. Sepi. Ke mana perginya gadis itu?
"Dia ke mana?"
"Maling ya?"
"Astaga!"
Hampir saja Cio terjengkang ke belakang saat seseorang tiba-tiba bicara dari arah samping. Segera setelah itu dia melayangkan tatapan menqhunus pada orang tersebut. "Kau setan ya?"
"Setan?"
Elil menunduk. Dia lalu menatap seksama kedua kakinya yang menapak tanah.
"Apa yang kau lihat?"
"Katamu aku ini setan. Kok kakiku tidak melayang? Kau salah sebut, Cio. Aku ini masih hidup. Bagaimana sih,"
Sudahlah, tak ada gunanya jika mendebat gadis ini. Ingat tujuannya datang kemari, Cio segera menarik tangan Elil kemudian memintanya membuka pintu. Setelah itu mereka masuk ke dalam.
Kruyukk kruyukk
"Hehe, perutku berdendang," ucap Elil seraya menampilkan cengiran khas di bibirnya.
"Apa yang kau beli?"
(Kenapa dia imut sekali saat sedang malu-malu begini? Jadi ingin menciumnya. Eh)
"Nasi goreng,"
"Makanan?"
"Memangnya ada ya binatang yang bernama nasi goreng?"
Cio kicep. Dia lalu membuang muka ke arah lain karena malu akan kebodohannya sendiri. Terlalu sering berinteraksi dengan Elil, sekarang dia jadi ikutan bodoh.
"Kau sudah makan belum?" tanya Elil. Sambil bersenandung, dia memindahkan nasi goreng ke dalam piring lalu menghirup aromanya. "Heumm, wangi sekali. Makan enak kita,"
"Kita?"
"Aku dan cacing-cacingku maksudnya. Hehe,"
"Huh," Cio mendengus. Ekor matanya kemudian melirik ke arah piring yang kini dipenuhi asap nasi goreng. Aromanya memang wangi, cukup menggugah selera. Mana kebetulan Cio belum sempat makan. Mendadak dia jadi lapar.
Kruyuukk
"Nah, lapar 'kan?" olok Elil sambil menunjuk perut Cio yang baru saja berbunyi. Dia lalu terkikik, merasa lucu. "Mau aku suapi tidak? Nasi goreng ini sangat enak lho. Biasanya Ilona tak cukup satu bungkus saja sekali makan. Sungguh,"
"Untukmu saja. Aku tidak terbiasa makan makanan ... hppttt!"
Belum juga Cio selesai bicara, mulutnya sudah lebih dulu dijejali nasi goreng yang masih panas. Sontak perbuatan Elil membuatnya kelabakan. Namun, yang terjadi selanjutnya membuat tubuh Cio membeku di tempat. Gadis ini ....
"Dulu saat aku makan makanan yang masih panas, Ayah pasti selalu meniup mulutku seperti ini. Katanya biar lambungku tidak meleleh," Elil bernostalgia sambil meniup nasi goreng di mulut Cio. Setelah itu dia mendekatkan wajahnya ke depan, merasai apakah masih ada hawa panas atau tidak. "Sudah dingin. Kau bisa menelannya sekarang,"
"M-masih panas. Tiup lagi," ucap Cio tiba-tiba oleng. Dia bicara tanpa sadar.
"Oh baiklah,"
Pemandangan saat ini sungguh lucu. Cio yang sedang membuka mulutnya yang terisi makan, berhadapan dengan Elil yang dengan sabar meniupkan udara untuk mengurangi hawa panas di mulutnya. Sebenarnya sudah tak sepanas yang kalian kira, hanya Cio tiba-tiba ingin melakukannya. Dia suka dengan cara Elil yang blak-blakkan begini.
"Enak tidak?" tanya Elil. Dia kini sudah sibuk mengunyah nasi goreng untuk menenangkan para cacing yang sedang berdemo di dalam perut.
"Enak. Apalagi setelah ditiup olehmu. Rasanya jadi semakin enak,"
"Aneh. Kenapa bisa begitu ya? Memangnya kau tidak jijik?"
"Aku bahkan pernah menikmati sesuatu yang jauh lebih menjijikkan lagi dari sekadar ditiup seperti tadi,"
"Memakan bangkai maksudnya?"
Uhuk uhuk uhuk
Nasi goreng di mulut Cio langsung menyembur keluar saat dia terbatuk mendengar perkataan Elil. Memakan bangkai? Yang benar saja. Dia bukan kanibal. Astaga.
"Minum minum. Tidak lucu seorang pengangguran mati karena tersedak nasi goreng,"
"Elil?"
"Apa?"
"Ibu bilang kau tidak mau menikah denganku. Kenapa?"
Tangan Elil yang hendak menyuapkan makanan ke dalam mulut langsung terhenti begitu Cio menanyakan penolakannya soal pernikahan mereka. Dia lalu mengerutkan kening, heran akan kebodohan yang ditujukkan oleh laki-laki tersebut.
"Kenapa reaksimu seperti itu? Ada yang salah memang dengan pertanyaanku?" tanya Cio heran sendiri melihat cara Elil menatapnya.
"Tidak salah kok, cuma bingung saja."
"Bingung? Bingung kenapa?"
"Wajar kalau aku menolak menikah denganmu. Kau itukan pengangguran. Menikah hanya akan membuat bebanku bertambah. Makanya aku bilang pada Bibi Patricia agar kita dipisahkan saja. Aku ini miskin, masa iya harus menafkahimu yang tidak bekerja? Itu sial namanya."
Cio bagai terjungkal, terbalik, terguling, terjerembab saat mendengar penjelasan Elil yang menganggap dirinya sebagai beban. Beban? Hahaha, seorang Cio Morigan Stoller menjadi beban? Tuhan, adalah makhluk ciptaanmu yang jauh lebih buruk daripada gadis ini? Cio sungguh takjub. Kemampuan Elil dalam menjatuhkan harga diri laki-laki sungguh sangat mengerikan. Skill yang gadis ini miliki membuat seorang Cio tak mampu berkata-kata lagi.
"Sudah jangan meratapi kegagalan pernikahan kita lagi. Saranku lebih baik kau segera mencari pekerjaan dan menata masa depan. Wanita zaman sekarang itu mata duitan. Kalau kau tidak punya uang, siapa yang mau menikah denganmu," ucap Elil memberikan petuah bijak pada Cio yang terlihat murung. Dengan penuh perhatian dia kembali menyuapi nasi goreng, cukup iba akan nasibnya yang seorang pengangguran. "Atau kalau kau mau, aku bisa membantu menanyakan pekerjaan pada Tuan Andreas. Siapa tahu di kantor masih ada lowongan sebagai cleaning servis. Gajinya lumayan lho,"
Jika tadi Cio dibuat kehilangan harga diri, kini dia ingin sekali menangis saat Elil menawarkan pekerjaan sebagai cleaning servis. Bayangkan! Cleaning servis! Di perusahaan, Cio adalah bos besar yang disegani oleh banyak orang. Tetapi di mana gadis ini kenapa dia terlihat begitu miskin dan kasihan? Apakah Elil tidak bisa mencium aroma kekayaan yang melekat kuat di tubuhnya?
"Akhirnya kenyang juga. Lapar hilang, hati pun senang," ucap Elil sambil mengusap perutnya yang menggendut.
"Jika aku bilang aku ini adalah seorang bos, apakah kau akan percaya?" tanya Cio dengan raut wajah yang begitu frustasi.
"Tentu saja tidak. Mana ada bos yang kerjanya cuma marah-marah lewat telepon dan menghabiskan waktu di rumah? Kau ini ada-ada saja,"
"Jadi di matamu aku ini adalah seorang pengangguran?"
Tanpa ragu Elil mengangguk.
"Tentang mobilku yang adalah keluaran terbaru, menurutmu itu berasal dari mana?"
"Mobil itu pasti milik Paman Junio. Dilihat dari tampangmu rasanya mustahil sekali kau punya uang untuk membeli mobil. Tapi tidak apa-apa, kau tidak perlu berkecil hati. Masih mending dirimu ketimbang aku. Sudah miskin, yatim piatu pula. Setidaknya kau masih punya harta orang tua yang bisa dinikmati, tidak sepertiku yang apa-apa harus berjuang sendiri. Hehe,"
Cio tertegun. Ternyata dia benar-benar mengenaskan.
***
cio bukan pengangguran 😀
tapi sayang banyak cerita yg belum selesai
Namun meski begitu aku selalu setia dgn karya2 nya....