Dina, seorang janda muda, mencoba bangkit setelah kehilangan suaminya. Pertemuan tak terduga dengan Arga, pria yang juga menyimpan luka masa lalu, perlahan membuka hatinya yang tertutup. Lewat momen-momen manis dan ujian kepercayaan, keduanya menemukan keberanian untuk mencintai lagi. "Janda Muda Memikat Hatiku" adalah kisah tentang cinta kedua yang hadir di saat tak terduga, membuktikan bahwa hati yang terluka pun bisa kembali bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17: Ikatan Tak Terputus
Hidup mulai terasa lebih stabil bagi Dina dan Arga setelah mereka memutuskan untuk memberi hubungan mereka kesempatan kedua. Namun, di balik kebahagiaan yang mereka bangun, mereka tahu ada banyak hal yang harus mereka hadapi bersama.
Malam itu, Dina duduk di ruang tamu apartemennya, menatap layar laptop dengan cemas. Ia baru saja menerima email dari kantornya di luar negeri yang memintanya untuk kembali lebih cepat dari jadwal. Proyek besar menantinya, dan tanggung jawab itu tidak bisa diabaikan.
Arga, yang sedang sibuk dengan ponselnya di sudut ruangan, melirik Dina dengan ekspresi penuh tanya. “Kamu kelihatan gelisah. Ada apa?” tanyanya sambil mendekati Dina.
Dina menghela napas panjang. “Aku baru saja dapat kabar dari kantor. Mereka butuh aku kembali dalam waktu dua minggu.”
Arga terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi itu. “Dua minggu? Itu lebih cepat dari yang kita rencanakan.”
Dina mengangguk pelan. “Aku tahu. Aku juga belum siap meninggalkan semuanya, termasuk kamu.”
Arga duduk di sebelah Dina, menggenggam tangannya dengan lembut. “Aku tahu ini tidak mudah, tapi aku mendukung apapun yang kamu putuskan. Kita sudah melewati banyak hal untuk sampai ke titik ini, Dina. Aku tidak ingin jarak memisahkan kita lagi.”
---
Dua minggu berlalu dengan cepat. Dina memutuskan untuk kembali ke luar negeri, tetapi kali ini dengan perasaan yang berbeda. Hubungannya dengan Arga memberi warna baru dalam hidupnya, membuatnya merasa lebih kuat menghadapi tantangan.
Malam sebelum keberangkatannya, Arga mengajak Dina makan malam di restoran kecil favorit mereka. Di meja sudut yang remang, mereka berbicara tentang masa depan dengan penuh harapan.
“Kita akan tetap sering berkomunikasi,” kata Dina, mencoba terdengar optimis.
“Tentu saja,” balas Arga sambil tersenyum. “Aku akan memastikan kita tetap terhubung, meskipun jarak memisahkan.”
Namun, di balik kata-kata itu, ada kekhawatiran yang tidak terucap. Mereka tahu bahwa hubungan jarak jauh membutuhkan usaha ekstra, dan tidak ada yang bisa menjamin keberhasilannya.
---
Hari keberangkatan tiba, dan Arga mengantar Dina ke bandara. Ketika saatnya tiba untuk mengucapkan selamat tinggal, Dina merasa hatinya berat.
“Jaga dirimu di sana,” kata Arga sambil memeluk Dina erat.
“Kamu juga. Jangan lupa untuk tetap makan tepat waktu,” balas Dina dengan suara bergetar.
Mereka saling melepaskan pelukan dengan enggan, dan Dina berjalan menuju gerbang keberangkatan dengan air mata yang mengalir di pipinya.
---
Hari-hari pertama tanpa Dina terasa hampa bagi Arga. Ia mencoba mengalihkan perhatian dengan fokus pada pekerjaannya, tetapi tidak bisa menghilangkan rasa rindu yang terus menghantuinya.
Di sisi lain, Dina juga merasakan hal yang sama. Meski pekerjaannya menyibukkan, ia sering kali merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Setiap malam, mereka berbicara melalui video call, mencoba mengisi kekosongan itu dengan suara dan senyuman masing-masing.
Namun, seiring berjalannya waktu, tantangan mulai muncul. Perbedaan zona waktu membuat komunikasi mereka tidak selalu berjalan lancar. Dina sering kali merasa lelah setelah bekerja seharian, sementara Arga sibuk dengan bisnisnya yang sedang berkembang pesat.
Suatu malam, Dina merasa frustrasi karena panggilan mereka terputus di tengah percakapan. “Aku merasa kita semakin jauh, Arga,” katanya dengan nada sedih.
“Aku juga merasakannya, Dina. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana,” balas Arga dengan suara pelan.
Percakapan itu berakhir tanpa solusi, meninggalkan keduanya dengan perasaan yang campur aduk.
---
Meski begitu, Arga dan Dina tidak menyerah. Mereka mulai mencari cara untuk menjaga hubungan mereka tetap hidup. Dina mulai menulis surat untuk Arga setiap minggu, berbagi tentang hari-harinya, mimpi-mimpinya, dan perasaannya. Arga, di sisi lain, sering mengirimkan paket kejutan berisi barang-barang kecil yang mengingatkan Dina pada rumah.
“Suratmu membuatku merasa lebih dekat denganmu,” kata Arga suatu malam.
“Aku juga merasa seperti itu. Menulis surat membuatku ingat betapa pentingnya kamu dalam hidupku,” jawab Dina dengan senyuman.
Perlahan, mereka menemukan ritme baru dalam hubungan mereka. Meski tidak sempurna, mereka belajar untuk menghargai setiap momen yang mereka miliki bersama, baik itu melalui panggilan singkat maupun surat yang datang dengan penuh cinta.
---
Beberapa bulan kemudian, Dina menerima kabar baik dari kantornya. Mereka memberinya kesempatan untuk bekerja dari jarak jauh, memungkinkan Dina untuk kembali ke kota tempat Arga tinggal.
“Kamu serius?” tanya Arga dengan mata berbinar saat Dina memberitahunya kabar itu.
“Ya, aku akhirnya bisa pulang,” jawab Dina dengan senyum lebar.
Hari itu menjadi salah satu momen paling bahagia bagi mereka. Dina merasa bahwa perjuangan mereka tidak sia-sia, dan Arga merasa bahwa impian mereka untuk bersama akhirnya menjadi kenyataan.
---
Ketika Dina kembali ke kota, hubungan mereka terasa lebih kuat dari sebelumnya. Mereka belajar dari kesalahan masa lalu dan berusaha membangun masa depan bersama dengan lebih matang.
Suatu sore, saat mereka berjalan-jalan di taman tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama, Arga berhenti sejenak dan menatap Dina dengan penuh cinta.
“Ada sesuatu yang ingin aku katakan,” ucap Arga, suaranya sedikit bergetar.
“Apa itu?” tanya Dina, merasa penasaran.
Arga mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku jaketnya dan membuka isinya. Di dalamnya ada cincin sederhana dengan desain yang elegan.
“Dina, aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku tahu satu hal: aku ingin kamu menjadi bagian dari hidupku selamanya. Will you marry me?”
Dina terdiam, air mata mengalir di pipinya. Dengan suara gemetar, ia menjawab, “Ya, Arga. Aku mau.”
Arga memasangkan cincin itu di jari Dina, dan mereka berpelukan erat di bawah langit senja yang indah.
---
Pernikahan mereka diadakan beberapa bulan kemudian dalam suasana yang intim dan penuh kebahagiaan. Keluarga dan teman-teman terdekat hadir untuk merayakan cinta mereka yang telah melewati begitu banyak ujian.
Bagi Dina dan Arga, perjalanan mereka membuktikan bahwa cinta sejati bukanlah tentang kesempurnaan, tetapi tentang kemauan untuk terus berjuang bersama, meski menghadapi banyak rintangan.
Kini, mereka memulai babak baru dalam hidup mereka sebagai suami dan istri, dengan keyakinan bahwa apa pun yang terjadi, mereka akan selalu memiliki satu sama lain.