Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18: Teka Teki
Gudang itu terasa semakin gelap. Udara dingin yang mengiris masuk melalui celah-celah jendela, membuat tubuh setiap orang di dalamnya merinding. Suara derap langkah mereka di lantai yang berdebu semakin menambah ketegangan yang terperangkap dalam ruangan besar itu. Nichole terbaring di tanah, tubuhnya lemah, namun mata yang penuh tekad tidak pernah beranjak dari wajah pria yang baru saja muncul—Aaron, seseorang dari masa lalu yang begitu sulit ia lupakan.
Aaron berdiri di pintu belakang gudang, senyumnya menyeringai penuh kemenangan. Ia tahu bahwa malam ini adalah titik balik bagi dirinya—dan bagi Nichole. Ada rasa kepuasan yang sulit untuk dijelaskan di matanya. Melihat Nichole yang sudah begitu rapuh, membuatnya merasa seolah-olah ia telah mencapai puncak dari segala perjuangannya.
“Aaron…” Nichole akhirnya bisa bersuara, meskipun napasnya masih tersengal-sengal. “Kenapa? Kenapa kau lakukan ini?”
Aaron tidak buru-buru menjawab. Dia berjalan perlahan menuju pusat ruangan, matanya menyapu para pengikut Nichole yang tampak bingung dan khawatir. Tidak ada satu pun yang bisa menghalangi langkahnya.
“Apa yang kau inginkan, Aaron?” Tanya Victor dengan suara rendah dan tegang, matanya yang biasa penuh kebijaksanaan kini dipenuhi dengan kebingungan yang mendalam. “Kau sudah mengkhianati kami sekali, dan kau berani melakukan ini lagi?”
Aaron menoleh ke arah Victor dengan senyum tipis. “Kau tahu, Victor, kadang-kadang orang tidak bisa membiarkan masa lalu mereka terus mengikat. Aku dulu bekerja untuk kalian karena aku tak punya pilihan, tapi sekarang…” ia berhenti sejenak, menatap Nichole dengan tatapan penuh makna, “Sekarang, aku punya pilihan. Dan pilihan itu adalah mengakhiri semuanya. Tidak ada yang akan menghalangi jalanku.”
“Bukan begitu caranya, Aaron,” Nichole membalas dengan suara lemah. Meski tubuhnya terkulai, ia tetap berusaha menatap tajam pada Aaron. “Kau tahu bahwa jalan yang kau pilih ini akan menghancurkan segalanya. Itu bukan jalan yang benar.”
Aaron tertawa kecil, lalu melangkah lebih dekat, hingga jaraknya hanya beberapa langkah dari Nichole. “Benar? Apakah jalan yang benar masih ada untuk kita? Kau dan Victor, kalian hidup dalam dunia yang penuh dengan kebohongan dan pengkhianatan. Sementara itu, aku hanya mengambil apa yang sudah seharusnya menjadi milikku sejak dulu.”
Nichole mencoba bangkit, meskipun tubuhnya terasa begitu lemah dan setiap gerakan menyakitkan. “Aaron, jika kau merasa tidak ada jalan lain, aku mengerti. Tapi jangan hancurkan semuanya hanya karena ego. Ini tidak hanya tentangmu.”
“Ego?” Aaron mengulang, mengangkat bahu. “Aku bukan egois, Nichole. Aku hanya tahu apa yang aku inginkan, dan aku akan mendapatkannya, apa pun caranya.”
Elle, yang berdiri di belakang Nichole dengan tubuh gemetar, akhirnya berani mendekat. Ia menatap Aaron dengan wajah penuh ketegasan, meski dalam hatinya rasa takut menghantui. “Kau tidak bisa menang, Aaron. Kau bisa saja mengalahkan Nichole, tapi tidak akan pernah mengalahkan semua yang telah ia bangun.”
Aaron menatap Elle dengan senyum sinis, seolah-olah ia baru saja mendengar lelucon. “Kau pikir aku peduli dengan itu? Semua ini bukan tentang Nichole atau pun apa yang telah ia bangun. Ini tentang menghapus jejak-jejak yang mengekangku. Dunia ini adalah tempat yang keras, dan jika kau tidak bertindak, kau akan diinjak-injak.”
Victor bergerak maju, matanya penuh peringatan. “Kau membuat kesalahan besar, Aaron. Aku tahu kau merasa terluka dan dikhianati, tapi jalan yang kau pilih ini hanya akan memperburuk keadaan. Kalian semua bisa hidup lebih baik jika berhenti mengejar kekuasaan.”
Aaron menatap Victor dengan tatapan dingin. “Tidak ada yang lebih buruk daripada kehidupan tanpa kendali. Kalian berdua—Nichole, Victor—terlalu lemah untuk mengerti. Dan Elle, kau… kau hanya ikut-ikutan saja. Jangan berpikir kau bisa mengubah apapun.”
“Jangan salah, Aaron. Aku takkan membiarkanmu menghancurkan semuanya yang sudah dibangun Nichole,” Elle menjawab dengan penuh keberanian, meskipun dadanya berdebar kencang.
Sekejap, ketegangan di dalam gudang semakin memuncak. Nichole yang terkulai di lantai merasakan semakin berat tubuhnya. Rasa pusing dan nyeri semakin menghantui, tetapi ia berusaha bertahan, tak ingin menyerah begitu saja. Ia tahu, untuk kali ini, jika Aaron berhasil menang, ia akan kehilangan segalanya.
“Aaron…” Nichole memanggil namanya dengan suara serak. “Kau tidak harus begini. Ini bukan siapa yang kau sebenarnya.”
Aaron mengabaikan kata-kata itu dan menoleh ke arah pasukan bersenjata yang ada di belakangnya. “Waktunya telah tiba. Hentikan semuanya.”
Sejurus kemudian, suara tembakan mulai terdengar. Suara keras dari peluru yang melesat menuju target, membuat situasi semakin kacau. Victor dan anak buahnya cepat bergerak, mengambil posisi untuk perlindungan, sementara Elle menarik Nichole ke samping, mencari tempat yang aman di belakang beberapa tumpukan kotak yang besar.
“Bertahan!” teriak Victor, memerintahkan para pengikutnya untuk melawan balik.
“Jangan bergerak!” teriak Aaron dengan suara serak, namun matanya penuh dengan perhitungan dan keteguhan. “Aku sudah cukup lama menunggu kesempatan ini, dan kali ini aku takkan kehilangan.”
Di tengah kekacauan itu, Elle merasakan darah Nichole yang semakin banyak mengalir. Ia merasakan tubuhnya kaku, dan kepanikan melanda begitu mendalam. “Nichole… tolong, bertahanlah.”
Nichole membuka matanya dengan susah payah, mencoba mengangkat tangan yang lemah untuk memegang tangan Elle. “Elle…” ia berbisik, suaranya hampir hilang, tetapi masih ada kebulatan tekad yang jelas. “Aku tidak… ingin kau terluka. Jangan biarkan aku menghentikanmu…”
Elle merasakan dada serasa sesak. Jantungnya berdebar sangat cepat, mengalahkan setiap suara yang mengelilinginya. Rasa takut bercampur dengan cinta, dan ia tahu, malam ini mungkin akan mengubah segalanya.
Tetapi, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Salah satu anggota pasukan Aaron, yang selama ini hanya diam, bergerak cepat ke arah Aaron dan melepaskan tembakan tepat ke udara, menciptakan suara ledakan yang cukup besar untuk menarik perhatian semua orang.
“Apa yang kau lakukan?” Aaron berteriak, marah, sambil mencoba untuk tetap mempertahankan kendali.
“Maaf, Aaron,” kata pria itu dengan suara pelan, "Aku harus menghentikanmu.”
“Apa maksudmu?” Aaron bertanya, kebingungannya kini berubah menjadi amarah.
Pria itu melangkah mundur, melemparkan senjatanya ke lantai dan menundukkan kepala. “Kalian berdua sudah cukup lama terjebak dalam perangkap kalian sendiri. Tapi aku tidak bisa terus membiarkan kalian berperang satu sama lain. Saatnya untuk berhenti.”
Nichole dan Elle saling berpandangan, tak tahu apa yang sedang terjadi. Mereka bisa merasakan ketegangan yang tak bisa diungkapkan, dan setiap detik yang berlalu membuat mereka semakin tidak tahu apa yang bisa diharapkan.
Aaron menatap pria itu dengan penuh amarah, merasa terkhianati, namun ia tidak bisa menghentikan apapun yang terjadi. Selama beberapa detik, suasana itu terasa penuh dengan kebimbangan, tetapi situasi itu juga memberi kesempatan baru bagi mereka untuk melarikan diri, bahkan jika semuanya terasa semakin sulit.
Elle memegang erat tangan Nichole, bertekad untuk tidak membiarkan malam ini berakhir dengan kegagalan. Mereka harus keluar dari sini.
...To be Continued...
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣