Bintang, CEO muda dan sukses, mengajukan kontrak nikah, pada gadis yang dijodohkan padanya. Gadis yang masih berstatus mahasiswa dengan sifat penurut, lembut dan anggun, dimata kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka, kelinci penurut yang selalu menggunakan pakaian feminim, ternyata seorang pemberontak kecil, yang membuat Bintang pusing tujuh keliling.
Bagaimana Bintang menanganinya? Dengan pernikahan, yang ternyata jauh dari ekspektasi yang ia bayangan.
Penuh komedi dan keromantisan, ikuti kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2.
Sera melemparkan high heels, hingga ke sudut kamar. Begitu juga dengan tas mewahnya, yang memiliki nasib yang sama tragisnya. Sera langsung ambruk diatas kasur.
Menikah?
Sera berteriak, dengan wajah tertutup bantal. Pikirannya sudah di penuhi hal negatif. Jika tinggal bersama kedua orang tuanya, sudah membuatnya tertekan. Apalagi, harus tinggal bersama suami dan mertuanya.
Oh, my good! Mertua??
Sera langsung bangun, dengan wajah penuh kecemasan.
Yah, mertua. Di sosial media, banyak menantu yang mengeluhkan mertuanya. Dalam sinetron dan novel, juga memiliki tema yang selalu sama. Mereka tukang atur, memiliki tingkat ketidakpuasan setinggi langit, mereka juga suka memerintah, melebihi atasan dikantor. Belum lagi, selera dalam memasak, sudah seperti chef di restoran. Ditambah, hal membersihkan rumah, yang harus melebihi kebersihan vacum cleaner.
"Mampus! Gue, harus masak dan membersihkan rumah!" Sera mengusap wajahnya dengan kasar.
Selama hidupnya, ia belum pernah memasak, apalagi bersih-bersih rumah. Kamar pribadinya saja, dibersihkan oleh ART. Apa, ia harus belajar dari sekarang?
"Tidak, gue nggak mau berakhir menjadi menantu dan istri terdzalimi."
Sera bangkit dan berlari memegang handle pintu. Namun, ia seolah tersadar dan langsung berhenti. Ia adalah gadis penurut dan anggun. Jika ia menolak, sia-sia sudah usahanya selama ini.
Tapi,
Sera kembali duduk diatas ranjang, dengan wajah murung. Lalu, apakah ia hanya bisa pasrah?
Suara klakson mobil terdengar dari halaman rumah. Sera tahu itu, adalah ayahnya. Ia ingin mengadu dan meminta tolong. Tapi, serasa percuma. Ayah dan ibunya adalah satu paket. Ucapan ibunya adalah ucapan ayahnya juga.
"Apa gue, minggat aja, yah?"
Sera tertawa hambar. Lari pun, percuma. Ia hanya mahasiswa pengangguran. Jika ia kabur, ia hanya akan berakhir menjadi gembel dijalanan. Dan pada akhirnya, akan tetap kembali ke rumah orang tuanya.
Pukul tujuh malam. Sera membisu sepanjang perjalanan. Disampingnya, sang ibu masih berkoar-koar tentang calon menantunya. Tak habisnya, tentang kebaikan pria itu dan keluarganya.
Sera hanya menghela napas, berdoa ia segera tiba dan melihat langsung calon suaminya. Idih, suami... Sera bergidik ngeri. Bisa-bisanya, ia sudah mengakui calon suami.
"Ingat yah, Ser! Jangan malu-maluin Mama dan Papa!"
Sera hanya mengangguk, sembari melangkah masuk restoran. Pandangannya tertunduk lesu, melihat sepatu mewahnya menapaki lantai. Apa ia masih bisa memutar kembali langkahnya?
"Selamat datang, jeng. Ayo duduk!"
Pandangan pertama, jatuh kepada wanita yang jika dilihat masih tampak muda. Rambut coklat bergelombang, kulit putih dengan lesung pipi saat tersenyum. Matanya agak sipit, seperti orang asia pada umumnya.
"Dia putrimu?"
Sera tersadar dan dengan refleks menyalami tangan wanita itu. Yang tidak lain, adalah calon mertuanya.
"Sera, Tante."
"Wow, kau cantik, seperti ibumu. Ayo duduk, sayang."
Sera pasrah, saat wanita itu menarik salah satu tangannya. Dan, tanpa bertanya ia meminta Sera duduk disamping putranya.
"Kenalan dong, ini anak Tante."
Buset! Ganteng banget, woi!
Astaghfirullah, sadar Sera. Jangan tertipu, dengan wajah tampan.
"Sera." Sera mengulurkan tangan dan pria itu menyambutnya dengan tidak berminat dan tidak mengatakan apa-apa.
Cih! Biasa aja kaleee! Lu, pikir gue mau dijodohin ama lu.
Perbincangan antara orang tua terjalin dengan akrab. Sera dan pria yang disamping entah siapa namanya, hanya menarik napas panjang. Keduanya membisu, sembari menghabiskan minuman dan makanan diatas meja.
"Kalian ngobrol dong! Kalian harus mengakrabkan diri," ujar ayah pria itu.
Sera hanya tersenyum dengan palsu. Dalam hati, sudah memaki dan berandai-andai.
Akrab, akrab, apanya! Anak lu, kayak freezer gini! Masa gue yang ngajak duluan. Sorry ye!
"Kau sedang memaki ku?"
Deg!
Sera menoleh. Suara bariton yang terdengar seksi di pendengarannya.
OMG! Kenapa dia sangat tampan? Bibirnya?
Woi, sadar! Dia bisa baca pikiran kamu!
"Maaf, Kak. Memaki apa, ya?"
Relaks, Sera! Ingat, lu cewek anggun dan sopan.
"Cih, membosankan!" ujar pria itu.
Sera masih full senyuman, mendengar hinaan itu. Tapi, lihat kepalan tangannya yang sempurna dan bersiap ingin mendarat.
Gue tarik semua ucapan dan pujian gue. Sumpah! pengen banget hajar mukanya!
Entah apa yang dibicarakan para orang tua mereka. karena, saat ini Sera terfokus pada calon suaminya yang menyebalkan.
"Kau ingin menikah denganku?" tanya pria itu, yang menatap Sera penuh selidik. Seolah mencari sesuatu dalam kedua maniknya.
"Aku hanya menurut, Kak."
"Kau menurut saja, meski tidak suka, begitu?"
Sera mengangguk dengan wajah tersenyum bercampur pasrah. Ia adalah profesional dalam hal akting dan mimik wajah.
"Beri aku nomor ponselmu!" Pria itu memberikan ponselnya dan Sera dengan cepat menekan angka diatas layar.
"Kau masih kuliah, kan?" lanjut pria itu.
"Iya, Kak."
"Semester, berapa?"
"Enam, Kak."
"Kau tidak mau bertanya tentang ku?"
"Tanya apa, Kak?" tanya Sera kembali, dengan sok polosnya.
"Apa saja. Kita sedang mengakrabkan diri, istriku."
Sera dapat melihat seringai jahat di wajah pria itu. Senyum penuh makna yang dapat diartikan sebagai alarm untuknya. Tapi, bukan Sera namanya, jika tidak melawan.
Sera tersedak dan tentu saja itu adalah akting, yang harus totalitas.
Uhuk, uhuk, uhuk!
Semuanya menoleh dan dengan sigap sang calon suami memberikan segelas air.
"Gitu dong!" ujar sang calon ibu mertua.
Mereka tersenyum melihat keakraban calon pasangan ini. Padahal tidak tahu apa yang keduanya bicarakan.
"Maksud Kakak, apa?" tanya Sera dengan mengerutkan alisnya.
"Kenapa? Bukankah, itu pasti terjadi."
Oh, kau menantang musuh yang salah, Tuan.
"Tentu, Kak. Kita berdua tidak punya pilihan. Tapi, aku belum tahu, nama Kakak siapa?"
"Aku akan menelpon mu nanti," jawab pria itu yang masih enggan menyebutkan namanya.
Sok, misterius! Lu pikir, gue penasaran. Kagak!
Pertemuan itu pun berakhir, dengan kesepakatan. Mereka akan memberikan waktu, kepada kedua anak mereka, untuk saling mengenal lebih dulu. Setelah itu, baru akan akan menentukan tanggal yang tepat.
Sera membisu sepanjang jalan, tapi dalam hati sibuk mengomel. Orang tuanya, juga sibuk mempromosikan menantu mereka. Entah mengapa, sebelum dan sesudah pertemuan, mereka terus mengatakan hal yang sama.
"Bagaimana, mereka baik kan?" tanya sang Mama.
"Iya," jawab Sera singkat."
"Kalian harus sering bertemu, agar bisa mengenal. lebih jauh," imbuh sang Papa.
"Iya," jawab Sera lagi.
Jawaban singkat dan padat, bisa membuat pertanyaan kedua orang tuanya, selesai dengan cepat. Pada intinya, jika ia menolak, maka ceramah panjang akan menantinya. Dan itu akan memakan waktu yang lama dan membuat lelah pendengaran.
Didalam kamar, Sera tidak sendiri. Sang Mama, ikut menyusulnya. Dan tentu saja, melanjutkan hal yang dibicarakan dalam mobil. Dan Sera, hanya menjawab, iya dan iya.
Sampai, sebuah deringan telepon terdengar. Nomor asing tertera dalam layar. Sang Mama dengan sigap meraih ponsel putrinya dan menyetel dalam mode speaker.
"Hai, istriku!"
Bella girang minta ampun. Seperti ABG, yang kasmaran dan mendapat telepon pertama dari sang pacar.
...🍓🍓🍓...
ceritanya bagus, jadi ga sabar nunggu up