⚠️Warning⚠️
Cerita mengandung beberapa adegan kekerasan
Viona Hazella Algara mendapatkan sebuah keajaiban yang tidak semua orang bisa dapatkan setelah kematiannya.
Dalam sisa waktu antara hidup dan mati Viona Hazella Algara berharap dia bisa di beri kesempatan untuk menembus semua kesalahan yang telah di perbuatnya.
Keluarga yang dicintainya hancur karena ulahnya sendiri. Viona bak di jadikan pion oleh seseorang yang ingin merebut harta kekayaan keluarganya. Dan baru menyadari saat semuanya sudah terjadi.
Tepat saat dia berada di ambang kematian, sebuah keajaiban terjadi dan dia terbawa kembali ke empat tahun yang lalu.
Kali ini, Viona tidak bisa dipermainkan lagi seperti di kehidupan sebelumnya dan dia akan membalas dendam dengan caranya sendiri.
Meskipun Viona memiliki cukup kelembutan dan kebaikan untuk keluarga dan teman-temannya, dia tidak memiliki belas kasihan untuk musuh-musuhnya. Siapa pun yang telah menyakitinya atau menipunya di kehidupa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
Leo Adiastha memang seorang lelaki yang tampan, tetapi jika dibandingkan dengan Varell, Leo langsung menjadi tidak berarti. Viona tidak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya mengapa dirinya begitu tergila-gila kepada Leo di kehidupan sebelumnya? Dengan pemikiran seperti ini, Viona menyipitkan matanya, memperlihatkan sedikit rasa dingin.
Begitu melihat beberapa orang masuk dan berjalan mendekat, Leo berdiri dan menatap tajam sosok Ziya. Sudah beberapa hari semenjak mereka libur mereka menjadi jarang bertemu, dan gadis cantiknya masih tetap terlihat sangat cantik seperti biasanya. Ziya melirik Leo dengan tatapan acuh tak acuh lalu mengalihkan pandangannya, menunjuk raut wajah malu-malu. Tidak ada seorang pun yang tahu apa yang terjadi diantara mereka berdua. Saat Leo memperhatikan gerakan-gerakan kecil Ziya, dia tidak bisa tidak merasa sedikit terganggu.
Viona berdiri di samping, mengamati interaksi genit diantara keduanya. Ia tidak bisa menahan rasa jijik sekaligus lega karena pagi tadi ia tidak sarapan terlalu banyak, kalau tidak Viona sudah pasti akan muntah.
"Leo, lo udah nunggu lama ya?." Tanya Ziya dengan nada yang lembut.
"Santai aja, ngga terlalu lama juga..." Tatapan Leo beralih dan ia melihat gadis yang berdiri di sebelah Ziya dan sesaat, ia terpesona oleh kecantikannya. Viona tampak sangat cantik seperti boneka porselen dan hal itu membuatnya terkejut.
"Dia siapa?." Tanya Leo.
Ziya memperhatikan ekspresi Leo dan merasakan sedikit ketidaksenangan. Dia memaksakan senyum dan berkata. "Dia--"
"Bro, coba lo tebak dulu, dia siapa?." Sela Fero sembari berjalan ke arah Leo, meletakkan tangannya di bahu Leo dengan memperlihatkan ekspresi geli. Leo menatap Fero. "Apa lo udah kenal sama dia sebelumnya?."
Fero tertawa terbahak-bahak dan berseru. "Kenal sama dia? Gue kenal dia banget! Begitu lo denger nama dia... lo ngga akan percaya, bro."
Leo merasa bingung dan kembali menatap orang yang dimaksud. Setelah beberapa detik, dia menyadari bahwa ada yang aneh. Fitur wajah gadis itu... ketika semakin di perhatikan, semakin mirip dengan Viona si idiot itu?!.
"Ck! Dia Viona." Fero tiba-tiba berseru, membenarkan kecurigaan Leo.
Leo membelalakkan matanya. "Itu ngga mungkin!."
"Lu bilang ngga mungkin?." Tanya Viona dengan nada menggoda. Setelah mendengar suaranya, Leo langsung dapat memastikan bahwa itu memang benar Viona.
"Lo masih bisa ngomong kalau ini ngga mungkin?." Akhir, Viona bertanya dengan nada dinginnya.
Tatapan Leo berkedip saat ia menoleh ke arah Ziya dengan pandangan penuh tanya.
Apakah Ziya tidak pernah menceritakan bahwa Viona tampak seperti ini sebelumnya?
Melihat raut wajah Leo yang bingung, Ziya dapat merasakan kilatan penuh amarah dan sarkasme di hati Leo. Dan Ziya berpura-pura tidak perduli dengan Leo karena lelaki itu bisa ia manfaatkan untuk tujuannya bersama ibunya.
"Semenjak liburan akhir semester ini... kita malah jarang ketemu. Viona, lo harus ngobrol sama Leo." Ziya mendorong Viona kearah Leo, memberinya senyum penuh arti.
Leo tersadar dari lamunannya. Awalnya ia terpesona oleh kecantikan Viona, tetapi ia menyadari bahwa penampilan saja tidak cukup. Ia lebih menyukai gadis seperti Ziya yang cerdas dan penuh empati.
"Apa yang mau diobrolin? Gue ngga punya apa pun yang mau di obrolin." Jawab Leo dengan tegas.
Fero berseru dengan berlebihan. "Wah, lo serius? Viona keliatan lebih cantik sekarang dan lo masih ngga tertarik sama dia?."
Mendengar hal itu, Viona mendengus jijik. "Bagus deh kalau gitu, lagipula gue juga emang ngga suka ngobrol sama orang bodoh."
Private Room itu menjadi sunyi setelah beberapa saat. Leo tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Siapa yang lo maksud?." Tanyanya.
"Siapa pun yang ngomong sama gue." Jawab Viona dengan nada dinginnya, melirik Leo sebelum akhirnya berjalan mendekati meja, menarik kursi dan kemudian duduk. "Bukannya kita ke sini karena mau makan? Ayo makan, gue laper."
Mereka terkejut, raut wajah mereka terlihat seperti mereka setelah melihat hantu. Kemudian Fero tertawa. "Astaga, Leo! Viona baru aja ngejek lo?!."
Jika mereka mengingat dengan benar, bukankah Viona yang dulu mengejar-ngejar Leo tanpa malu-malu selama tahun pertama mereka kuliah? Apa yang sudah terjadi pada Viona? Apa dia sudah tidak tertarik lagi dengan Leo?
Ziya menenangkan dirinya. "Ya udah, ayo kita duduk dan mesen makanan." Katanya dengan tenang.
Mendengar perkataan Ziya yang lain berjalan mendekati meja dan duduk. Ziya mengambil kesempatan untuk menempatkan Leo di sebelah kiri Viona dan duduk disebelah kanannya.
Menempatkan Viona di tengah-tengah antara Ziya dan Leo.
**
Ziya mencondongkan tubuhnya ke arah Viona dan mengeluh. "Viona, apa yang udah merasuki tubuh lo? Kenapa lo ngomong kayak gitu sama Leo?."
"Dia duluan yang udah mancing emosi gue." Kata Viona sembari mengigit steak yang baru saja dihidangkan di depannya.
Restoran ini tidak murah, tetapi Viona tidak membayar makanannya hari ini, jadi dia memutuskan untuk memanjakan diri sendiri. Viona melahap makanannya dan benar-benar mengabaikan Leo yang duduk disebelah seolah-olah dia tidak melihat lelaki itu.
Viona menikmati makanannya, tetapi orang lain di meja itu terlihat tidak begitu antusias.
Veyra menyaksikan Viona melahap makanannya dan tak dapat menahan diri untuk berbisik. "Liat deh, dia makan kayak binatang yang kelaparan, dasar ngga tau tata krama!".
Fero menyerong. "Tapi, menurut gue itu lucu!."
Veyra yang mendengarnya langsung marah hingga tidak punya nafsu untuk makan lagi. Ziya juga terlalu teralihkan perhatiannya untuk makan, karena ia terus mengirim pesan pada Leo dengan ponselnya.
Meski enggan, Leo menerima pesan dari gebetannya dan berinisiatif untuk buka suara. Ia menatap Viona yang sedang membuka kepiting bersarung tangan cina. "Viona, gue mau kasih tau sesuatu. Gue rasa penampilan lo yang kayak gini itu nggak sesuai. Lo harus kembali ke gaya penampilan lo yang dulu."
Mendengar perkataan Leo, Viona menghentikan tindakannya dan menoleh untuk menatap lelaki itu dengan raut wajah bingung. "Menurut lo ini terlalu buruk?." Tanya Viona.
Leo mengangguk pelan. "Hm... gue lebih suka gaya lo yang dulu." Ia menyilangkan lengannya dan menatap Viona dengan tatapan dingin, seolah-olah sedang memberi perintah.
Sementara, Viona hampir tertawa terbahak-bahak melihat sikap Leo.
'Emangnya dia pikir dia itu siapa?.'
"Oke, kenapa nggak lebih baik periksa kesehatan mata lo daripada dateng ke sini dan mengkritik gue?." Viona memutar matanya malas dan terus mengupas kepiting. Viona tidak mau repot-repot mendengar perkataan Leo yang tidak penting.
"Apa lo bilang?!." Tanya Leo, ia benar-benar marah. Beraninya Viona, seorang penggemar biasa, berbicara kepadanya seperti itu?!.
Ziya merasakan ada masalah dan dia segera angkat bicara. "Leo, jangan marah. Viona lagi ngga mood hari ini--"
"Menurut gue... Viona keliatannya lebih hebat dengan penampilan barunya. Leo, saran lo bener-bener ngga pantes." Kata Fero menimpali.
Leo tampak malu. Ia tahu bahwa Viona memang terlihat jauh lebih baik sekarang daripada sebelumnya. Namun, ia hanya melakukan apa yang di perintahkan oleh Ziya.
Sementara Ziya merasa seperti ada yang tidak beres. Ia meraih lengan Viona. "Viona, apa yang terjadi? Apa lo beneran nggak suka sama Leo lagi?."
:Omong kosong! Ya jelaslah gue ngga suka sama dia!.' Gumam Viona pada dirinya sendiri. Namun dia tidak mengatakannya dengan keras. Sebaliknya, dia dengan sengaja mengatakan. "Ya, tiba-tiba gue sadar sesuatu. Leo itu terlalu sombong dan gue adalah Viona Hazella Algara, kenapa gue harus ngejar-ngejar dia? Kalau dia punya inisiatif, gue ngga akan bertingkah seburuk ini." Jawabnya, menyeringai kecil sembari memasukan daging kepiting ke dalam mulutnya. 'Anjing penjilat? Biar dia yang sekarang jadi anjing penjilat.'
Mendengar jawaban Viona, Ziya tiba-tiba menyadari sesuatu. Memang, mungkin saja Viona sudah lelah mengejar cinta Leo dan mulai mengeluh.
Viona selesai makan dan mendorong piringnya. "Udah selesai. Gue mau ke kamar mandi bentar." Katanya sembari menarik kursi di belakangnya dan berjalan keluar.
Begitu Viona pergi, Ziya segera mengirim pesan pada Leo, memberitahu maksud perkataan Viona pada lelaki itu. Leo menahan amarahnya dan ikut menarik kursinya ke belakang. "Gue akan ngobrol sama Viona."
"Ah, gue ikut. Gue juga mau ke kamar mandi." Ziya tersenyum pada yang lain dan ikut keluar dengan Leo.
Saat Viona berjalan di sepanjang lorong menuju kamar mandi, ia terus mengingat raut wajah frustasi Leo yang sebelumnya dan ia hampir tertawa terbahak-bahak. Namun, kegembiraan Viona tidak berlangsung lama karena dia menyadari bahwa Leo mengikutinya. Viona bertanya-tanya apa yang sedang lelaki lakukan dengan mengikutinya.
Viona mengernyitkan dahinya, mempercepat langkahnya dan langsung masuk kedalam kamar mandi. Leo memperhatikan Viona menghilang dan dia memutuskan untuk berdiri dan menunggu, merasa bingung. Apakah Viona sengaja menghindarinya? Begitulah yang Leo rasakan.
Leo merasa frustasi. Bukankah Viona seharusnya selalu suka ketika berada didekatnya? Menempel dan memohon perhatiannya? Namun, Leo mengingat permintaan Ziya dan menunggu di luar kamar mandi. Namun, Viona masih belum keluar setelah setengah jam lamanya. Ziya yang mulai gelisah, menemukan alasan dan mendekati Leo.
"Sebenarnya dia ngapain sih didalem?." Ziya melipat kedua tangannya, berdiri di dekat Leo.
"Ngga tau, dari tadi ngga keluar juga dan ngapain kamu malah nyuruh aku buat ngejar-ngejar dia padahal kamu tahu aku sukanya sama kamu?." Tanya Leo.
Ziya merasa kesal, tetapi ia mencoba menahan diri dan berkata dengan sabar. "Leo, gue kan udah bilang. Arga bakal perhatian sama gue kalau Viona udah balik lagi kayak dulu. Gue ngga mau terus hidup dalam posisi kayak gini, gue ngga dianggap kayak anaknya dia sendiri. Gue juga pengen di panggil dengan marga Algara. Marga yang di hormatin semua orang!."
Raut wajah Ziya berubah, dipenuhi dengan kesedihan, seolah-olah dia telah mengalami ketidakadilan yang besar. Membuat Leo merasa kasihan padanya. "Ya udah, oke. Aku pasti ngelakuin apa pun buat kamu. Kita terus bareng-bareng sampai rencana kamu semuanya berhasil." Katanya tanpa ragu.
"Leo, maaf karena gue selalu ngerepotin lo." Kata Ziya sembari tersenyum dan meraih tangan Leo. "Kalau Viona udah keluar, lo ajak dia ngobrol dan buat dia jatuh cinta lagi sama lo..."
Tanpa mereka sadari, Viona berdiri disamping kamar mandi dan mendengar semuanya. Viona mengusap dagunya dan kilatan tatapan nakal muncul di matanya. Ia ingin mengerjai Ziya dan Leo!.
Viona memutar pergelangan tangannya, menunggu hingga pembicaraan mereka selesai sebelum akhirnya keluar dengan langkah kaki perlahan.
Saat Viona berbelok disudut lorong, Leo tiba-tiba berdiri dihadapan Viona.
"Viona--"