Nadia, seorang siswi yang kerap menjadi korban bullying, diam-diam menyimpan perasaan kepada Ketua OSIS (Ketos) yang merupakan kakak kelasnya. Namun, apakah perasaan Nadia akan terbalas? Apakah Ketos, sebagai sosok pemimpin dan panutan, akan menerima cinta dari adik kelasnya?
Di tengah keraguan, Nadia memberanikan diri menyatakan cintanya di depan banyak siswa, menggunakan mikrofon sekolah. Keberaniannya itu mengejutkan semua orang, termasuk Ketos sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Cinta dalam Diam.
Nadia yang semakin mencintai Steven dalam diam ingin mengungkapkan perasaannya kepadanya. Tetapi Nadia masih berpikir apakah Steven akan menerimanya atau tidak.
Nadia yang tak tahan melihat ketampanan Steven dan sudah lama menaruh perasaan kepadanya, ingin selalu menatap senyumnya yang manis itu. Tetapi Steven yang tidak memberikan umpan balik membuat Nadia ragu menyatakan perasaannya.
Nadia curhat dengan Melodi, teman yang pernah dirundung oleh Cici. "Mel, aku ingin mengatakan sesuatu, bagaimana cara menyatakan perasaan kepada orang lain?" "Mudah saja," ujarnya, "tinggal pakai mikrofon sekolah aja terus nyatain perasaanmu, kan mudah," ujarnya sambil bercanda dan tertawa.
Nadia yang polos bukannya ikut tertawa karena candaan Melodi, tetapi malah mendukung ide dari Melodi. "Benar juga ya," ucap Nadia. "Baik, saya akan melakukannya, Melodi. Terima kasih atas idenya."
Imel dan Dina, yang sudah tidak mempunyai teman lagi, meminta maaf dengan tulus kepada Nadia dan membantu Nadia untuk menyatakan perasaan kepada Steven menggunakan mikrofon sekolah.
"Kami akan membantu, Nadia, tenang saja. Steven akan membalas perasaanmu," kata Imel yakin. Nadia sangat yakin Steven akan membalas cintanya.
Tepat pada waktunya Nadia melihat Steven menuju lapangan untuk memberikan dokumen kepada kepala sekolah.
"Steven, aku mencintaimu dengan setulus hatiku. Ketampananmu membuat mataku ingin selalu menatapmu," ucapnya dengan keras.
Steven yang tidak pernah percaya akan hal itu sungguh sangat spontan terkejut. Steven kembali ke kelasnya.
"Apa yang terjadi? Kenapa jantungku berdebar sekencang ini, ya Tuhan? Apakah ini yang dinamakan cinta?" Kawan sekelas Steven bersahut-sahutan dengan mengatakan, "Cie..., cie..."
Steven sontak diam dan menarik napasnya. Semua teman-teman Steven menyalakan speaker Bluetooth di kelasnya. "Steven, kalau kau berani dan benar-benar mencintai Nadia, sekarang adalah kesempatan yang tepat," ucap teman Steven, Alvin.
"Ini mic-nya, cepat, cepat balas, bro, nanti keburu Nadia frustasi lagi."
"Nadia, aku juga mencintaimu," dengan nada lembut dan penuh kejujuran Steven mengatakan itu.
Jantung Nadia yang senam begitu cepat, melangkahkan kakinya ke depan halaman sekolah. Sama seperti Steven yang lari mengejar perasaannya itu ke halaman sekolah.
"Nadia, semua lukamu sudah hilang bukan?" ucap Steven. "Lukaku sudah hilang setelah melihat senyummu yang indah."
Rintik hujan yang turun begitu saja menjadi saksi bisu Nadia dan Steven menyatakan perasaannya.
"Sekarang lukamu akan aku balut dengan harapan yang besar," ucap Steven.
Imel dan Dina melihat itu sontak gembira dan memutar musik yang indah. Musik berputar dengan lirik yang indah:
"Luka itu aku balut dengan secercah harapan, menggantikan rasa perih dengan semangat baru.
Meskipun luka itu dalam, aku balut dengan secercah harapan yang menguatkanku setiap hari.
Dalam kegelapan luka, aku menemukan secercah harapan yang membimbing langkahku.
Setiap luka yang aku balut dengan secercah harapan, membawa aku lebih dekat pada kebahagiaan sejati."
Dari sekian banyak rintangan dan perundungan yang dialami Nadia, menjadi bait indah dalam jalannya, tetapi apakah cinta ini akan selalu abadi atau akan menjadi api lagi? "Apakah ini akan berakhir?" ucap kepala sekolah dalam hati kecilnya menatap Nadia dan Steven, mungkinkah cinta mereka akan menjadi seperti ini selalu?
Lonceng berbunyi menandakan bahwa mata pelajaran sudah selesai, mereka berlari pulang dengan bahagia. Saat mereka sedang berjalan-jalan di taman kota, Steven berhenti sejenak dan memandang Nadia dengan penuh cinta. "Nadia, aku ingin kau tahu bahwa aku sangat berterima kasih karena kau telah memberikan kesempatan ini. Aku berjanji akan selalu menjaga perasaanmu dan tidak akan pernah menyakiti hatimu," ucap Steven dengan tulus.
Nadia tersenyum dan menggenggam tangan Steven. "Aku juga berterima kasih, Steven. Kau telah membuatku merasa begitu istimewa dan bahagia. Aku sangat mencintaimu," jawabnya dengan penuh kasih sayang.
Steven mengantar Nadia sampai di depan rumahnya. "Ibu, aku pulang," dengan ucapan yang bahagia. "Kau sudah pulang, sayang. Suasana hatimu sepertinya sedang berbunga-bunga. Apakah ada cinta di balik senyum itu?"
"Ada, Bu, ini cintanya," sambil memeluk ibunya dan mencium pipinya. Nadia sangat bahagia. Dia tidak sabar dengan hari esok untuk bertemu dengan Steven.
Malam begitu cepat berganti. Pagi tiba dengan cahaya matahari yang menembus dinding kaca kamar Nadia. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan Steven. Setelah memakai seragamnya, dia langsung pergi dan berlari.
"Bu, putrimu pergi ya," ucap Nadia. "Iya sayang," sahut ibunya.
Nadia yang terlalu semangat dan tidak sabar melihat pacarnya berlari hingga ngos-ngosan. Nadia sampai di halaman sekolah dan melihat-lihat sekeliling ternyata Steven tidak ada.
Nadia masuk ke kelasnya dan belajar dengan semangat, sembari memikirkan ketampanan Steven dan mempraktekkan adegan ciuman romantis kepada teman sebangkunya.
Bu Desi yang sudah kembali, tertawa melihatnya. "Nad, kau kenapa nak? Mulutmu kok seperti itu, kau ingin mencium seseorang ya?" tanya Bu Desi. "Tidak, Bu," balas Nadia dengan malu.
Mata pelajaran selesai, Nadia pergi ke lantai atas untuk bertemu Steven, ketua OSIS sekaligus pacarnya. Dia melewati tangga yang begitu panjang.
Sampai di kelas kakak kelasnya itu, Steven yang dia cari sudah tidak sekolah di situ lagi, sudah pergi ke kota lain. Nadia tidak percaya dan bertanya kepada orang lain. "Kak, maaf, lihat kak Steven gak? Maaf dek, Steven sudah pindah sekolah ke kota lain, dan tidak sekolah di sini lagi."
Hati Nadia yang tercabik dan perasaan yang dia rasakan sangat sakit dan merupakan hal yang tak mungkin dibayangkan dia, tapi itu terjadi sekarang.
Nadia yang tak mampu menahan kesedihannya, karena belum percaya bahwa Steven pergi pindah sekolah. Dia pergi bertanya kepada kepala sekolah. "Pak, Steven di mana ya? Apakah dia benar-benar pindah?" sambil bercucuran air mata. "Iya nak, Steven sudah pindah hari ini, dan katanya akan berangkat sekarang ke bandara."
Nadia yang langsung bergegas pergi mengejar cintanya itu disambut oleh Imel dan Dina untuk membantunya. "Nadia, ayo naik mobil kami saja," ucap Imel.
Sampai di bandara Nadia tidak menemukan Steven lagi, dan luka itu kembali pulang ke pangkuan Nadia.
semangat