Kisah Aghnia Azizah, putri seorang ustadz yang merasa tertekan dengan aturan abahnya. Ia memilih berpacaran secara backstreet.
Akibat pergaulannya, Aghnia hampir kehilangan kehormatannya, membuat ia menganggap semua lelaki itu bejat hingga bertemu dosen killer yang mengubah perspektif hatinya.
Sanggup kah ia menaklukkan hati dosen itu? Ikuti kisah Nia mempelajari jati diri dan meraih cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Kagum
Setelah mandi dan berganti piyama, Risti dan Monica kompak mengetuk pintu kamar Aghnia, mereka khawatir kepada sahabatnya itu, terlebih mereka berdua melihat Nia dan Bimo berjalan besama ke lantai atas.
"Nia, buka pintunya Ni" ujar Monica, Risti bagian mengetuk pintu, ia tak berani mengetuk pintu dengan brutal takut akan keadaan Nia di dalam.
"Nia, kamu butuh sesuatu nggak?" tawar Monica lagi.
"Im fine girls, kalian bisa tidur" teriak Nia dari dalam kamar.
Mereka berdua menghela nafas lega setelah mendengar suara Aghnia, mereka memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing, bukan waktu yang tepat untuk bertanya dan meminta kejelasan, mungkin besok pagi bisa bertanya lagi tentang kejadian di diskotik.
Nia merebahkan dirinya di ranjang, gadis itu memakai baju tidur mini berbahan satin warna pink kesukaannya. Ia beberapa kali mengumpat merasakan sisa panas di tubuhnya.
"Bima bajingan! Berapa dosis yang dia campur ke minumanku" umpat Nia, bahkan tangannya masih meraba raba bagian puting payudara kenyalnya.
"Eungh mmpp" suara lenguhan lolos begitu saja dari mulut Nia, ia segera membekap mulutnya sendiri.
Nia putus asa, ia kembali menuntaskan hasratnya dengan guling yang berada di sampingnya.
Esoknya Nia bangun kesiangan, ia melihat jam di dinding menunjukkan pukul tujuh pagi, gadis itu segera ke kamar mandi, melakukan mandi wajib dan melaksanakan sholat subuh.
Sekalipun tingkahnya absurd dan terkesan sembrono, Nia selalu mengingat ucapan uminya agar tidak meninggalkan sholat dalam keadaan apapun.
Gadis itu sudah rapi dengan setelan blouse sage green lengan panjang yang dimasukkan ke dalam celana cut bray hitam, dipadu dengan pashmina warna senada dengan celana. Ia menenteng totebag motif ketupat coklat muda, riasan yang tipis menambah tingkat kecantikan bertambah seorang Aghnia.
Betapa terkejutnya ketika ia membuka pintu kamar, dua temannya sudah menunggu di sana, memandangnya dengan mata yang berkedip berkali kali.
"Kalian kenapa?" heran Nia memandang dua temannya dengan aneh.
"Nggak ada yang pengen kamu ceritain nih?" lontar Risti.
"Ada yang luka nggak Ni?" imbuh Monica.
Nia tersenyum manis melihat kedua temannya khawatir akan kejadian kemarin di diskotik, ia menutup pintu kamar lalu memiting kedua leher temannya hingga mengadu kesakitan.
Di rumah sakit, Bimo berbaring dengan punggung tangan kiri tertancap infus, sebelah matanya nampak ditutup perban dan bengkak hasil pukulan Aghnia. Ia berhasil ditolong Roni setelah temannya itu melihat Aghnia turun sendiri dalam keadaan yang tidak sesuai dengan prediksinya.
"Aku bilang juga apa, jangan main main sama Nia" ujar Roni yang berdiri di sebelah brankar Bimo.
Lelaki berbadan gempal itu melirik Roni dengan wajah masam, ia menyusun rencana pembalasan dendam kepada Aghnia, karena merasa dipermalukan dan bahkan bisa dikalahkan oleh wanita itu dengan mudah. Bimo memukulkan tangan kanannya ke kasur sebagai ungkapan rasa kekesalannya.
"Aku bakal bikin perhitungan dengan dia!" seru Bimo memandang wajah Roni dengan licik.
"Aku nggak mau terlibat lagi Bim, resikonya besar" Roni menghela nafas panjang, ia memilih mundur daripada merelakan pendidikannya hanya karena dendam sesaat yang tidak ada hubungan dengannya.
"Sialan! Dasar anak ayam" umpat Bimo, kesal tidak mendapat dukungan dari temannya.
"Udahlah cari mangsa lain aja, daripada harus mendekam di penjara" saran Roni.
"Setidaknya aku bisa puas merasakan keperawanannya sekalipun aku harus mendekam di penjara" ucap Bimo begitu percaya diri "enyahlah!, aku tak butuh pecundang sepertimu" imbuh Bimo
Roni mengendikkan bahu lalu pergi meninggalkan Bimo sendiri, ia menimbang harus memberi tahu Aghnia atau ia simpan sendiri informasi ini, karena keduanya sama sama beresiko.
[hati hati, Bimo berencana membalaskan dendam padamu]
Roni memutuskan untuk memberi tahu Aghnia lewat sebuah pesan dengan nomor baru, ia kemudian mematikan ponselnya dan mengambil kartu perdananya lalu mematahkan dan membuangnya ke tempat sampah.
Aghnia yang baru keluar dari kelas merasakan getaran di saku celananya, ia lantas mengecek ponselnya. Gadis itu mengernyit melihat deretan nomor yang tidak ia kenal, ia mengendikkan bahu tak acuh,semalam ia telah memikirkan hal itu, gadis itu telah bersiap kalaupun Bimo akan membalaskan dendam padanya, ia akan menerimanya.
Monic menghampiri Nia yang duduk di tangga memperhatikan dosen killer dan beberapa mahasiswa sedang bermain basket.
"Masjid yuk, Risti udah di kontrakan" ajak Monic, mereka bertiga tidak berada dalam satu prodi namun mereka telah bersahabat semenjak mendaftar di kampus Islamik ini.
Nia terperanjat kaget lantaran terlalu fokus memperhatikan para pemain basket, "kasih kode dulu bisakan neng!" keluh Nia, ia menghela nafas dan mengelus dadanya.
Monic menampakkan gigi putihnya dan menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kirinya, mereka berdua berjalan beriringan menuruni tangga, melewati lapangan basket.
Mata Nia bahkan tak mampu berkedip saat melihat Alfi Sagara dosen killer yang sedang mendribble bola, rambut yang basah karena kringat semakin menampakkan aura maskulin dosen muda itu.
Mengingat rumor kekejaman seorang Alfi kepada mahasiswanya, membuat Nia bergidik ngeri dan segera mempercepat langkahnya.
"Jadi beneran ni, semalem kamu bikin K.O si Bimo?" Tanya Monic, Nia telah menceritakan kejadian selama di diskotik, namun ia menyembunyikan cerita dirinya yang terkena obat biadab dari Bimo.
"Shuuuttt.. jangan kenceng kenceng ngomongnya" bisik Nia, ia tak ingin oranglain ikut curi dengar dan cerita menjadi menyebar di kampus.
" Udah yuk sholat" ajak Nia.
Kedua gadis itu telah selesai mengambil wudhu dan melaksanakan sholat, Nia memilih untuk tetap tinggal di masjid, ia mengambil mushaf di rak diikuti Monic, mereka berdua murojaah bersama. Geng Nia terlihat seperti wanita baik baik ketika siang dan menjadi bar bar ketika malam.
Di sela murojaah mereka, Nia mendengar sayup sayup seorang lelaki tengah murojaah juga, suaranya sangat merdu membuat Nia menghentikan murojaahnya dan menutup mushafnya, jantung gadis itu berdetak kencang seakan malaikat menyuruhnya untuk bertaubat saat ini juga. Nia mengembalikan mushafnya lalu berjalan mendekat ke pembatas gordyn, gadis nakal itu mengintip siapa gerangan lelaki bersuara merdu.
Ia menghela nafas panjang, lelaki itu duduk di dekat mihrab dan membelakanginya, ia kecewa karena tak tahu paras lelaki bersuara merdu.
"Ngintipin apasih ni?" Tanya Monic, lagi lagi suara Monic mengagetkan Nia membuat Nia bersungut mecubit paha Monic.
Nia berbalik dan melepas mukenah yang ia pakai, melipat dan mengembalikan ke tempat semula. Gadis itu keluar dari area masjid diikuti Monic.
"Serius deh ni, kamu tadi ngintipin apa?" Tanya Monic penasaran.
"Kepo ajadeh Monica yang nggak nikah nikah" ledek Nia, ia tersenyum melihat temannya cemberut
"Jangan jangan kamu tadi ngintipin dosen vokasi yang tua itu ya? Hayo ngaku kamu naksir dosen beruban itu ya ni?" Goda Monic tak mau kalah.
"Ih rese', kamu tau laki laki yang murojaah Deket mihrab tadikan nic?" Tanya Nia.
"Kamu naksir sama dia?" Tebak Monic.
Nia tidak menjawab, ia malah tersenyum dan mengusap usap kedua pipinya membayangkan jika dirinya bisa melihat paras lelaki bersuara merdu itu dan bisa berkenalan dengannya.