Di sebuah desa kecil bernama Pasir, Fatur, seorang pemuda kutu buku, harus menghadapi kehidupan yang sulit. Sering di bully, di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bercerai, harus berpisah dengan adik-adiknya selama bertahun-tahun. Kehidupan di desa Pasir, tidak pernah sederhana. Ada rahasia kelam, yang tersembunyi dibalik ketenangan yang muncul dipermukaan. Fatur terjebak dalam lorong kehidupan yang penuh teka-teki, intrik, kematian, dan penderitaan bathin.
Hasan, ayah Fatur, adalah dalang dari masalah yang terjadi di desa Pasir. Selain beliau seorang pemarah, bikin onar, ternyata dia juga menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh keluarganya. Fatur sebagai anak, memendam kebencian terhadap sang ayah, karena berselingkuh dengan pacarnya sendiri bernama Eva. Hubungan Hasan dan Fatur tidak pernah baik-baik saja, saat Fatur memutuskan untuk tidak mau lagi menjadi anak Hasan Bahri. Baginya, Hasan adalah sosok ayah yang gagal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi Buruk
Kehidupan didesa Pasir kini makin memburuk sejak peristiwa teror yang melihatkan Joni, anak buahnya, Eva dan warga desa. Walaupun teror terus menghantui mereka, mereka tetap bersikeras mengambil hasil panen.
Namun setelah habisnya hasil panen, mereka tidak mengolah kembali kebun tersebut. Kebun yang dulu subur, kini menjadi semak belukar, dan tidak terurus.
Sementara itu Eva dinyatakan gila oleh penduduk desa. Tekanan dari teror yang terus menghantuinya membuatnya tidak mampu mengendalikan diri. Dia sering memukul dan mengejar orang-orang yang mendekatinya. Termasuk para warga yang ingin membantunya. Warga berinisiatif memasukkan Eva kerumah sakit jiwa yang ada di Pekanbaru. Disana dia menjalani perawatan intensif. Namun bukannya malah sembuh, malah semakin jadi gila.
Sedangkan Arlan tidak mampu lagi menanggung beban mentalnya. Dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai polisi. Tubuhnya terlihat kurus. Dulu wajah itu nampak tegas kini terlihat tua dan lesu. Seperti tidak memiliki kehidupan dimatanya. Dia juga menarik diri dari kehidupan sosial.
Namun, Joni dan anak buahnya terus menjadi duri di kehidupan desa. Saat salah satu warga menyewa kebun yang dulu milik Fatur, kembali mengolah tanah yang terbengkalai, Joni dan kawan-kawannya kembali menunjukkan keserakahannya. Dia mengambil hasil panen tanpa izin, dengan alasan tanah itu miliknya, seperti yang dilakukan sebelumnya. Warga nampak kesal akhirnya meninggalkan kebun. Mereka tidak ingin terjebak dengan masalah yang sama, dengan yang dialami Fatur sebelumnya. Kembali kebun itu menjadi semak belukar.
Keadaan desa Pasir semakin memburuk saat Joni mulai menguasai desa Pasir. Warga Pasir diwajibkan membayar "Uang keamanan" berupa hasil kebun dan uang. Bagi mereka tidak menuruti keinginan Joni, maka akan dipukuli, rumah mereka dihancurkan. Desa Pasir kembali menghadapi mimpi buruk. Dulu mereka dihantui oleh psikopat gila, sedangkan sekarang harus menghadapi pemerasan yang dilakukan Joni dan kawan-kawannya.
Warga yang awalnya menerima, kini beberapa ada yang melawan dan sebagian malah memutuskan pindah dari desa Pasir. Namun karena ketakutan mereka pada Joni dan anak buahnya, warga menjadi terpecah. Ada yang melawan dan ada yang pasrah dengan keadaan. Desa Pasir bukan lagi tempat yang damai. Meskipun ancamannya berbeda dari sebelumnya, namun dampaknya sama, yaitu ketakutan dan kehancuran.
Namun Joni dan kawan-kawannya tak sepenuhnya berkuasa, karena teror-teror itu juga masih menghantui mereka. Mereka hanya berkuasa dengan uang dan hasil panen warga, bukan dengan teror yang sudah lama tercipta.
Setelah bertahun-tahum mendekam dalam penjara. Akhirnya kini Hasan Bahri bebas. Dia sangat kesal pada istrinya, selama dipenjara tidak pernah sekalipun sang istri menjenguknya. Namun saat sampai dirumahnya, dia terpaku melihat rumahnya nampak tak terurus.
Dia mengepalkan tangannya, "Apa sih kerja wanita itu hingga tidak bisa mengurus rumah." gumamnya dengan nada kesal.
Namun dia makin kaget saat melihat dalam rumah, semuanya berantakkan, rumah itu seperti lama tak terurus. Hasan mencium bau anyir yang menyengat saat memasuki rumah. Dia melihat darah segar mengalir di sepanjang lantai rumah. Tanpa ragu dia berjalan menuju dapur, dimana bau darah semakin kental. Peralatan dapur berserakan, ada beberapa juga yang pecah. Matanya tertuju pada tulisan didinding dapur. "Kamu akan mati." darahnya berdesir.
Tangannya mengepal kuat. "Siapa yang berani membuat seperti kepadaku? Akan aku hancurkan dia..." geramnya menatap tajam tulisan itu.
Dia kembali berjalan kekamar pribadinya. Disana terlihat sangat berantakkan, darah berserak diatas ranjang. Juga terdapat dalam kamar mandi. Dia menghela napas berat.
"Siapa yang berani melakukan ini?" pikirnya.
Namun saat dia berpikir dengan keras, suara dentuman keras diruang tengah mengkagetkannya. Dia segera melihat keluar kamar, dan dia melihat seperti ada seseorang terbaring seperti pocong. Dia mendekati dengan rasa penasaran. Setelah dilihat dari dekat, ternyata cuma batang pisang, yang dikafani seperti pocong. Namun yang membuat dia heran adalah, darah anyir yang menempel dikain putih itu.
Pintu bagian depan terbuka sendiri. Hasan menatap tajam kearah pintu. Samar-samar terdengar suara tangisan. Dia sangat terkejut saat sebuah boneka terlempar sendiri kearahnya. Boneka itu tergeletak dilantai, perpakaian seperti anak kecil, seperti menatapnya tajam.
Boneka itu berlumuran darah. Yang membuat dia sangat terkejut, saat ada suara tertawa pelan, dan boneka itu melayang. Hasan membeku. Wajahnya pucat seketika. Lampu berkedip, membuat suasana semakin mencekam. Suara tawa itu berubah menjadi tangisan. Boneka itu tetap melayang. Hasan jatuh terduduk, tubuhnya gemetar.
Seperti biasanya saat Hasan bangun, semua nampak seperti semula. Kamarnya bersih, dan dia juga memeriksa ruangan tengah dan dapur terlihat bersih. Hasan mengusap wajahnya kasar. Bagaimana mungkin semuanya nampak tidak ada terjadi apa-apa. Dia melihat sekeliling rumahnya nampak normal. Dia hanya melihat atap rumah nampak bocor. Kaca jendela nampak tertutup debu. Tidak ada yang aneh.
Hasan memutuskan untuk keluar dari rumah dan bertanya pada warga tentang istrinya. Betapa terkejutnya Hasan mendengar istrinya dirawat di rumah sakit jiwa.
Setelah itu Hasan menceritakan apa yang terjadinya padanya saat berada didalam rumahnya.
"Istri bapak juga mengalami hal yang sama pak. Tapi kami jadi bingung, teror itu terjadi hanya pada istri bapak... Kami warga sini tidak ada di teror seperti itu pak." jelas sang warga.
Hasan nampak kesal. Dia berpikir ada seseorang berusaha membuat istrinya gila.
Eva yang dulunya penuh perhatian dan lembut kini berubah menjadi sosok yang keras dan cemas, sering melukai dirinya sendiri dan orang lain yang ada di dekatnya. Dalam beberapa tahun terakhir, Eva mulai mengalami halusinasi, menganggap rumahnya. Penuh dengan darah atau dihantui makhluk halus, dan sering kali berbicara tentang teror yang ia alami, meskipun tidak ada seorang pun yang bisa membuktikannya.
Hasan makin terpuruk melihat keadaan sang istri. Dia merasa gagal menjadi sosok suami. Hasan memutuskan untuk menjaga Eva. Hasan pindah ke Pekanbaru dan membawa sang istri tinggal bersamanya. Dia merawat sang istri sendirian. Dia tidak percaya, dokter bisa menyembuhkan istrinya.
Setiap hari, Hasan merawat Eva dengan sabar dan kasih sayang. Hasan memasak, membersihkan rumah, menyisir rambut istrinya, dan memastikan Eva tetap nyaman dirumah barunya, yang jauh dari kenangan buruk.
Saat Eva kambuh, menangis dan berteriak, mengamuk tanpa sebab, Hasan dengan sabar menenangkannya dan memeluknya. Hasan mengajak Eva berbicara, menceritakan kisah lama yang indah, berharap bisa memanggil jiwa istrinya, yang terkurung dalam bayang-bayang kegilaan.
Namun Eva jarang merespons, tatapannya kosong. Terkadang Hasan kehilangan harapan melihat sang istri, hari demi hari tidak memperlihatkan kesembuhan. Namun dia mencoba bertahan. Hasan mencoba berbagai cara untuk pengobatan istrinya, mulai dari pengobatan mendatangi ustad-ustad minta di ruqyah, ke psikiater, dan lain sebagainya. Namun tak ada membuahkan hasil.