Menceritakan seorang wanita yang memiliki perasaan cinta kepada suaminya sendiri. Penikahan paksa yang di alami wanita itu menyebabkan tumbuhnya beni cinta untuk sang suami meskipun sang suami selalu bersikap dingin dan acuh kepadanya.
Wanita yang bodoh itu bernama Andin. Wanita yang rela suaminya memiliki kekasih di dalam pernikahannya, hingga sebuah kecelakaan terjadi. Andin mengalami koma dan ketika sadar semua tidak seperti yang di harapkan oleh sang suami.
Apakah cinta Andin tetap bertahan meskipun ia menderita amnesia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yasmin Eliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejutan untuk Rian
Bertapa terkejut Rian mendengar dan melihat sesuatu yang tidak seharusnya di dengar dan di lihatnya.
Rian mengambil jaket yang ia tahu siapa pemiliknya. Di dalam kamar itu terdengar suara saling sahut antara pria dan wanita.
Suara yang sebenarnya hanya suami dan istri lah yang biasa mengeluarkannya.
Rian membuka pintu kamar itu dengan pelan dan keterkejutannya itu terjawab suda. Rizki dan Ara sedang bertempur dengan posisi Ara yang memimpin.
Rian mundur beberapa langkah dengan rasa jijiknya terhadap sang kekasih. Jaket Rizki yang di pegangnya itu meluncur kebawah bertepatan dengan langkah Rian yang menghilang dari sana.
Banyak pertanyaan di hatinya yang tidak mampu di jawabnya.
Rian melangkah pergi meninggalkan dua insan yang tidak sadar bahwa perbuatan mereka sudah menjadi tontonan gratis untuk Rian.
"Apa benar yang di lakukan Andin? Kenapa Ara bisa melakukan semua ini kepadaku?" Rian memukul stir mobil karena hatinya merasa di khianati selama ini.
Di sisi lain Andin terbangun dari tidurnya dengan kepala yang masih terasa pusing ia berusaha mengingat apa yang terjadi padanya. Ingatan akan adegan - adegan panas yang ia lakukan bersama suaminya membuat tubuhnya meremang merinding atas prilakunya yang begitu agresif.
"Apa yang terjadi kepadaku? seperti bukan diriku" Andin bermonolog pada dirinya sendiri.
Andin mengedarkan pandangannya kesemua sisi namun tidak ia jumpai sang pemilik kamar sesungguhnya.
Andin meraih ponselnya di atas meja yang berada di samping tempat tidur.
Di lihatnya jam menunjukan pukul 01: 00 dini hari, namun tidak ada tanda-tanda Rian telah kembali.
Dengan kepala yang masih terasa berat Andin melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Rian untuk memastikan bahwa sang suami masih berada di ruang itu atau tidak ada.
"Sedang apa kamu?" tanya Rian yang mengagetkan Andin pasalnya Rian muncul dari belakang Andin ketika dirinya ingin membuka pintu ruang kerja.
Wajah Rian terlihat begitu dingin dan serius. Andin yang menangkap ada sesuatu yang terjadi dengan suaminya langsung berusaha bersikap setenang mungkin agar tidak memperburuk keadaan.
"Aku mual dan pusing bisakah bantu aku untuk mengambil obat pereda pusing. Aku bingung dimana letak kotak obat di rumah ini" ucap Andin yang tidak semuanya adalah kebohongan karena dirinya merasakan pusing dan mual.
Rian langsung melangkah mendekat kearah Andin, wajah dinginnya membuat Andin terdiam tanpa bicara. Andin merasakan badannya melayang dan dia langsung refleks menggantungkan tangannya ke leher Rian.
"Cobalah untuk istirahat, karena aku tidak ingin kamu kembali pingsan" ucap Rian sambil menggendong Andin kembali ke kamar mereka.
Setelah meletakan Andin di atas kasur, Rian mengambil obat yang sempat ia beli tadi sepulangnya dari apartement Ara.
"Apa aku tadi pingsan?" tanya Andin lembut dan hanya memperoleh jawaban dengan anggukan.
"Ini obat yang harus kamu habiskan" ucap Rian lalu memberikan obat tersebut ke Andin.
Di tatapnya wajah pucat Andin. Ada rasa sedih menjalar di hati Rian melihat tubuh Andin yang lemah. Rian tidak menyadari perasaan apa yang sedang ia rasakan ke Andin. Rian menatap Andin dengan tatapan sendu. Ada kesedihan di mata Rian yang mampu di tangkap Andin.
"Ri... Ada yang mau aku tanyakan" ucap Andin dengan serius.
"Mau tanya apa?" Rian menolehkan kepalanya menatap mata hazel milik sang istri pasalnya dia sempat mengalihkan pandangannya ketika mata mereka saling tatap.
"Kenapa kamu bohong kepadaku? Bukankah kita sudah buat kesepakatan bahwa kamu tidak di perkenankan bertemu dengan Ara sebelum 4 bulan? Apa sesakit itu tidak bertemu dengan Ara? Ini belum juga 4 bulan. Bersabarlah hanya tinggal berapa hari lagi kamu bebas. Soal semalam aku hanya ingin membuat kenangan indah denganmu sebelum kita berpisah karena mulai hari ini lebih baik kita menjaga jarak, sebagai pembiasaan kita jika sudah tidak bersama." ungkap Andin lalu membaringkan tubuhnya tubuhnya memunggungi Rian.
Rian tidak mampu menjawab apapun yang di tanyakan Andin karena otaknya sekarang terasa penat memikirkan perasaan apa yang ia miliki sesungguhnya.
"Aku belum yakin dengan perasaanku padamu tapi aku tidak ingin pernikahan ini berakhir. Kita sudah melakukan hubungan ranjang berkali-kali dan aku sedang menunggu hasilnya. Aku ingin kamu mengandung beniku dan ingin membina rumah tangga denganmu secara utuh. Untuk 4 bulan kesepakatan kita itu anggap saja hanya gurauan. Aku janji akan setia denganmu tanpa ada wanita lain di hatiku tapi untuk sekarang biarkan waktu yang membuatku jatuh cinta padamu" ucap Rian panjang lebar dan sulit di cerna di pikiran Andin.
"Sekarang kamu istirahatlah dulu, besok kita ke rumah sakit untuk periksa selanjutnya" ucap Rian mengusap lembut pucuk kepala Andin yang telah tidur membelakanginya.
Tidak ada sautan atau balasan dari Andin namun Rian tahu pasti sang istri sedang menangis. Punggung Andin bergetar karena ia mengetahui sang suami belum memiliki perasaan untuknya. Rian membalikan posisi sang istri sehingga posisi Andin terlentang menghadapnya. Di kecupnya dahi Andin lalu turun kemata terus turun ke hidung dan berakhir di bibir yang membuat mereka berakhir dengan ciuman panas. Pagutan mereka terlepas ketika oksigen yang masuk ke rongga nafas mulai menipis. Rian memundurkan wajahnya untuk memberikan ruang bagi mereka untuk menghiruf nafas lebih dalam.
Rian berusaha menguasai nafsunya karena kondisi Andin yang lemah di tambah prediksi dokter Rina yang menyatakan kemungkinan Andin sedang mengandung meskipun belum yakin 100 persen.
"Tidurlah lagi, Aku akan kekamar mandi dulu baru tidur bersamamu" ucap Rian lalu melangkah ke kamar mandi untuk menenangkan anggota tubuhnya yang telah terbangun karena sentuhan yang mereka lakukan.
Rian menggunakan kaos oblong berwarma putih dengan celana pendek berwarna hitam.
Rian ikut naik ke atas kasur dan merapatkan tubuhnya ke arah Andin yang sudah memeramkan matanya. Tangan Rian mengelus perut Andin yang masih rata dengan pikiran yang penuh akan pengkhianatan Ara selama ini.
Di tatapnya wajah Andin yang tertidur dengan dengkuran halusnya.
"Maafkan aku yang sudah acuh kepadamu beberapa hari ini. Aku hanya ingin membuang perasaanku kepadamu karena aku merasa bersalah dengan Ara. Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Disisi lain aku merasa nyaman berada di dekatmu, tapi disisi lain aku merasa bersalah dengan Ara karena aku telah lama menjalin hubungan dengannya. Aku menghindar darimu karena aku tidak kuat harus menahan diri untuk menyentuhmu Andin... Tapi sekarang aku sudah yakin, Aku harus melanjutkan perasaan ini kekamu Andin... Aku ingin rumah tangga kita berjalan harmonis kedepannya" ucap Rian sambil mencium puncuk kepala Andin. Rian berusaha memejamkan mata dan berakhir dengan tidur sambil berpelukan.