Awalnya pertemuan tak sengaja dan berujung di ranjang tetangga.
Saking kesepiannya, Intan Novalia berselingkuh dengan tetangganya yaitu seorang dosen bernama Doni pratama.
Keseringan di tinggal dinas oleh sang suami yaitu Indra Arshaka. Intan, secara diam-diam menduakan suaminya sendiri tanpa sepengetahuannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurmaMuezzaKhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 2
"Kapan kamu akan menikah?" Pertanyaan seseorang tersebut membuat Doni terkejut. Entah kenapa Doni selalu enggan menjawabnya dan selalu mengalihkan pertanyaan tersebut.
"Bu.. Aku masih belum kepikiran kesana, jangan membahas itu lagi." Ucapnya sedikit kesal.
Bisa di bilang usia Doni ini cukup mapan. Saat ini usianya tepat 34 tahun, dia masih ingin terus mengajar menjadi dosen di universitasnya sekarang.
Bukan tak ingin dia menjalin hubungan lagi dengan seorang wanita, namun dia pernah gagal dalam menjalani sebuah hubungan yang kandas karena terjadinya perselingkuhan. Mungkin bisa di bilang kalau Doni sedikit trauma dan enggan memikirkan tentang pasangan, apalagi sampai menikah.
"Astaga, usiamu sudah matang dan sudah waktunya untuk menikah, nak. Anak teman-teman ibu juga sudah pada menikah, kenapa kamu yang memiliki wajah rupawan dan mapan ini masih saja jomblo?!"
Orang tua Doni terus mengoceh panjang lebar, Doni dengan cepat menutup telinganya agar tak mendengar ocehan ibunya lagi.
"Bu, bisakah kau pulang sekarang? Aku akan bersiap-siap untuk pergi ke kampus." Ucap Doni sedikit tegas.
Ibunya melototkan matanya saat putera semata wayangnya mengusirnya secara halus. Meski ibunya sudah terbiasa dengan sikap ketus dan acuh sang putera, dia pada akhirnya mengalah dan beranjak dari duduknya.
"Baiklah, ibu pulang sekarang. Dan ibu tidak akan menyerah untuk cepat-cepat menyuruhmu menikah. Dan pastinya, minggu depan ibu akan kesini lagi." Tuturnya langsung pergi melangkahkan kakinya keluar dari apartemen Doni. Doni pun menghela nafasnya sejenak setelah ibunya pergi.
"Huft.. Aku benar-benar muak mendengar ibu mengatakan itu. Menikah? Apa ibu lupa jika dulu aku di selingkuhi oleh Amara. Bagaimana aku memulai kembali suatu hubungan, aku saja sedikit trauma."
Yang membuat Doni sedikit trauma adalah perselingkuhan yang di lakukan dulu mantan kekasihnya yakni Amara, dia memergoki langsung dengan mata kepalanya sendiri melihat sang mantan kekasih sedang melakukan hubungan terlarang di atas ranjang bersama pria lain.
"Aku benci ketika aku mengingat kejadian itu." Gumamnya.
Ting.. Tong..
Doni terkejut mendengar bel nya berbunyi kembali. Dia pun memijit pelipisnya dan mengira ibunya datang kembali.
Ceklek
"Ada apalagi sih, bu......"
"Eh...?" Seseorang mendongak terkejut ketika mendengar ucapan Doni.
Saat itu juga Doni mematung seketika. Bagaimana tidak, dia mengira bahwa seseorang yang memencet bel pintunya itu adalah ibunya, tapi ternyata dia salah, orang yang ada di depan matanya saat ini adalah orang lain. Bukanlah ibunya, yakni Intan.
"M-mbak Intan...?"
"Ah, apa saya mengganggu anda? Maaf sebelumnya, mas." Intan sedikit menundukan kepalanya merasa tak enak karena sudah bertamu di jam yang tidak tepat.
Doni berusaha mencairkan suasana dan membuat Intan agar melanjutkan kembali maksud kedatangannya.
"Tidak, mbak. Saya hanya terkejut. Saya mengira itu orang lain, ternyata mbak intan." Ucapnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ini. Saya membawakan cake ini untuk anda. Kebetulan hari ini saya berulang tahun dan cake ini cukup banyak, saya bagikan ke mas Doni yang kebetulan menjadi tetangga baru saya." Intan menyerahkan beberapa potong cake tersebut pada Doni.
Doni langsung menerima cake tersebut dan tersenyum tipis pada Intan. Melihat itu, entah kenapa Intan merasa aneh, senyum manis Doni membuatnya terasa ada kupu-kupu yang menggelitik dalam perutnya.
Bahkan aroma maskulin dari tubuh Doni, membuat Intan tiba-tiba mendekat untuk lebih mencium wangi aroma tersebut.
Srukkk
"Astaga!!" Pekik Doni terkejut saat cake yang dia pegang tiba-tiba jatuh dan mengenai baju yang Intan kenakan.
"Duh.. Bajuku..." Ucapnya menunduk untuk melihat bajunya yang kotor karena cake. Intan mencoba untuk membersihkannya namun malah semakin kotor.
Doni dengan sigap menawarkan kamar mandinya pada Intan untuk membersihkan bajunya yang kotor. "Mbak, ayo masuk saja ke dalam, anda bisa membersihkannya di kamar mandi saya."
"Eh, tapi...."
"Tidak papa. Ayo masuk saja, mbak." Doni membukakan pintu apartemennya dengan lebar dan mempersilahkan Intan untuk masuk ke dalam. Meski sebenarnya niat Doni ini baik, namun di sisi lain, dia malah memberikan jebakannya sendiri yang akan berujung fatal.
Dan setelah itu...
Suara air keran dari kamar mandi terus keluar, Intan cukup lama di kamar mandi dan membuat Doni sedari tadi mondar mandir menunggu di luar kamar mandi.
Batin Doni bahkan sampai heran, kenapa Intan lama sekali di kamar mandi. Apa yang terjadi dengannya di dalam? Bukannya membersihkan baju yang terkena cake tidak membutuhkan waktu lama. Dan akhirnya Doni memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar mandi.
Tok.. Tok.. Tok..
"Mbak Intan, apa anda baik-baik saja?" Tanyanya di luar pintu. Suara air dari keran pun tiba-tiba berhenti. Dan tak lama kemudian Intan pun muncul membukakan pintu kamar mandi.
Ceklek
"Mas Doni.. Bisakah anda menolong saya?" Ucap Intan dengan memasang wajah sendunya yang hampir menangis.
Melihat itu Doni terkejut dan menunjukan sedikit kepanikan dalam dirinya, Doni pun berusaha menanyakan apa yang terjadi pada intan. "Ada apa, mbak? Apa mbak terluka?"
"C-cincin pernikahan saya masuk ke dalam saluran pembuangan, mas. Saya tak sengaja menjatuhkannya saat saya sedang mencuci tangan saya." Ucapnya menjelaskan panjang lebar.
Mendengar itu Doni pun terkejut, bahkan dia sampai mengerutkan dahinya. Benda kecil tersebut terbilang sakral dalam pernikahan. Dan jika itu hilang, situasinya akan menjadi gawat.
"Mbak, mbak tenang dulu ya.. Saya akan mencoba membantu mbak Intan." Ucapnya dengan lembut mencoba menenangkan Intan.
"Hiks.."
Alih-alih membuatnya tenang, justru Intan malah menangis di depan Doni. Melihat Intan seperti itu, Doni tanpa fikir panjang dan langsung memeluk Intan.
Greb
Doni paham, meskipun dia mencoba untuk membantunya, namun tetap saja. Benda tersebut tidak akan bisa kembali lagi.
"Mbak, jangan menangis. Lebih baik anda beritahu mas Indra saja sekarang, atau........"
"Gak! Jangan sampai mas Indra tahu." Ucapnya memotong pembicaraan Doni.
Doni cukup terkejut melihat reaksi Intan, dia pun hanya terdiam dan mengusap-usap punggung Intan. Dia memang lebih baik diam dari pada mengucapkan kata yang salah.
Merasa lebih baik, Intan mencoba mengurai pelukan dan mendorong Doni dengan pelan. Mata Doni tak sengaja melirik sesuatu yang menonjol dari baju Intan yang transparan.
"M-mbak.. Saya akan membawakan handuk untuk anda." Ucapnya sambil mengalihkan pandangannya.
Baju Intan berwarna putih dengan memakai bra hitam di dalamnya. Bra tersebut terpampang jelas karena Intan memakai baju yang baru saja dia bersihkan dengan air.
"Terima kasih, mas."
Doni hanya mengangguk pelan dan mencoba untuk melangkahkan kakinya. Namun sebelum melangkah, tiba-tiba sesuatu pun terjadi.
Srettt.
"Aww...." Intan meringis saat rambutnya tersangkut di kancing baju kemeja milik Doni.
"Astaga, sebentar!" Pekiknya terkejut dan mencoba untuk melepaskan rambut Intan dari kancing bajunya.
Doni berusaha melepaskan rambut Intan dengan pelan, Intan pun hanya meringis karena rambutnya sedikit ketarik. Saat Doni sedang fokus untuk melepaskan rambut Intan, justru Intan malah fokus ke dada bidang Doni yang terlihat bagus dan otot perutnya terlihat bentukan sixpack.
Tanpa sadar Intan malah menyentuh benda tersebut dan membuat Doni meremang terkejut. Intan pun dengan santainya mengelus-elus bentukan roti keras tersebut tanpa memperdulikan reaksi Doni.
"M-mbak Intan.. A-apa yang anda lakukan..?"
"Eh....?" Intan terkejut dan langsung mendongakan kepalanya. Dan di situ juga Doni menunduk untuk melihat apa yang sedang Intan lakukan.
Posisi mereka cukup dekat, hidung mereka sedikit menempel dan hembusan aroma mint Doni membuat suasana semakin panas. Bahkan Doni dengan susah payah menelan ludahnya karena melihat situasi mereka saat ini.