Hidup Kian berubah drastis setelah kecelakaan tragis yang merenggut nyawa ibu Keira, putri dari sahabat dekat kakeknya. Di tengah keputusasaan, Kian harus menghadapi permintaan terakhir dari ayah Keira yang sedang kritis—sebuah permintaan yang mengguncang hatinya: menikahi Keira dan melindunginya dari segala ancaman yang mengintai. Terjebak di antara janji yang berat dan perasaannya yang masih tak percaya pada cinta karena Stella, mantannya yang mengkhianati.
Kian dihadapkan pada pilihan sulit yang
akan menentukan masa depan mereka berdua. Haruskah ia memenuhi janji terakhir itu atau mengikuti kata hatinya yang masih dibayangi cinta masa lalu? Di tengah kebimbangan dan tekanan dari berbagai pihak, keputusan Kian akan mengubah hidup mereka selamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang baru
“Kenapa, Nek?” Kian bertanya. Ia lalu berbalik badan dan duduk di samping neneknya, Grace, dan duduk berseberangan dengan seorang wanita yang tampak berusia 30-an, berpenampilan anggun dengan aura elegan yang kental.
Grace Natalie Daryanto, nenek Kian, umurnya empat tahun dibawah Devin, suaminya. Grace merupakan sosok yang sangat berarti dalam hidupnya. Ia adalah wanita kuat yang pernah menjadi chef bintang lima, namun memutuskan untuk pensiun setelah 30 tahun mengabdikan diri di dunia kuliner.
Keputusan itu diambil agar ia bisa sepenuhnya fokus merawat Kian dan adiknya setelah orang tua mereka meninggal akibat kecelakaan empat tahun lalu. Bagi Kian, neneknya adalah segalanya—ibu sekaligus pelindung.
“Kenalin sayang, ini Tante Wendy, teman lama nenek,” ucap Grace dengan senyum yang lembut namun penuh makna.
Wanita yang diperkenalkan sebagai Tante Wendy tersenyum sopan, memperlihatkan senyum manis namun formal. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Kian merasa sedikit tidak nyaman—seperti ada hal besar yang sedang disimpan, menunggu untuk diledakkan.
“Senang bertemu denganmu, Kian,” ucap Wendy dengan suara lembut yang terlatih.
Kian hanya membalas dengan senyum tipis dan anggukan kecil, masih belum sepenuhnya memahami apa yang sedang terjadi. Namun, sebelum ia bisa bertanya lebih jauh, neneknya melanjutkan, “Dan ini…” Grace berhenti sejenak, menoleh pada wanita muda yang duduk di samping Wendy. Wanita muda itu tampak seumuran dengan Kian—kulitnya putih bersih, rambutnya hitam legam yang diikat sederhana, dan matanya memancarkan ketenangan, meski ada sedikit rasa gugup di dalamnya.
"Biarin Keira perkenalin dirinya, Nek," ucap Tante Wendy sambil tersenyum.
"Oh, yasudah, Keira, perkenalkan dirimu," titah Grace dengan nada lembut namun tegas.
Keira tersenyum, kemudian dengan suara lembut memperkenalkan diri. "Nama aku Keira Ganendra, anak dari Mama," ucapnya sambil melirik Tante Wendy dengan bangga. Senyumnya manis, hangat, dan ramah.
Keira Ganendra, seorang wanita muda yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Amerika Serikat, putri dari Wendy Belani, seorang desainer ternama, dan Norman Edwin Firdausi, CEO Keinan Group. Usianya baru 22 tahun, cantik, pintar, dan berkarisma.
Kian mengulurkan tangannya, mencoba bersikap ramah. "Gua Kiandra Darmansyah," balasnya sambil tersenyum tipis.
Keduanya saling bertatapan, seolah berbicara melalui mata, namun masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Yaelah, Ian, lama amat jabat tangan lo. Nyaman apa gimana?" sebuah suara berat memecah suasana canggung. Kian segera melepaskan tangannya dari Keira, salah tingkah.
"Lu ganggu aja, Vin," sahut seorang pria yang duduk di sebelahnya, dengan nada menggoda.
Kian menoleh dan mendapati pria paruh baya yang rambutnya memutih serta berjenggot, duduk di sana mengenakan kemeja rapi yang dilapisi blazer. Itu kakeknya, Devin, yang tampak santai sambil tersenyum usil.
Seketika itu, semua orang menoleh ke arah Devin dan Norman, ayah Keira, yang duduk di sebelahnya. Kedua pria itu tampak bersahabat, meski ada perbedaan usia di antara mereka.
Grace menatap tajam ke arah suaminya. "Ganggu aja kamu, Mas!" tegurnya, tapi dengan nada yang terlihat penuh kasih.
"Tuh, dengerin tuh. Seperti nggak pernah muda aja, kayak nggak pernah ngerasain yang namanya pendekatan," Norman menimpali dengan nada bercanda, membuat Devin tertawa.
Devin angkat bicara sambil menoleh ke arah Kian. "Hahaha, maafin gua ya, Ian, udah ganggu pendekatannya," godanya lagi.
Kian hanya bisa tersenyum canggung, kemudian meminta izin. "Mohon maaf semuanya, boleh nggak aku ke kamar sebentar?"
"Loh, kenapa, Ian?" tanya Devin heran.
"Capek, Kek. Badan udah lengket sama keringet," jawab Kian sambil melepas jaket denimnya, memperlihatkan kaus putihnya yang sudah basah karena keringat.
Devin mengangguk paham. "Yaudah, istirahat sana."
Sebelum Kian pergi, dia sempat menatap Keira lagi, dan gadis itu menundukkan kepala malu-malu. Kian tersenyum kecil, heran dengan perasaan yang tiba-tiba muncul dalam dirinya, sebelum akhirnya berbalik menuju tangga menuju kamarnya.
Di tengah percakapan mereka, terdengar suara manis yang datang dari sudut ruangan.
"Princess aku mana, Bund?" tanya Devin, matanya mencari-cari seseorang.
"Aku di sini, Kek!" seorang gadis kecil dengan pakaian serba pink berlari kecil ke arah Devin. Mulutnya penuh dengan cokelat yang berantakan di sekitar bibirnya.
Devin tertawa kecil, memeluk dan mengangkat cucu bungsunya itu. "Ya ampun, princess Kakek abis makan cokelat ya? Kok mulutnya sampai belepotan gitu," ucapnya sambil mengelap cokelat di wajah kecil Tasya.
"Kakek bawain cokelat enak sih, aku nggak bisa berhenti makannya," sahut Tasya dengan wajah polos.
"Haha, dasar Kakek. Bawa-bawa cokelat sih," Grace menyahut sambil tertawa kecil, membuat suasana semakin hangat.
Tasya turun dari pangkuan Devin, tapi tiba-tiba, tatapannya berubah dingin ketika melihat Keira. Grace yang sadar akan hal itu segera memberi isyarat pada Tasya untuk bersikap sopan.
"Sayang, kenalan dulu dong sama Kak Keira," ucap Grace lembut sambil menunjuk Keira.
Namun, Tasya hanya menatap Keira dengan tatapan sinis dan berkata singkat, "Nggak!" sebelum berbalik meninggalkan ruangan dengan langkah kecil yang cepat.
"Tasya..." lirih Grace, kecewa dengan sikap cucu bungsunya.
Tasya Darmansyah, adalah anak bungsu di keluarga Darmansyah, dan baru saja kelas 3 SD. Ia sangat cantik, imut, dan suka berbuat hal-hal yang bisa membuat orang disekitarnya tertawa. Namun, ia begitu posesif kepada Kian, abangnya.
Devin dan Grace saling berpandangan, tampak ada rasa tidak enak yang menyelimuti hati mereka. Keira yang melihat kejadian itu, tersenyum seolah mencoba memaklumi.
"Maaf ya, Keira. Tasya memang agak posesif sama abangnya," Grace meminta maaf sambil tersenyum canggung.
Keira hanya tersenyum manis, menunjukkan bahwa ia tidak mempermasalahkan hal itu. "Gak apa-apa, Tante. Aku mengerti kok."
Di saat yang sama, Kian yang ternyata masih memperhatikan dari lantai atas, tersenyum kecil. "Keira... Dia penyabar banget, dan... senyumnya manis," batin Kian sambil menatap gadis itu sebelum masuk ke kamarnya.