Di tengah dunia magis Forgotten Realm, seorang pemuda bernama Arlen Whiteclaw menemukan takdir yang tersembunyi dalam dirinya. Ia adalah Pemegang Cahaya, pewaris kekuatan kuno yang mampu melawan kegelapan. Bersama sahabatnya, Eira dan Thorne, Arlen harus menghadapi Lord Malakar, penyihir hitam yang ingin menaklukkan dunia dengan kekuatan kegelapan. Dalam perjalanan yang penuh dengan pertempuran, pengkhianatan, dan pengorbanan, Arlen harus memutuskan apakah ia siap untuk mengorbankan segalanya demi kedamaian atau tenggelam dalam kegelapan yang mengancam seluruh Forgotten Realm.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panggilan dari Dunia yang Terlupakan
Keesokan harinya, Arlen terbangun dengan kepala berat, seolah-olah baru saja melewati mimpi buruk yang tak berujung. Namun, ia segera sadar bahwa semua yang terjadi semalam bukan sekadar mimpi. Makhluk gelap, sosok mengerikan bernama Malakar, dan Eira, wanita misterius yang mengaku akan melindunginya. Semua itu nyata, dan pagi ini ia harus memulai perjalanan yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya.
Di luar, Finn menunggu sambil mengisyaratkan Arlen agar mendekat. “Arlen, Eira menunggumu di tepi desa. Dia bilang akan menunjukkan sesuatu.”
Arlen menghela napas, masih merasa berat untuk mencerna semua informasi. “Finn… kau yakin kita harus melakukan ini?”
Finn mengangguk mantap. “Kau tidak bisa mengabaikan apa yang terjadi. Jika Malakar benar-benar mencari sesuatu dalam dirimu, kita perlu tahu lebih banyak. Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian.”
Arlen tersenyum tipis, merasakan kekuatan baru dari persahabatan mereka. “Baiklah, kalau begitu. Ayo kita temui Eira.”
Di tepi desa, Eira berdiri dengan tenang, wajahnya serius. Begitu melihat mereka datang, ia langsung berbicara. “Waktu kita tidak banyak. Semakin lama, semakin besar kemungkinan Malakar menemukan keberadaanmu. Arlen, sudah saatnya kau mulai memahami kekuatan yang kau miliki.”
“Apa maksudmu?” tanya Arlen, berusaha memahami urgensi di balik kata-katanya.
“Kekuatanmu, Cahaya yang tersembunyi dalam dirimu, adalah salah satu dari sedikit hal yang bisa melawan kegelapan seperti Malakar. Tapi kekuatan itu belum terbangun sepenuhnya. Aku akan membantumu membuka kemampuan itu.”
Arlen mengernyit. “Bagaimana caranya? Aku tidak pernah mempelajari hal semacam ini.”
Eira tersenyum tipis. “Tidak ada yang terlahir sebagai pemilik kekuatan sempurna. Kau akan belajar, tapi pertama-tama, kita harus melakukan ritual pemanggilan di Tempat Terlarang.”
Finn tersentak. “Tempat Terlarang? Itu hutan yang ditinggalkan, bukan? Banyak orang hilang di sana, Eira.”
Eira mengangguk serius. “Benar. Tempat itu memiliki energi yang sangat kuat, tetapi berbahaya. Namun, hanya di sana kita bisa memulai perjalanan ini.”
Arlen terdiam sejenak, merasa takut tetapi juga terdorong. “Kalau itu yang harus aku lakukan, aku siap.”
Eira memimpin mereka melewati jalan setapak yang berkelok menuju hutan tua. Semakin jauh mereka masuk, semakin pekat atmosfer di sekitar mereka. Suara burung dan hewan liar menghilang, digantikan oleh desis angin dan daun-daun kering yang berjatuhan.
“Aku punya pertanyaan, Eira,” ujar Finn tiba-tiba. “Kenapa kau datang mencari Arlen? Bagaimana kau tahu tentang dirinya?”
Eira terdiam sejenak, seolah memikirkan jawaban yang tepat. “Aku… punya kewajiban untuk melindungi Cahaya. Sudah lama aku mengembara mencari Pemegang Cahaya yang baru, dan akhirnya kutemukan Arlen.”
“Tapi kenapa aku?” tanya Arlen bingung. “Aku bahkan tidak tahu apa-apa tentang kekuatan ini.”
“Kekuatan kadang bersembunyi dalam diri orang yang tidak pernah menduganya,” jawab Eira lembut. “Kau adalah keturunan garis magis kuno. Meski tidak menyadarinya, darah para pelindung dunia mengalir dalam dirimu.”
Mereka terus berjalan hingga tiba di sebuah batu besar yang penuh ukiran simbol-simbol kuno. Batu itu tampak seperti telah berada di sana selama berabad-abad, tertutup lumut dan akar-akar pohon.
“Di sinilah kita memulai,” kata Eira sambil menyiapkan beberapa lilin dan batu permata yang bersinar lemah. Ia menempatkan lilin-lilin itu di sekeliling batu, lalu memberi isyarat pada Arlen untuk berdiri di tengah lingkaran tersebut.
“Apa yang harus aku lakukan?” Arlen bertanya dengan suara bergetar.
“Pejamkan matamu. Fokuskan pikiranmu pada apa pun yang kau rasakan dalam hatimu. Rasa takut, keraguan, harapan. Biarkan semua perasaan itu muncul.”
Arlen memejamkan matanya, mencoba menenangkan diri. Pada awalnya, ia merasa kosong, namun semakin dalam ia berfokus, ia merasakan sesuatu. Seperti nyala api kecil yang hangat, cahaya itu ada di dalam dirinya.
“Rasakan itu, Arlen. Itu adalah bagian dari Cahaya yang ada di dalam dirimu,” bisik Eira.
Arlen mengangguk pelan, tetapi tiba-tiba ia merasakan gelombang dingin merasuk. Suara-suara aneh bergema di telinganya, seperti bisikan-bisikan dari kegelapan yang ingin menguasainya.
“Arlen! Fokus!” suara Eira terdengar tegas, membangunkannya dari ketakutan yang hampir membuatnya tenggelam.
Namun, sebelum ia bisa menguasai dirinya sepenuhnya, suara mendesis memenuhi udara. Mereka bertiga menoleh dengan terkejut saat melihat kabut hitam muncul dari balik pepohonan, mengitari mereka seperti ular.
“Apa itu?” Finn bertanya dengan suara bergetar.
Eira mundur selangkah, wajahnya berubah pucat. “Itu adalah Penjaga Kegelapan. Mereka merasakan kehadiran Cahaya.”
Kabut itu semakin dekat, membentuk sosok-sosok yang menyerupai bayangan manusia, dengan mata merah menyala. Arlen merasa dirinya terkunci, tak mampu bergerak atau berpaling.
“Kita harus pergi dari sini!” seru Finn, menarik Arlen.
Namun Eira menahan mereka. “Tidak! Arlen harus menyelesaikan pemanggilan ini. Hanya dengan begitu kita bisa mengaktifkan kekuatannya.”
Arlen menatap Eira dengan panik. “Aku… aku tidak tahu apakah aku bisa.”
“Percayalah, Arlen. Jangan biarkan kegelapan ini menakutimu. Kau adalah Pemegang Cahaya,” ujar Eira dengan penuh keyakinan.
Arlen menarik napas dalam, mencoba mengumpulkan keberanian. Ia menutup mata kembali, mencoba merasakan cahaya yang ada di dalam dirinya. Sedikit demi sedikit, ia merasakan kehangatan itu tumbuh, mengisi hatinya dengan keberanian.
Namun, tepat ketika ia hampir menguasai cahaya itu, salah satu Penjaga Kegelapan melompat ke arahnya, siap menyerang.
“Arlen, hati-hati!” Finn berteriak panik.
Arlen membuka matanya, hanya untuk melihat cakar bayangan hitam itu melesat ke arahnya. Sebelum ia sempat bereaksi, sesuatu dalam dirinya bangkit. Cahaya putih terang menyembur dari tubuhnya, menghantam Penjaga Kegelapan itu hingga terpental dan meleleh menjadi kabut hitam.
Eira tersenyum puas. “Kau berhasil, Arlen. Itu adalah Cahaya dalam dirimu.”
Namun, belum sempat mereka merasa lega, kabut hitam yang tersisa berputar di sekitar mereka dengan kecepatan tinggi, membentuk pusaran yang semakin menyempit.
“Kita harus keluar dari sini sekarang!” teriak Eira, menggenggam tangan Arlen dan Finn.
Mereka berlari secepat mungkin, meninggalkan batu pemanggilan dan hutan gelap di belakang mereka. Namun, sebelum mereka berhasil keluar dari hutan, suara dingin yang familiar terdengar dari kegelapan.
“Arlen… aku akan menemukanmu. Kau tak bisa lari dari takdirmu.”
Arlen berbalik, melihat sekilas sosok Malakar berdiri di antara kabut, matanya bersinar merah darah. Ia tahu, meski untuk sementara berhasil meloloskan diri, ini bukan akhir. Justru, ini baru permulaan dari pertempuran panjang yang akan datang.
Arlen merasakan napasnya tersengal-sengal saat mereka akhirnya keluar dari hutan. Cahaya pagi yang menyambut mereka terasa seperti anugerah setelah ketegangan di Tempat Terlarang.
Finn menyandarkan diri di pohon, wajahnya pucat. “Kita tidak bisa terus-terusan berlari seperti ini, Arlen. Malakar tidak akan berhenti.”
Eira menatap mereka berdua dengan tatapan penuh tekad. “Benar. Karena itu, kita harus mempersiapkan diri lebih baik. Kau telah membuktikan kekuatanmu, Arlen. Tetapi, kekuatan itu harus kau kendalikan, atau justru akan menjadi senjata yang merugikanmu.”
Arlen mengangguk, masih merasakan kehangatan Cahaya yang telah menyelamatkan mereka. “Jadi, apa yang harus kita lakukan?”
“Kita harus pergi ke Tanah Pelindung, tempat di mana kau bisa berlatih dan mengasah kekuatanmu dengan aman,” jawab Eira. “Di sana, para pemilik Cahaya akan membantumu.”
Finn melirik Arlen. “Dan aku? Aku tidak memiliki kekuatan apa pun.”
Eira tersenyum tipis. “Kau memiliki sesuatu yang jauh lebih kuat, Finn. Keberanian dan kesetiaan. Itu juga senjata yang tidak dimiliki oleh sembarang orang.”
Arlen menepuk bahu Finn, merasakan rasa syukur yang mendalam atas kehadiran sahabatnya. “Kita akan melewati semua ini bersama.”
Eira memandang mereka dengan sorot mata penuh harapan. “Bersiaplah. Perjalanan kita baru dimulai, dan akan ada banyak bahaya di sepanjang jalan.”
Mereka bertiga berjalan kembali ke desa dengan tekad yang semakin kuat. Di dalam hati Arlen, bayangan Malakar dan ancaman yang baru saja mereka alami terus menghantui. Perjalanan menuju Tanah Pelindung akan menjadi langkah pertama dalam pertempuran yang jauh lebih besar dari yang pernah ia bayangkan.