Ketika cinta hadir di antara dua hati yang berbeda keyakinan, ia mengajarkan kita untuk saling memahami, bukan memaksakan. Cinta sejati bukan tentang menyeragamkan, tetapi tentang saling merangkul perbedaan. Jika cinta itu tulus, ia akan menemukan caranya sendiri, meski keyakinan kita tak selalu sejalan. Pada akhirnya, cinta mengajarkan bahwa kasih sayang dan pengertian lebih kuat daripada perbedaan yang ada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Steak dan vanilla milkshake
Lelaki yang sedang duduk bersantai itu terlihat tenang, tapi pikirannya penuh dengan bayangan seorang wanita yang baru saja dia temui. Mata yang indah, senyum yang menawan dan kepribadiannya yang hangat.
"Seharusnya dia menyadari itu," gumam Tama seorang diri.
Tama duduk di teras rumahnya, kepalanya mendongak menatap jutaan bintang yang berkelap-kelip menghiasi langit malam itu. Dia terhanyut dalam keindahan semesta, hingga tidak sadar dengan kedatangan temannya.
"Aku meneleponmu berkali-kali, kenapa kau tidak mengangkatnya?" tanya Danu, sahabat Tama. Lelaki itu langsung duduk di bangku kosong dekat sahabatnya.
"Telepon?" lirih Tama pelan seraya memeriksa kantong celananya.
Lelaki itu tidak menemukan ponselnya. Dia berusaha mengingat dimana dia meletakkan benda yang bentuknya persegi panjang itu. Tama bangkit berdiri untuk mencari ponselnya, mungkin saja berada di kamar.
Tidak lama kemudian, lelaki tinggi menjulang itu melangkah keluar menghampiri Danu dan meminjam ponsel sahabatnya untuk menghubungi ponselnya. Ponsel Danu dia tempelkan ke telinga, berharap seseorang mengangkat teleponnya.
"Halo? Siapa ini?" tanya Tama.
"Tama? Maaf aku lupa mengembalikan jaketmu dan aku lihat nomor ini terus meneleponmu jadi aku mengangkatnya," ungkap wanita muda itu di seberang telepon.
"Kau ... wanita menyedihkan yang baru saja putus cinta?" tanya lelaki itu sedikit menggodanya.
"Just Freya, thank you," sahut Freya yang tahu dengan candaan Tama.
Setelah membicarakan tentang ponsel lelaki itu, mereka sepakat untuk bertemu di sebuah kafe di pusat kota pada jam makan siang. Tama mengakhiri teleponnya dengan Freya dan mengembalikan ponsel kepada sang pemilik.
"Kenapa ponselmu bisa ada di tangan klien? Apa kalian bertemu di ..." Danu belum menyelesaikan ucapannya karena Tama melemparnya dengan bantal sofa untuk menghentikan pikiran liar sahabatnya.
"Dia bukan klienku, kami baru saja bertemu sore tadi," sahut Tama seraya menyulutkan sebatang rokok.
"Kenalan baru? Cantik?" tanya Danu antusias.
Tama hanya mendecakkan lidahnya dan menggeleng pelan karena tingkah laku sahabatnya. Lelaki itu mengeluarkan asap putih dari mulutnya, tidak lama setelah itu dia menyunggingkan senyum di wajahnya.
Dia menyetir sampai oleng? Tidak, itu tidak benar. Bahkan, Tama sudah melihat Freya yang berdebat dengan seorang lelaki sampai akhirnya wanita itu melangkah pergi.
***
Tama sedang memainkan ponselnya, sudah tiga puluh lima menit dia menunggu kedatangan Freya. Wanita muda itu tidak kunjung datang. Dia menyapu seluruh sudut kafe yang dia datangi, dan sepasang netranya menangkap sosok yang ingin dia temui siang itu.
Lelaki itu bangkit berdiri, dia menyambut dengan sopan teman barunya itu.
"Hai, maaf apa kau menunggu terlalu lama? Aku terjebak macet, mungkin karena jam makan siang." Freya datang dengan membawa sebuah tas kecil berwarna cokelat.
Dengan sigap, Tama menarik kursi kosong yang berhadapan dengan tempat duduknya. "Please," ucapnya.
"Thank you," sahut Freya dengan suaranya yang lembut.
Tama kembali duduk di bangkunya, mereka berdua saling bertatapan sampai akhirnya wanita berambut panjang itu menyerahkan tas yang berisikan barang Tama.
"Mau makan sekalian?" tanya Tama seraya memanggil salah satu pelayan kafe, padahal Freya belum menjawab apakah dia bersedia atau tidak.
Seorang pelayan memberikan dua buah buku menu kepada Tama dan Freya. Tanpa sepengetahuan wanita itu, Tama terus memperhatikan Freya yang sedang berpikir perihal memilih makanan. Menurut Tama, Freya wanita yang sangat cantik dan lucu.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Freya yang langsung menatap Tama.
Wanita itu sedikit terkejut karena lelaki di hadapannya menatap dalam kedua bola matanya. Ya, itu membuat Freya sedikit salah tingkah. Wanita mana yang tidak salah tingkah ketika di lihat oleh seorang lelaki seperti itu?
"Bagaimana dengan ... steak?" tanya lelaki itu yang tidak memalingkan tatapannya.
"Baiklah, dua steak dan dua vanilla milkshake," ucap Freya kepada pelayan yang masih menunggu pesanan mereka dengan sabar.
Pelayan itu mengangguk dan menyuruh kedua manusia dewasa yang duduk berhadapan untuk sabar menunggu.
"Bagaimana kau bisa memutuskan untuk minum vanilla milkshake?" tanya Tama yang masih menatap wanita di depannya.
Freya mengedikkan bahunya. "Kau yang memutuskan memilih makanan, jadi aku yang memilih minumannya. Adil, bukan?" jawabnya dengan tersenyum.
"Bagaimana perasaanmu sekarang? Jauh lebih baik, atau semakin terpuruk?" goda Tama yang berhasil membuat wajah Freya kesal.
"Enak aja, hidup terus berjalan dan aku masih menjalani aktivitasku seperti biasanya. Ya ... walaupun tidak mudah melupakan orang yang sudah menemaniku selama dua tahun belakangan ini," balas Freya yang mencoba menerima jalan takdir hidupnya.
"Kalau boleh tahu, apa pekerjaanmu?" tanya Tama mencoba mengenal lebih dalam tentang wanita muda itu.
"Aku ... penulis. Bagaimana denganmu?" Freya balik bertanya dengan antusias.
"Aku usaha sendiri, sepertinya jika aku menjelaskan kepadamu, kau tidak akan mengerti," ucap Tama.
"Apa aku sebodoh itu?" sahut Freya dengan wajah kesalnya.
Tama senang sekali melihat wajah kesal Freya, sangat lucu dan menggemaskan. Tidak lama kemudian pesanan mereka datang, kedua manusia dewasa itu mulai menyantap hidangan yang ada di depan mereka masing-masing.
"So, apa kegiatan kamu sehari-hari?" tanya Freya sekali lagi karena Tama belum memberitahu apa-apa tentang dirinya.
"Aku biasa membuat website atau applikasi. Mau di buatin website?" sahut Tama.
Freya mendengus kesal, kenapa lelaki itu tadi mengatakan dia tidak akan mengerti tentang pekerjaannya. Padahal, kalau perihal membuat web dia pernah mendapatkan pelajaran tentang hal itu sewaktu duduk di sekolah menengah atas.
"Gratis? Aku mau kalau gratis," kata Freya seraya tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang putih.
Tama mendecakkan lidahnya dan menggelengkan kepalanya. "Dasar wanita, kalau gratisan langsung gerak cepat."
Karena jam istirahat makan siang hampir berakhir, Tama dan Freya berebutan hendak membayar makan siang mereka. Lelaki itu melarang Freya untuk membayar, begitu juga sebaliknya.
Lelaki yang mempunyai senyum manis itu berhasil membayar dan mentraktir Freya makan siang. Wanita berambut panjang itu mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Tama.
"Lain kali aku yang traktir," ucap Freya sebelum mereka berpisah.
"Semoga berhasil kalau begitu," sahut Tama menggoda Freya lagi. Dia tidak akan membiarkan wanita itu mengeluarkan uang selama pergi dengannya.
Mereka berpisah di parkiran, sebelum Freya masuk ke mobilnya, Tama menghampiri wanita itu.
"Aku belum punya kontakmu, bisakah kau memberikannya?" tanya Tama seraya menyerahkan ponsel miliknya.
Freya mengangguk, dia mengetikkan sebuah nomornya dan meneleponnya dari ponsel lelaki itu. "Terima kasih, kamu hati-hati, ya?"
Mereka benar-benar berpisah di tempat parkir, sebelum menginjak pedal gas mobilnya, Freya menyimpan kontak Tama.
"Vanillacoffee? Apa dia juga punya kafe?" gumamnya.
Freya menyimpan ponselnya dan mengemudikan mobilnya. Tidak jauh dari tempat kafe tempat dia makan siang bersama Tama, tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan cepat dan menghalangi jalannya.
Sontak Freya menginjak rem. Wanita berambut panjang itu mendongak dan menatap mobil di depannya. Matanya membelalak saat melihat seseorang turun dari mobil itu.