Mengisahkan tentang persahabatan tiga gadis yang bertemu dimasa putih abu-abu.
Sebuah kisah manis namun penuh luka diawalnya yang dimulai dari seorang Aisha Yuna, seorang anak dari pemilik toko bunga dengan Arga Bimantara yang merupakan teman satu sekolahnya.
Yuna memiliki dua sahabat berbeda karakter dengannya tapi mereka bertiga saling melengkapi satu sama lain dan juga memiliki kisah yang berliku.
karakter tokoh:
Yuna si gadis lembut dan kalem tapi juga mandiri serta kuat. Pemilik sebuah toko bunga yang ia rintis sendiri sejak masa perkuliahan.
Indri si tomboy yang selalu bisa melindungi dua sahabatnya. Seorang penulis artikel yang bekerja di kantor media milik keluarganya.
Riana perpaduan antara kalem dan tomboy. Seorang designer dan pemilik butik.
Ketiganya memiliki cerita yang berbeda, mulai dari karir, keluarga dan kisah percintaan yang tidaklah mulus.
Yuk simak kisah mereka....?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon neng_86, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Where are you..?
"Bun.... Yuna berangkat...." pamit Yuna pada bunda yang masih sibuk di dapur.
Yuna mengayuh sepedanya sambil bernyanyi. Gadis periang itu hidup hanya berdua dengan sang bunda. Ayahnya sudah meninggal dunia akibat kecelakaan sewaktu mengantar pesanan bunga pada pelanggan lima tahun lalu.
"Yuna.... Aisya Yuna...." teriak Riana memanggil Yuna dengan nama lengkapnya.
Yuna melambai.
Gadis itu berlari menghampiri rekannya setelah merantai sepedanya.
"Eh... kamu tahu anak baru yang bernama Arga....??? Anak MIPA 1. Dia hari ini mau tanding dengan tim basket dari sekolah lain. Kita harus kasih semangat. Nanti selesai jam pelajaran kita langsung kumpul di lapangan basket sekolah ya..." ajak Riana pada rekan-rekannya.
"Harus ya....???" tanya Yuna tak bersemangat.
Riana mengangguk. "Harus dan kamu kali ini harus ikut kita. Oh ayolah Yun... Sekali-kali bergaul dengan yang lain. Siapa tahu nanti kamu dapat gebetan. Diantara kita bertiga cuma kamu yang belum pernah pacaran.... Tidak ada bantahan..." ucap Riana mengulti sahabatnya itu.
Yuna menghela pasrah. Mau beralasan apalagi, kali ini Riana sepertinya tidak mengizinkan Yuna menghilang dari sekolah.
Bel pelajaran terakhir berbunyi panjang.
Sesuai kesepakatan yang memaksa tadi ,akhirnya Yuna mengikuti para sahabatnya ke lapangan basket.
Para murid cewek penggemar basket atau lebih tepatnya penggemar cowok-cowok anak basket sudah terdengar berteriak bahkan dari luar lapangan.
"Kita duduk disana...." Riana menunjuk ke dekat tribun sebelah kiri pintu masuk.
Yuna hanya diam mengikuti. Melangkah tak bersemangat. Ia lelah dan ingin cepat pulang. Tapi menuruti permintaan sahabatnya sebentar pun tak masalah pikirnya.
"Ck... Lihat si Desi centil. Apaan sih dekat-dekat Arga... Nggak banget gayanya..." kesal Indri yang dibenarkan oleh Riana.
"Ho~oh.... gatel kayak ulat bulu...." sahut Riana.
Yuna yang tadinya masih menatap ponselnya, kemudian mengalihkan pandangan ke arah lapangan. Matanya tak sengaja langsung tertuju pada Arga yang sepertunya juga sedang menatapnya. Entahlah... hanya perasaan Yuna saja. Tapi Yuna seakan sedang membenarkan firasatnya jika Arga memang sedang menatap dirinya.
"Woi... Yuna tukang kembang.... Tumben lo ikut nonton...?? Biasanya main sama kembang...." suara cempreng Heru dari arah lapangan mengagetkan Yuna.
Gadis itu memicing, menatap sinis pada Heru yang selalu mencari masalah dengannya.
Yuna hanya menjulurkan lidah pada Heru sehingga membuat laki-laki itu jadi tantrum sendiri.
Arga yang melihat hal itu tersenyum kecil dan geleng kepala.
Pertandingan persahabatan antar sekolah sudah dimulai. Para gadis berteriak memanggil idola mereka. Kebanyakan memanggil nama Arga.
Arga Bimantara, adalah cowok dingin, irit bicara dan yang pasti pintar karena ia berasal dari kelas unggulan anak MIPA.
Arga memiliki tinggi 180 cm. Badan yang atletis tidak terlalu berotot tapi bisa dibilang bagus apalagi jika dia jadi model. Sejak ia masuk di SMA BINA BANGSA, semua murid perempuan berlomba-lomba untuk menarik perhatiannya.
Sorak sorai penonton tidak membuat Yuna ikut menonton lajunya pertandingan. Sejak tadi ponselnya tidak berhenti berdering. Karena ramai, Yuna lalu mengirimi pesan pada si penelepon. Raut wajahnya lalu berubah saat melihat balasan salah satu karyawan bunda.
Cepat-cepat ia bergegas hendak meninggalkan tribun.
"Aku duluan ya... Bunda kirim pesan kalau lagi banyak pesanan...." pamit Yuna keluar buru-buru dari tribun tanpa mendengar persetujuan rekan-rekannya.
Arga yang akan melakukan shot tembakan ke ring, tak sengaja melihat Yuna keluar.
Tapi cepat-cepat ia mengalihkan pandangan pada arah ring.
Dan masuk...
Tambahan poin membuat sekolah BINA BANGSA unggul dari sekolah tamu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Yuna mengayuh sepedanya dengan sedikit cepat.
Bukan karena pesanan Yuna pamit pada teman-temannya. Tapi karena toko mereka sedang didatangi oleh rentenir yang sedang mengacak-acak toko karena mau menagih hutang.
Hutang apa....??
Yuna juga tidak tahu karena selama ini yang Yuna tahu, keluarganya tidak pernah memiliki hutang pada siapapun.
Bunda saat ini hanya berdua dengan Mbak Sri di toko, sedangkan mas Danang sedang mengantarkan pesanan.
Yuna takut terjadi sesuatu pada bunda dan Mbak Sri.
Yuna tiba di toko dan membanting sepedanya begitu saja. Ia berlari masuk kedalam toko yang terlihat berantakan.
"Bunda.... Mbak Sri...." raut khawatir terlihat jelas di wajah Yuna.
"Yuna..." panggil bunda.
"Ada apa bun...??? Kenapa ada rentenir datang ke toko kita...?? Apa bunda punya hutang??" tanya Yuna.
Bunda menggeleng lemah. "Bukan kita sayang... tapi Wak Reni yang punya hutang dan menjaminkan toko kita sebagai pelunas hutangnya..." jelas bunda dengan wajah sedih dan kecewa.
"Kenapa bisa....?? Bukankah toko ini milik ayah....?? Bagaimana bisa Wak Reni menjadikannya jaminan pada rentenir...??"
"Toko ini memang milik ayah, tapi bunda lupa jika tanah dan toko ini masih nama kakekmu. Dan ayah berfikir karena ia hanya berdua dengan Wak Reni dan harta warisan juga sudah dibagi rata oleh mendiang kakekmu, ayah belum mengurus pemindahan nama dari nama kakek ke nama ayah.... Makanya Wak Reni bisa menjaminkannya karena dia punya salinan surat warisan...." jelas bunda yang membuat Yuna semakin kesal.
Yuna mengepal.
Sejak dulu, ia memang kurang menyukai sifat adik satu-satunya dari ayah itu.
Gemar kawin cerai dan belanja serta pamer harta.
Yuna tak menyangka jika Wak Reni tega melakukan hal ini pada ia dan bunda. Padahal selama ini mereka telah baik padanya.
"Yuna mau kerumah Wak Reni.... Yuna mau tahu alasan Wak Reni melakukannya pada kita. Padahal kita nggak pernah minta apapun sama dia. Bahkan untuk biaya pengobatan ayah pun kita usahakan sendiri..." amarah Yuna.
Bunda menahan tangan putrinya.
"Wak Reni udah nggak tinggal disini lagi Yun... Dia udah pindah nggak tahu kemana. Tadi para rentenir itu yang bilang dan ponselnya juga nggak aktif. Rumahnya udah kosong..." jelas bunda terisak.
Tubuh Yuna luruh.
"Lalu sekarang bagaimana...??? "
"Kita harus kosongkan tempat ini segera. Mereka cuma kasih waktu tiga hari..." jelas bunda lagi.
"Mbak Sri...???" mata Yuna menatap karyawan bundanya.
"Mbak ikut kalian saja. Mbak kan nggak punya keluarga kandung lagi. Jadi kemanapun bunda dan kamu pergi, Mbak ikut...." sahut Mbak Sri yang memeluk Yuna.
Malamnya, keluarga Yuna mulai berkemas.
"Kita mau kemana bun...??" tanya Yuna saat menyusun semua buku-buku miliknya kedalam kotak kardus.
"Kita ke kampung bunda di Klaten... Disana masih ada sawah peninggalan eyang. Kita bisa kelola, dan sisa tanahnya kita buat perkebunan bunga. Bunda masih punya simpanan meski sedikit. Apa kamu nggak apa jika bersekolah didesa...??" tanya bunda.
"Nggak apa... Asalkan kita tetap sama-sama...." sahut Yuna yakin.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Sepi... sejak nggak ada tukang kembang. Nggak ada yang bisa gua ganggu lagi...." wajah lesu Heru begitu kentara dan dibenarkan oleh rekannya yang lain.
Indri menoleh pada Riana "Yuna nggak bilang dia pindah kemana Ri...??" tanyanya.
Riana yang lebih dekat dengan Yuna menggeleng.
"Dia nggak bilang. Tapi katanya pindah ke kampung halaman bunda cuma itu pesan yang dia kirim malam itu. Dan setelahnya ponselnya udah nggak aktif. Padahal hanya sisa beberapa bulan lagi kita ujian kelulusan" sahut Riana sedih.
Arga hanya menatap kesembarang arah.
Mereka hari ini sedang berkumpul di lapangan usai latihan basket.
Sejak Yuna pergi beberapa hari lalu, mereka jadi sedikit akrab. Apalagi Indri dan Heru ternyata memiliki ketertarikan satu sama lain.
"Ga... lo mau kemana....??" cegah Heru saat melihat Arga menyandang ranselnya.
"Pulang...." sahut Arga singkat.
Arga menghidupkan motor besarnya, meninggalkan perkarangan sekolah.
Tujuan laki-laki itu bukan rumah melainkan toko bunga Yuna.
Keningnya berkerut karena toko itu sudah berubah fungsi jadi kedai kopi dan tempat nongkrong orang-orang tak jelas.
Papan nama YUNA FLORIST teronggok begitu saja di pinggir area parkir.
"Yuna.... Kamu dimana....?? Kenapa tidak pamit pada kami...???" bisik Arga dalam diamnya.
Ia lalu menghidupkan motornya dan pergi begitu saja dari sana.
bersambung....
terima kasih masukannya...