Genre: Urban Fantasy dengan elemen Aksi dan Misteri
Garis Besar Cerita:
"Power" adalah sebuah novel web yang mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Arya Pratama yang hidup di Jakarta tahun 2030. Dia menemukan bahwa dirinya memiliki kemampuan supernatural untuk mengendalikan listrik. Namun, kekuatan ini membawanya ke dalam konflik berbahaya antara kelompok-kelompok rahasia yang memperebutkan kendali atas kota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Rifa'i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
"Rahasia Pulau Penyatu"
Arya, Citra, Rama, dan Nyi Roro mengikuti jejak cahaya biru yang memandu mereka menembus hutan lebat Pulau Penyatu. Udara terasa semakin berat dengan energi mistis seiring mereka melangkah lebih dalam.
"Apa yang sebenarnya kita cari?" tanya Rama, menyibak ranting-ranting yang menghalangi jalan.
Nyi Roro menjawab tanpa menoleh, "Batu Penyatu bukan hanya sebuah artefak. Ia adalah jantung dari pulau ini, sumber dari segala kekuatan elemental."
Citra mengerutkan dahi. "Jadi, jika Bayangan mendapatkannya..."
"Mereka bisa mengendalikan seluruh kekuatan elemental di dunia," Arya menyelesaikan kalimat Citra, suaranya penuh kekhawatiran.
Setelah berjalan selama hampir dua jam, mereka tiba di sebuah clearing. Di tengahnya, terdapat struktur batu kuno berbentuk lingkaran, dengan empat pilar besar di setiap penjuru mata angin.
"Ini dia," kata Nyi Roro. "Altar Penyatu."
Saat mereka mendekati altar, tiba-tiba tanah di sekitar mereka bergetar hebat. Dari dalam tanah, muncul sosok-sosok yang terbuat dari elemen - tanah, air, api, dan angin.
"Penjaga altar!" seru Nyi Roro. "Bersiaplah!"
Tanpa peringatan, para penjaga menyerang. Citra dengan cepat menciptakan perisai angin untuk melindungi tim, sementara Rama menggunakan kekuatan apinya untuk melawan penjaga air.
Arya, dengan kekuatan barunya, berusaha mengendalikan energi di sekitarnya. Ia merasakan aliran kekuatan yang luar biasa, seolah-olah seluruh pulau sedang berbicara kepadanya.
"Arya!" teriak Nyi Roro di tengah pertarungan. "Kau harus mencapai pusat altar! Hanya kau yang bisa mengaktifkan Batu Penyatu!"
Mengangguk, Arya mulai bergerak ke arah pusat altar. Namun, jalannya dihadang oleh penjaga tanah yang kokoh.
Sementara itu, di Jakarta, situasi semakin tidak terkendali. Bima dan Dara kewalahan menghadapi gelombang demi gelombang pengendali elemen baru yang muncul.
"Kita tidak bisa terus seperti ini!" seru Dara, terengah-engah setelah memadamkan kebakaran di sebuah kompleks perumahan.
Bima, yang baru saja menyelamatkan sekelompok warga dari longsoran tanah, mengangguk setuju. "Kita butuh rencana baru."
Tiba-tiba, komunikator mereka berbunyi. Suara Guru Bayu terdengar urgen, "Bima, Dara, kembali ke markas sekarang. Ada perkembangan baru."
Kembali ke Pulau Penyatu, Arya akhirnya berhasil mencapai pusat altar setelah pertarungan sengit. Di tengah altar, ia melihat sebuah batu kristal berwarna pelangi yang berdenyut dengan energi.
"Itu dia! Batu Penyatu!" seru Nyi Roro.
Namun, sebelum Arya bisa menyentuhnya, sebuah ledakan dahsyat mengguncang pulau. Dari balik asap, muncul sosok-sosok yang mereka kenali - pemimpin Bayangan dan pasukannya.
"Terima kasih telah menuntun kami ke sini," kata pemimpin Bayangan dengan senyum licik. "Sekarang, serahkan Batu Penyatu pada kami, atau teman-teman kalian di Jakarta akan merasakan akibatnya."
Arya dan timnya terkejut. Bagaimana Bayangan bisa mengikuti mereka tanpa terdeteksi?
"Jangan dengarkan mereka, Arya!" teriak Citra. "Kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan batu itu!"
Arya, terjepit antara keselamatan teman-temannya dan nasib dunia, merasakan konflik besar dalam dirinya. Ia menatap Batu Penyatu yang berdenyut, seolah memanggil-manggilnya.
Dalam sekejap, Arya membuat keputusan. Ia mengulurkan tangannya ke arah Batu Penyatu.
"Arya, jangan!" teriak Nyi Roro.
Tapi terlambat. Saat tangan Arya menyentuh Batu Penyatu, cahaya menyilaukan memenuhi seluruh pulau. Arya merasakan kekuatan luar biasa mengalir ke dalam tubuhnya, membuat seluruh inderanya seolah terbakar.
Ketika cahaya mulai memudar, semua orang di pulau itu - baik tim Arya maupun pasukan Bayangan - terkesiap melihat pemandangan di hadapan mereka.
Arya melayang di udara, tubuhnya diselimuti aura pelangi yang berpendar. Matanya, yang kini bercahaya dengan warna-warni.