Ayuna, seorang mahasiswi berparas cantik dengan segudang prestasi yang pastinya selalu menerima beasiswa setiap tahunnya, sekarang ia duduk di bangku kuliah semester 5 di usianya yang telah masuk 19 tahun. Cerita hidupnya memang selalu dipenuhi kejadian-kejadian di luar dugaannya, seperti menikah dengan salah satu most wanted di kampusnya, Aksara Pradikta.
Aksara, laki-laki yang dikenal dengan ketampanannya yang mempesona, ia adalah orang yang tertutup dan kadang arogan. Ia menikah dengan Yuna tentu bukan berdasarkan rasa cinta, melainkan karena suatu alasan yang dipaksakan untuk diterima oleh dirinya. Dan tentunya setiap pernikahan selalu memiliki jalan terjalnya sendiri, begitupun untuk Aksa dan Yuna. Permasalahan yang awalnya hanya datang dari sisi mereka berdua rupanya tak cukup, karena orang-orang di sekitar mereka hingga masa lalu mereka justru menjadi bagian dari jalan terjal yang harus mereka lewati. Apakah akan tetap bersama sampai akhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andi mutmainna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2>>
Setelah mata kuliah pertama selesai, biasanya Yuna akan langsung menuju ke kantin bersama Salsa.
"Abang lo mabok lagi, ya?!" Tiba-tiba Salsa melemparkan satu pertanyaan yang nyeleneh di telinga Yuna, membuat Yuna langsung menatap malas pada gadis itu.
"Peduli amat lo sama abang gue?" balasnya acuh tak acuh.
"Ya siapa tahu dia udah sadar, lo dipukul di bagian mana lagi? Kaki? Tangan? Kepala? Pant--"
"Ssstttt, tebakan lo nggak ada yang bener, gue cuma didorong kok kali ini," sanggah Yuna sebelum Salsa selesai dengan ucapannya.
"Yah, nggak jadi dapet seratus dah gue, tapi sakit nggak?!"
"Sakitlah, orang perut gue kepentok sama ujung meja."
"Ya ampun, Yunaaa …. Jangan dendam, ya, sama mejanya?" balas Salsa dramatis level akut.
"Apa, sih? Ya kali dendam sama meja?"
"Ya, siapa tahu?" cengirnya tanpa rasa kasihan.
"Eh, tunggu-tunggu. Kok kantin kelihatannya lagi heboh banget?" ujar Salsa menyadari kehebohan yang terjadi dari kejauhan, banyak mahasiswa terlihat berkerumun di satu meja.
"Udah, nggak usah dipeduliin. Paling juga Sasya yang lagi berantem sama Sabrina," tebak Yuna, bak seorang peramal. Dan benar saja, kedua gadis yang ia sebutkan barusan saling jambak-jambakan sekarang.
Yuna dan Salsa memilih menepi dari kerumunan itu. Mereka berdua bahkan sudah tidak tertarik dengan drama pertengkaran yang selalu terjadi antara Sasya dan Sabrina, dua gadis yang selalu bermusuhan sejak menyukai laki-laki yang sama.
Yuna dan Salsa tak berhenti komat-kamit, menggerutu karena pertengkaran Sasya dan Sabrina yang tak kunjung usai. Jujur saja, mereka berdua sudah sangat kelaparan. Andai saja dua gadis kaya raya ini tak bertengkar di depan stand makanan Mbak Nani, tentu mereka sudah makan dengan lahap saat ini.
"Akhirnya," gumam Salsa membuat Yuna langsung menoleh padanya.
"Apaan?"
"Tuh," balas Salsa menunjuk seseorang yang baru saja datang.
"Lah? Perasaan tadi dia pulang?" gumam Yuna menatap heran.
Aksara Pradikta, tak perlu mendeskripsikan laki-laki itu secara spesifik. Cukup membayangkan tatapan tajam dan rahang tegasnya semua orang sudah bisa menggambarkan betapa tampannya pemuda itu.
"Woi, minggir napa?! Kita mo makan nih!" teriak salah seorang yang datang bersama Aksa.
Seluruh penghuni kantin mengalihkan atensi mereka pada Aksa, meskipun yang berteriak barusan adalah anak buahnya. Tak berapa lama, mereka semua perlahan mundur dan kembali ke tempat mereka masing-masing. Bahkan Sasya dan Sabrina yang sedang berkelahi tiba-tiba diam seribu bahasa, tidak akan ada yang berani mengusik seorang Aksa di kampus ini.
Setelah semuanya kembali ke tempat masing-masing, Yuna dan Salsa langsung beranjak ke warung Mbak Nani dan langsung memesan makanannya. Yuna sempat menoleh menatap Aksa yang sudah duduk di pojokan.
Dasar bossy!
"Yuk," ajak Salsa pada Yuna, mereka segera mencari tempat duduk yang kosong, dan kebetulan sekali Yuna lewat di samping Sasya dan Sabrina yang duduk berhadapan, jangan lupa tatapan tajam yang saling mereka lemparkan.
"Ngapain lo lihatin gue?! Naksir lo?!" sentak Sabrina pada Sasya.
"Geer banget lo, nih ngaca di kuah bakso!" balas Sasya langsung mendorong mangkok baksonya ke Sabrina. Sabrina yang makin emosi malah menepis mangkok bakso itu hingga mangkok itu terlempar dari teritori meja mereka.
Bukan sihir bukan sulap mangkok itu mendarat tepat di tubuh Yuna. Ya, kesialan kali ini menyapanya kembali. Untung saja kuah bakso itu sudah tidak terlalu panas. Namun tetap saja mengotori bajunya, belum lagi rasa malu yang ia dapatkan. Semua mana penghuni kantin saat ini tengah tertuju padanya.
"Maaf udah ganggu kalian," ujar Yuna lalu beranjak pergi. Jangan berharap ia akan mengamuk karena itu sama saja membawa dirinya masuk ke sarang singa. Salsa yang melihat Yuna pergi segera menyusulnya, bahkan makanannya ia tinggalkan begitu saja di meja.
Yuna berlari ke toilet terdekat. Ia harus cepat-cepat mencuci bajunya dari noda kuah bakso itu sebelum noda itu membandel di sana. Ia tidak mungkin membeli baju baru, bisa-bisa dompetnya menjerit histeris.
"Lo kenapa sial mulu, sih?" ujar Salsa seraya membantu Yuna menggosok bajunya yang terkena noda kuah.
"Nggak tahu, sialnya naksir kali sama gue?" balas Yuna dengan santainya. Bahkan ketika terkena sial seperti ini Yuna tidak bisa melakukan apa pun selain pasrah.
"Gue ambilin jaket di mobil gue, ya?"
"Boleh, makasih Sal."
"Santai aja."
Lima menit Salsa sudah kembali dengan membawa jaket miliknya, Yuna pun segera mengganti bajunya yang basah dengan jaket pemberian Salsa.
"Yuk!"
"Kita mau ke mana? Ke kantin?" tanya Salsa. Yuna berpikir sebentar, ia kelaparan tetapi dirinya sudah tidak sanggup untuk kembali ke sana. Ia benar-benar sudah kehilangan muka.
"Gue ga jadi makan deh," balas Yuna kemudian mendahului Salsa keluar dari toilet. Selain malu, Yuna juga harus berhemat karena tadi ia baru saja membuang uang sakunya secara percuma di kantin tadi.
Yuna memilih pergi ke taman kampus, tetapi sebelum itu ia singgah di perpustakaan untuk mengambil beberapa buku sastra yang ingin ia pelajari. Tak ada orang selain dirinya di taman, itu tandanya ia bisa belajar dengan tenang.
Bruk ....
"Ah sial, kirain nggak ada orang," gumam Yuna saat telinganya tak sengaja mendengar suara seseorang yang baru saja terjatuh. Tanpa melihat dan berniat menolong, ia langsung merapikan bukunya kembali. Yuna hendak pergi dari sana, tetapi bahunya sudah lebih dulu ditahan oleh seseorang yang tiba-tiba berdiri dibelakangnya.
"Lo ngelihat gue jatoh?!" tanya seseorang yang menahan bahu Yuna.
"Ng-nggak kok!" jawabnya dengan sedikit terbata. Yuna paling tidak ingin terlibat masalah di kampus ini karena bisa dipastikan kalau ia tidak punya hak untuk membela diri dari anak-anak orang kaya disini.
"Lo kenapa gemeter?" sahut orang itu lagi.
Yuna diam, kedua alisnya mengernyit beberapa detik ia mencoba mencerna suara yang sangat jelas tidak asing di telinganya itu. Yuna berbalik dan langsung tercengang. Dan benar saja,
Plak!
"Jae?!" pekik Yuna, ia takut setengah mati hanya karena seorang Jae? Oh yang benar saja.
"Lo kerjaannya KDRT mulu dah sama gue!" keluh Jae mengusap lengannya yang baru dihantam oleh Yuna dengan jurus tapak tangannya.
"Lo ngagetin tau nggak, gue takut kalau punya masalah sama anak sini!" ujar Yuna langsung ambruk duduk di tanah, setidaknya kali ini orang kaya yang ia hadapi hanya seorang Jae, sahabatnya.
"Santai aja kali, kan kalau ada apa-apa ada gue!"
"Lo nggak pernah guna jadi temen, mana bisa gue percaya sama lo?!"
"Ini nih yang namanya ngeremehin, padahal kalau nangis bombai aja nyariin gue!"
"Bodo ah, gue mau ke perpus balikin buku," ujar Yuna dan langsung beranjak pergi.
"Lo udah makan?!" teriak Jae sebelum Yuna menghilang dari pandangannya.
Yuna tak menjawab, ia mengabaikan pertanyaan Jae karena kalau dirinya mengaku belum makan, pasti Jae akan menyeretnya ke kantin saat itu juga. Jae dan Salsa adalah dua sahabatnya yang super peduli padanya. Beruntung? tentu saja, tapi Yuna tidak pernah berpikir untuk memanfaatkan kedua sahabatnya itu.
°°°
Jangan lupa like teman-teman🤍