NovelToon NovelToon
Kultivasi Supreme

Kultivasi Supreme

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Identitas Tersembunyi / Ilmu Kanuragan / Kultivasi Modern
Popularitas:8.6k
Nilai: 5
Nama Author: M. Sevian Firmansyah

Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.

Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?

Ayo baca novel ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

Han Zekki dan Yuna melangkah perlahan di antara pepohonan yang lebat, semakin menjauh dari desa kecil yang baru saja mereka tinggalkan. Langit malam sudah penuh bintang, tapi kegelapan hutan terasa lebih pekat, seolah menelan cahaya bintang itu sendiri. Yuna tampak gelisah, sesekali melirik ke belakang, seolah ada sesuatu yang mengejar mereka.

"Zekki, kau yakin nggak ada yang mengikuti kita?" bisik Yuna, nadanya penuh kekhawatiran.

Han Zekki hanya mengangguk pelan tanpa menoleh. “Tenang saja. Kalau mereka berani, aku siap menghadapinya lagi,” jawabnya dengan nada santai, meski ada sedikit kekesalan yang tersirat di suaranya. Bagi Zekki, sudah terlalu sering ia harus menghadapi sekte-sekte besar yang sewenang-wenang, tapi dia tahu Yuna tidak seberani dirinya dalam situasi seperti ini.

Namun, diam-diam, Zekki juga waspada. Tadi malam, anggota Sekte Bayangan Malam tiba-tiba menyerang mereka tanpa peringatan, dan dia tahu ini mungkin hanya awal dari serangkaian serangan yang lebih besar. Sekte-sekte besar pasti sudah mendengar soal "kultivator misterius" yang mulai mengganggu tatanan mereka, dan dia tahu, cepat atau lambat, lebih banyak yang akan datang mencarinya.

Tiba-tiba, dari balik semak, terdengar suara desis yang aneh. Yuna segera merapat ke samping Zekki, matanya melebar dengan rasa takut.

"Zekki... kau dengar itu?" bisiknya dengan suara gemetar. Zekki hanya mengangguk lagi, tatapannya tajam menelusuri arah suara. Matanya menangkap sosok bayangan yang bergerak cepat, hampir tidak terlihat di antara pepohonan yang rimbun.

“Lagi-lagi mereka…” Zekki menghela napas, sedikit kesal. "Sepertinya Sekte Bayangan Malam benar-benar nggak mau menyerah begitu saja."

Bayangan-bayangan itu mulai mendekat, melingkari mereka dengan gerakan halus tapi terkoordinasi. Dalam sekejap, enam sosok berpakaian hitam dengan topeng putih sudah mengelilingi mereka. Mereka semua tampak identik, hanya sepasang mata tajam yang terlihat dari balik topeng, memancarkan niat membunuh yang jelas.

"Han Zekki," salah satu dari mereka bersuara, nadanya dingin dan penuh kebencian. "Kau benar-benar cari masalah dengan Sekte Langit Timur dan Sekte Bayangan Malam sekaligus. Apa kau nggak tahu batas kemampuanmu, hah?"

Han Zekki menyeringai kecil. "Oh, aku tahu batasanku… hanya saja, aku belum menemukannya," jawabnya sambil melipat tangan, seolah meremehkan ancaman di hadapannya.

Wajah para pembunuh itu tampak kesal di balik topeng mereka, meskipun tidak sepenuhnya terlihat. Salah satu dari mereka maju dengan gerakan cepat, hampir tidak terlihat dengan mata biasa.

“Serang sekarang!” teriak pemimpin mereka, memberikan aba-aba.

Dalam sekejap, keenam bayangan itu melesat ke arah Zekki dan Yuna, membawa pisau kecil yang mengkilap di bawah cahaya bulan. Kecepatan mereka luar biasa—seolah bayangan yang hidup, mereka bergerak tanpa suara, seperti angin malam yang menyelinap.

“Zekki! Awas!” Yuna berteriak panik, melihat enam serangan yang datang dari segala arah.

Namun, Zekki hanya mengangkat tangan dengan tenang, seolah dia sudah memperhitungkan segalanya. "Void Slash," bisiknya.

Celah dimensi terbuka di depan Zekki, mengeluarkan energi gelap yang berpendar samar. Dengan satu gerakan tebasan, retakan dimensi itu menjalar, memotong ruang di hadapannya. Dua dari enam penyerang langsung terhenti, terbelah oleh kekuatan dimensi yang tak terlihat.

"Apa-apaan ini…?" salah satu dari penyerang yang masih hidup mundur, jelas terkejut. Matanya membelalak di balik topengnya. Ini pertama kalinya dia melihat kultivator yang mampu memotong ruang dan menghilangkan bayangan dengan mudah.

Zekki hanya tersenyum tipis, menggerakkan tangannya lagi, membuka Void lebih lebar. Kali ini, dia memanggil salah satu makhluk dari dimensi gelap—seekor makhluk berwujud serigala hitam besar, dengan bulu yang terlihat seperti asap hitam yang bergerak pelan.

Serigala itu menggeram rendah, menatap para penyerang dengan tatapan yang menakutkan.

"Kalian mau main-main dengan bayangan? Baiklah, aku punya teman yang lebih akrab dengan bayangan daripada kalian," kata Zekki sambil melangkah maju. Nada suaranya dingin, tanpa sedikit pun keraguan.

Serigala bayangan itu melompat, menggigit salah satu penyerang dengan satu gigitan kuat yang membuat topengnya retak dan hancur. Pria itu berteriak kesakitan, namun dalam sekejap suara teriakannya lenyap, terserap ke dalam dimensi gelap.

Melihat itu, tiga penyerang lainnya segera mencoba melarikan diri. Namun, Zekki tidak memberi mereka kesempatan. Dengan gerakan cepat, dia membuka portal di depan mereka, memotong jalur pelarian.

“Kalian yang mulai, jangan kabur sekarang,” ucap Zekki dengan nada rendah. Dia menoleh ke Yuna yang masih tampak terkejut dan sedikit ketakutan. “Jangan takut. Mereka nggak akan bisa menyentuhmu selama aku di sini.”

Yuna hanya mengangguk, berusaha mengatur napasnya. Jujur saja, ini bukan pertama kalinya dia melihat Zekki bertarung, tapi entah kenapa, kali ini terasa berbeda. Kekuatan yang Zekki tunjukkan malam ini begitu… besar, bahkan jauh lebih besar daripada yang ia lihat sebelumnya.

Para penyerang itu mulai panik, kehilangan keberanian mereka. Salah satu dari mereka berlutut, tubuhnya gemetar.

"Tolong… ampuni kami! Kami cuma menjalankan perintah!" pria itu berteriak, melemparkan senjatanya ke tanah.

Han Zekki mengangkat alis. “Perintah? Dari siapa?” tanyanya, suaranya tenang tapi tegas.

Pria itu menggigit bibir, tampak ragu sejenak, sebelum akhirnya menjawab, “Kami… kami hanya perintah dari Zhao Wujin, pemimpin Sekte Langit Timur. Dia… dia membayar kami untuk menghabisimu.”

Zekki menghela napas panjang, seolah merasa lelah mendengar nama itu lagi. "Zhao Wujin, ya? Sudah kuduga. Orang itu memang tidak tahu kapan harus berhenti."

Dia melangkah mendekati pria itu, menatapnya dengan mata dingin. "Kalau kau kembali ke Sekte Bayangan Malam, beri tahu pemimpinmu: jika mereka mengirim lebih banyak pembunuh, aku akan datang dan menghancurkan seluruh sekte mereka. Aku tidak akan memaafkan satu orang pun."

Pria itu mengangguk cepat, wajahnya penuh rasa takut. Dia bangkit dengan gemetar, segera melarikan diri bersama satu rekan yang tersisa. Dalam hitungan detik, mereka menghilang di antara bayangan pepohonan, meninggalkan Zekki dan Yuna sendirian.

Yuna memandang Zekki dengan mata penuh kekaguman bercampur rasa ngeri. "Kau… benar-benar membuat mereka takut. Bahkan Sekte Bayangan Malam pun tidak berani melawanmu."

Zekki hanya tersenyum kecil, seolah-olah semua ini hanyalah urusan kecil baginya. "Mereka hanya sekumpulan pengecut yang hidup dari bayangan. Mereka tidak punya nyali untuk menghadapi musuh yang lebih kuat."

Yuna menghela napas panjang, masih merasa takjub dengan apa yang baru saja dilihatnya. “Entahlah, Zekki… Rasanya semakin hari aku semakin tidak mengerti siapa dirimu sebenarnya.”

Zekki menatapnya sebentar, lalu tertawa kecil. “Aku sendiri juga belum sepenuhnya mengerti siapa diriku, Yuna. Yang aku tahu, aku nggak akan membiarkan orang-orang tak bersalah terus menderita karena keserakahan para kultivator besar. Itu saja."

Yuna tersenyum samar, merasa lega mendengar penjelasan itu. Dia tahu, meskipun Zekki sering terlihat dingin dan tak peduli, ada sisi lain dari dirinya yang lembut dan penuh empati.

“Ayo kita lanjutkan perjalanan,” kata Zekki sambil melangkah lebih dulu. “Masih jauh sebelum kita bisa mencapai tempat aman. Siapa tahu, mungkin mereka akan mengirim lebih banyak lagi.”

Yuna mengangguk, mengikutinya dengan langkah hati-hati. Meskipun kelelahan, dia merasa ada sesuatu yang berbeda di dalam dirinya setelah menyaksikan kekuatan Zekki tadi. Rasa takutnya perlahan berubah menjadi rasa percaya. Entah kenapa, dia merasa Zekki adalah seseorang yang bisa dia andalkan, tak peduli seberapa besar bahaya yang menghadang.

Dalam keheningan malam itu Yuna mengikuti langkah Han Zekki dalam diam, matanya masih menyimpan kilauan rasa kagum yang bercampur dengan berbagai emosi. Saat mereka terus berjalan, hutan yang gelap dan sunyi itu mulai terasa tidak lagi menakutkan baginya. Mungkin karena sekarang dia tahu ada seseorang di sisinya yang akan melindunginya, apa pun yang terjadi. Rasa tenang itu, entah bagaimana, terasa asing namun begitu menenangkan.

“Zekki,” panggil Yuna pelan, memecah keheningan di antara mereka.

Han Zekki menoleh, sorot matanya yang tajam melunak sedikit saat melihat wajah gadis itu. “Ada apa?” tanyanya.

Yuna terlihat ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara. “Kau bilang, kau ingin mendirikan sekte sendiri… Sekte Nusantara, ya? Apa… apa kau benar-benar yakin dengan rencanamu itu?”

Zekki menghela napas pelan, tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. “Aku sendiri masih tidak sepenuhnya yakin, Yuna. Tapi aku tahu satu hal: sekte-sekte besar yang ada sekarang ini dipenuhi oleh ambisi, keserakahan, dan kekejaman. Kalau tidak ada yang berdiri melawan mereka, maka orang-orang lemah akan terus ditindas.”

Dia berhenti sejenak, melihat Yuna yang mendengarkan dengan serius. “Aku hanya… ingin ada tempat di mana orang bisa belajar kultivasi tanpa perlu takut akan kekuasaan dan politik sekte besar. Tempat di mana orang bisa melindungi yang lemah dan tertindas, bukan sebaliknya.”

Yuna tersenyum kecil, wajahnya tampak lebih cerah. “Aku rasa, kau orang yang tepat untuk mewujudkan itu. Kau tidak seperti kultivator lain yang hanya memikirkan kekuatan dan kekuasaan.”

Han Zekki tersenyum tipis. “Terima kasih, Yuna. Tapi perjalanan ini masih panjang. Dan dengan semua musuh yang sudah kita buat, entahlah… rasanya kadang aku bertanya-tanya apakah semua ini sepadan.”

Yuna menatapnya dalam-dalam, mencoba menyelami perasaan di balik kata-kata itu. Ia bisa merasakan keraguan dan beban yang dipikul Zekki, meski ia tak pernah mengeluh. Di balik kekuatan yang luar biasa itu, dia hanyalah seorang pria yang mencari makna dalam hidupnya.

Namun sebelum Yuna sempat membalas, tiba-tiba terdengar suara gemerisik dari semak-semak di sekeliling mereka. Han Zekki segera menghentikan langkah, mengangkat tangan sebagai isyarat agar Yuna juga berhenti. Tatapannya tajam, waspada, menyapu sekeliling.

“Lagi?” bisik Yuna, nada suaranya ketakutan.

Zekki tidak menjawab, namun ia sudah bersiap. Ada sesuatu yang aneh dalam suasana hutan ini. Rasa dingin yang tidak biasa menyusup ke kulit, dan sepertinya… ini bukan sekadar angin malam. Dengan hati-hati, dia mengeluarkan sedikit energi dari dalam tubuhnya, membuka celah Void kecil untuk berjaga-jaga.

Dari bayangan pepohonan, muncul seorang pria dengan jubah abu-abu panjang, wajahnya tertutup topeng kayu yang hanya menyisakan dua lubang untuk matanya. Sorot matanya tajam, dingin, penuh kebencian. Di belakangnya, muncul beberapa orang lain dengan pakaian serupa.

“Oh, kalian belum puas, ya?” Han Zekki menggeram pelan, menatap mereka dengan pandangan yang mengancam. Tangannya bergerak pelan ke arah pedangnya, siap untuk bertarung.

Pria bertopeng itu melangkah maju, suaranya berat dan dingin. “Han Zekki, kultivator yang berani menantang kekuasaan Sekte Langit Timur dan Sekte Bayangan Malam. Kau benar-benar tidak tahu kapan harus menyerah, ya?”

“Kalau kalian datang hanya untuk bicara, lebih baik pergi sekarang. Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan omong kosong kalian,” balas Zekki dengan nada datar.

Pria itu tertawa kecil, tawa yang terdengar dingin dan mengerikan di tengah keheningan hutan. “Oh, kali ini, aku datang bukan hanya untuk bicara, Zekki. Sekte Bayangan Malam tidak akan berhenti sampai kau benar-benar lenyap dari dunia ini.”

“Begitu ya?” Zekki mengangkat alis, memperlihatkan seringai yang dingin. “Kalau begitu, jangan salahkan aku kalau kalian berakhir sama seperti teman-teman kalian tadi.”

Tanpa aba-aba lagi, pria bertopeng itu memberikan isyarat kepada anak buahnya. Seketika, mereka semua menyerang dengan kecepatan yang luar biasa, menyatu dengan bayangan di sekitar mereka. Gerakan mereka cepat dan nyaris tak terlihat, seolah mereka menghilang di antara kegelapan malam.

Yuna mengerutkan kening, merasakan ketegangan yang semakin memuncak. Dia tahu Zekki kuat, tapi musuh kali ini tampak lebih terlatih dan berbahaya. Jantungnya berdegup kencang saat salah satu dari mereka melompat ke arahnya dengan pedang yang terhunus.

“Yuna, mundur!” teriak Zekki sambil melompat maju, melindungi gadis itu dengan tubuhnya.

Zekki mengayunkan tangannya ke arah musuh, membuka celah Void di depan mereka. “Void Slash!” Dengan satu gerakan tegas, tebasan dimensi itu membelah udara, memotong tubuh musuh menjadi dua tanpa ampun.

Namun, lebih banyak lagi yang datang. Mereka melingkari Zekki dan Yuna, membuat mereka tidak punya ruang untuk melarikan diri. Yuna mundur beberapa langkah, berusaha mencari perlindungan di balik pohon besar sambil menyiapkan jurus penyembuhan kalau-kalau dibutuhkan.

“Ayo maju!” teriak Zekki, suaranya penuh kemarahan. “Aku akan menghancurkan siapa saja yang berani mengganggu kami!”

Dia membuka celah Void lain, memanggil salah satu monster bayangan yang lebih kuat dari dimensi lain. Kali ini, seekor naga kecil berwarna hitam pekat muncul dari celah itu, mengeluarkan raungan yang menggema di seluruh hutan. Naga itu melayang di samping Zekki, siap melindungi tuannya.

Para penyerang tampak gentar, namun mereka tidak mundur. Mereka tahu, kalau mereka kembali tanpa membawa kepala Zekki, hukuman dari Sekte Bayangan Malam akan jauh lebih buruk daripada kematian.

“Naga Hitam, hancurkan mereka!” perintah Zekki dengan nada tegas.

Naga itu meluncur cepat, menyemburkan api hitam dari mulutnya yang membuat dua penyerang terbakar dan menghilang dalam kobaran api. Yang lain berusaha menyerang dari belakang, namun Zekki memutar tubuhnya, mengayunkan pedangnya dan membuka celah Void di depan musuhnya. Tebasan dimensi itu kembali menghantam musuh, membuat mereka tercerai-berai.

Yuna, yang menyaksikan pertarungan sengit itu, merasa kagum sekaligus takut. Dia tahu Zekki kuat, tapi menyaksikan kekuatannya yang penuh amarah seperti ini, membuatnya sadar bahwa pria di hadapannya ini jauh lebih menakutkan daripada yang pernah dia bayangkan.

Namun, tiba-tiba, salah satu penyerang berhasil menyelinap di belakang Yuna. Dengan pedang terhunus, pria itu menyerang Yuna yang sedang lengah. Yuna terkejut, terlalu lambat untuk menghindar.

“Zekki!” teriak Yuna, memejamkan mata, bersiap menerima serangan itu.

Namun, sebelum pedang itu sempat menyentuhnya, Zekki sudah berada di sana. Dalam sekejap, dia memindahkan dirinya dengan teleportasi, muncul di depan Yuna dan menahan serangan itu dengan lengannya. Pedang itu menancap di lengannya, tapi Zekki tidak menunjukkan ekspresi sakit sama sekali.

“Yuna… kau baik-baik saja?” tanyanya pelan, tanpa menoleh. Meski lengannya terluka, dia masih berdiri tegak, melindungi Yuna dengan tubuhnya.

Yuna mengangguk, matanya berkaca-kaca melihat pengorbanan Zekki. “Aku… aku baik-baik saja… Terima kasih, Zekki…”

Pria yang menyerangnya tampak panik, melihat bahwa serangannya gagal. Sebelum dia bisa melarikan diri, Zekki mengangkat tangannya yang lain dan membuka celah Void tepat di depan pria itu.

“Ini untuk lukaku,” ucapnya dingin, tanpa ampun.

Dalam sekejap, pria itu tersedot ke dalam celah Void, lenyap tanpa jejak. Hanya ada suara raungan pendek yang teredam saat tubuhnya ditelan oleh dimensi gelap.

Zekki menarik napas dalam-dalam, menutup celah itu, lalu berbalik menatap Yuna. Wajahnya terlihat lelah, namun masih ada senyuman tipis di bibirnya. “Lain kali, jangan lengah, ya? Aku nggak selalu bisa ada di sampingmu.”

Yuna mengangguk, mengusap air matanya yang hampir jatuh. “Maaf… aku hanya… Yuna menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Tangannya masih gemetar, tapi dia mencoba menyembunyikannya dari Zekki. Dalam hatinya, dia merasa marah pada dirinya sendiri karena sudah menjadi beban. Di sisi lain, ada rasa lega yang membanjiri dirinya karena Zekki datang tepat waktu.

“Maaf… aku hanya… aku terlalu lambat,” ujarnya pelan, suaranya hampir tidak terdengar.

Zekki menatapnya sejenak, lalu menggelengkan kepala dengan lembut. “Sudah kukatakan, ini bukan salahmu. Mereka adalah pembunuh bayaran yang terlatih. Bahkan kultivator yang lebih kuat dari kita bisa saja lengah kalau berhadapan dengan mereka.” Dia menyeringai sedikit, menambahkan, “Dan jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Kamu lebih kuat dari yang kamu kira.”

Yuna hanya menunduk, merasa sedikit malu sekaligus bersyukur. Meskipun Zekki terkenal pendiam dan tidak terlalu ekspresif, ternyata dia punya sisi yang… hangat. Dia menyeka air mata yang tadi hampir jatuh, mencoba menguatkan dirinya.

Namun, perhatian Yuna segera teralihkan ketika dia melihat darah yang mengalir dari luka di lengan Zekki. “Lenganmu… terluka,” katanya panik. Tanpa pikir panjang, dia meraih lengannya dan mencoba memeriksa luka itu.

“Ah, ini?” Zekki melirik lukanya dan tersenyum kecil. “Ini bukan apa-apa. Sudah sering aku mengalami yang lebih parah dari ini.”

“Tetap saja, ini harus dirawat!” balas Yuna cepat. Ia mengeluarkan sebotol salep penyembuh dari kantongnya dan mulai mengoleskannya ke luka Zekki dengan hati-hati. Wajahnya serius, penuh perhatian, seolah-olah seluruh hidupnya tergantung pada perawatan itu. “Kalau tidak diobati sekarang, bisa infeksi. Jangan bilang ‘ini bukan apa-apa’ setiap kali kau terluka, Zekki. Kau ini… terlalu keras kepala.”

Zekki tertawa kecil, sebuah tawa yang jarang sekali keluar darinya. “Baiklah, baiklah. Kalau kau memaksa begitu,” katanya, membiarkan Yuna merawat lukanya. Dia menatap gadis itu dalam-dalam, merasa sedikit heran dengan perhatian yang Yuna berikan padanya. Jarang ada orang yang benar-benar peduli padanya seperti ini. Biasanya, orang-orang hanya mendekatinya karena kekuatannya atau karena ingin memanfaatkan dirinya.

“Aku serius, Zekki,” lanjut Yuna dengan nada lembut tapi tegas. “Kau selalu bilang ingin melindungi orang-orang yang lemah, ingin mendirikan sekte yang adil. Tapi, kalau kau terus-terusan mengorbankan dirimu seperti ini… siapa yang akan melindungi dirimu sendiri?”

Zekki terdiam sejenak. Kata-kata Yuna menyentuh sesuatu di dalam dirinya, sesuatu yang bahkan dia sendiri jarang pikirkan. Memang, selama ini dia selalu fokus untuk melindungi orang lain, membalas dendam pada sekte-sekte besar yang bertindak semena-mena. Namun, dia jarang berpikir tentang dirinya sendiri, tentang apa yang benar-benar ia inginkan di balik semua ini.

“Aku tidak tahu,” jawabnya akhirnya, suaranya pelan dan penuh keraguan. “Mungkin… aku memang tidak terlalu peduli pada diriku sendiri. Yang penting, aku punya tujuan. Selama aku punya alasan untuk bertarung, itu sudah cukup bagiku.”

Yuna menatapnya lama, lalu menghela napas. “Ya ampun, kau ini keras kepala sekali. Tapi… entahlah, aku rasa itulah yang membuatmu berbeda dari yang lain. Kau mungkin tidak tahu, tapi orang-orang seperti aku… membutuhkan seseorang seperti dirimu.”

Zekki terkejut mendengar kata-kata itu. Dia tidak menyangka Yuna akan berkata seperti itu. Ada kehangatan yang aneh menyelinap di dadanya, sesuatu yang sulit dia jelaskan. Tapi sebelum dia sempat menjawab, suara gemerisik dari semak-semak kembali terdengar.

“Eh, jangan bilang masih ada lagi?” bisik Yuna, wajahnya kembali tegang.

Zekki segera bersiap, mengencangkan pegangan pada pedangnya. Namun, dari balik semak itu, muncul seorang pria yang terlihat lusuh dan terluka parah. Bajunya penuh darah, dan langkahnya limbung, seolah-olah dia bisa jatuh kapan saja. Dia tampak sangat berbeda dari para pembunuh yang baru saja mereka lawan.

“Tolong… tolong aku…” gumam pria itu dengan suara lemah sebelum ambruk ke tanah.

Yuna segera berlari mendekati pria itu, memeriksa denyut nadinya. “Dia masih hidup, tapi keadaannya kritis. Sepertinya dia diserang oleh… seseorang.”

Zekki menatap pria itu dengan cermat, mencoba menganalisis situasinya. Dia tidak mengenal pria itu, tapi melihat luka-luka yang ada di tubuhnya, dia yakin bahwa ini bukan luka biasa. Ada bekas luka bakar kecil di sekujur tubuhnya, seolah-olah dia telah disiksa dengan tenaga panas yang kuat.

“Apa kau bisa menyembuhkannya?” tanya Zekki, tatapannya tetap waspada.

Yuna mengangguk cepat. “Aku akan coba, tapi dia butuh tempat yang aman dulu. Di sini terlalu berbahaya, kita tidak tahu siapa lagi yang mungkin datang.”

Zekki berpikir sejenak, lalu mengangguk setuju. “Baiklah, ayo kita cari tempat berlindung sementara. Aku akan bawa dia.”

Tanpa ragu, Zekki mengangkat pria itu di pundaknya, meskipun lukanya sendiri belum sepenuhnya pulih. Mereka bergerak cepat, mencari tempat yang aman di tengah hutan. Setelah berjalan beberapa menit, mereka menemukan sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik pepohonan. Dengan hati-hati, mereka masuk ke dalam gua itu, memastikan bahwa tidak ada jejak yang bisa diikuti oleh musuh.

Di dalam gua yang dingin dan remang-remang itu, Yuna segera mengeluarkan obat-obatan dari tasnya, mulai merawat luka pria tersebut. Tangannya bergerak cekatan, membersihkan luka-luka itu sambil sesekali menggunakan energi penyembuhan untuk mempercepat proses pemulihan.

Sementara itu, Zekki duduk di dekat pintu gua, berjaga-jaga kalau ada yang mendekat. Tatapannya tetap waspada, meski dalam pikirannya dia memikirkan berbagai hal. Siapa pria ini? Mengapa dia diserang? Dan siapa yang begitu kejam untuk meninggalkan seseorang dalam kondisi seperti ini?

Setelah beberapa saat, pria itu mulai sadar. Matanya perlahan terbuka, dan dia menatap Yuna dengan pandangan yang bingung.

“Kau… siapa?” tanyanya dengan suara lemah.

“Aku Yuna, dan ini Han Zekki,” jawab Yuna dengan senyum lembut, berusaha menenangkan pria itu. “Kami menemukanku di hutan, kau terluka parah.”

Pria itu mengangguk pelan, tampak berusaha mengingat sesuatu. “Aku… aku dari desa di sebelah barat. Sekte Langit Timur… mereka datang… mereka merampas segalanya… membunuh… membunuh semua orang…”

Zekki dan Yuna saling berpandangan, wajah mereka berubah serius.

“Sekte Langit Timur lagi,” gumam Zekki, suaranya penuh amarah yang tertahan. “Mereka benar-benar tidak kenal belas kasihan.”

Pria itu mulai menangis, air matanya mengalir tanpa henti. “Mereka bilang… mereka mencari seseorang. Mereka bilang orang itu adalah ancaman bagi sekte mereka. Mereka bahkan tidak peduli siapa yang mereka bunuh, selama bisa menemukan orang itu.”

Zekki merasakan dadaanya sesak. Dia tahu bahwa orang yang dicari Sekte Langit Timur itu adalah dirinya. Semua ini… semua kekejaman ini… adalah karena dirinya. Seketika, ada rasa bersalah yang menghantamnya, meski dia tahu itu bukan salahnya.

“Sudah cukup,” katanya pelan, tapi tegas. “Aku tidak akan membiarkan ini berlanjut. Kalau mereka ingin menindas orang-orang tak bersalah demi mencariku, maka aku yang akan datang kepada mereka.”

Yuna menatapnya dengan khawatir. “Zekki, kau… kau serius?”

Zekki mengangguk, matanya penuh tekad. “Aku akan mencari Zhao Wujin, pemimpin Sekte Langit Timur itu. Aku akan menghadapinya sendiri. Sudah terlalu banyak orang yang menderita karena ulahnya. Kalau ini berarti aku harus mengorbankan diriku, maka biarlah.”

Yuna menggelengkan kepala, air mata mulai mengalir di pipinya. “Tidak, Zekki! Kau tidak bisa melawan mereka sendirian! Ini bukan hanya soal kekuatan, tapi kau tahu mereka penuh intrik dan tipu muslihat. Aku… aku tidak ingin kehilanganmu…”

Zekki menatap Yuna dengan lembut, meraih tangannya dan menggenggamnya erat. “Yuna, aku harus melakukan ini. Jika aku tidak melawan mereka sekarang, berapa banyak lagi desa yang akan hancur? Berapa banyak lagi orang tak bersalah yang harus mati?”

Yuna tidak bisa menjawab. Dalam hatinya, dia tahu bahwa Zekki benar. Tapi Yuna tidak bisa menahan rasa sakit yang menghantam hatinya. Dalam hatinya, ia tahu Zekki benar—tidak ada yang bisa menghentikan kekejaman Sekte Langit Timur jika tidak ada yang berani melawan mereka. Tapi pikiran bahwa Zekki akan menghadapi semua itu sendirian… itu adalah sesuatu yang sulit ia terima.

“Zekki…” bisiknya pelan, suara Yuna hampir tenggelam dalam keheningan gua. “Aku… aku ingin ikut denganmu. Kalau kau memang akan melawan mereka, biarkan aku berada di sisimu.”

Zekki menatap Yuna dalam-dalam, wajahnya tampak tersentuh oleh ketulusan gadis itu. Sesaat, dia merasa bingung harus berkata apa. Yuna bukanlah orang yang suka bertarung, dan meskipun ia cukup kuat, ia tahu risiko yang akan mereka hadapi sangat besar. Tapi melihat sorot mata Yuna yang penuh tekad, dia tahu bahwa menolaknya hanya akan menyakitinya.

“Aku…” Zekki berhenti sejenak, berusaha merangkai kata-kata. “Yuna, ini bukan pertarungan yang mudah. Aku tidak bisa menjamin keselamatanmu jika ikut bersamaku. Lawan kita bukan hanya Zhao Wujin, tapi seluruh sektenya, seluruh sistem yang mereka bangun untuk menekan orang-orang lemah.”

“Aku tahu,” jawab Yuna tanpa ragu, suaranya terdengar tegas. “Tapi aku tidak peduli. Kau sudah menyelamatkan hidupku berkali-kali, dan kau sudah menunjukkan padaku bahwa ada harapan di tengah dunia kultivasi yang penuh kekejaman ini. Aku ingin… aku ingin menjadi bagian dari perjuanganmu, Zekki.”

Ada keheningan sejenak di antara mereka, hanya terdengar hembusan napas pelan dari pria yang mereka temukan di hutan tadi, yang kini tertidur dengan damai di lantai gua. Zekki menatap Yuna dalam-dalam, dan di wajahnya terlukis sebuah senyuman kecil, senyuman yang jarang sekali dia perlihatkan.

“Baiklah, Yuna,” katanya akhirnya, suaranya pelan namun penuh ketulusan. “Kalau kau memang ingin ikut… aku tidak akan melarangmu. Tapi berjanjilah satu hal padaku: jangan pernah mengorbankan dirimu sendiri. Aku tidak ingin kehilangan orang yang begitu berarti bagiku.”

Yuna tersenyum, dan wajahnya sedikit memerah mendengar kata-kata Zekki yang jujur. “Aku janji, Zekki. Aku akan tetap berada di sisimu, apa pun yang terjadi.”

Keesokan paginya, Zekki dan Yuna berangkat lebih awal, meninggalkan gua dengan hati-hati. Mereka memastikan bahwa pria yang terluka itu dalam keadaan aman sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan selama beberapa jam, mereka akhirnya tiba di sebuah dataran tinggi yang cukup luas, tempat di mana mereka bisa melihat pemandangan wilayah Sekte Langit Timur yang mendominasi cakrawala.

Zekki berdiri tegak, menatap bangunan-bangunan besar dan megah yang berdiri di kejauhan. Di sanalah tempat tinggal Zhao Wujin dan para muridnya yang selalu merasa berkuasa atas orang lain. Seketika, amarahnya membara lagi, membakar dalam dadanya.

“Ini dia… markas mereka,” gumamnya dengan nada rendah. “Sudah terlalu lama mereka merajalela, dan sudah terlalu banyak yang harus menderita karena mereka.”

Yuna berdiri di sampingnya, tatapannya penuh dengan rasa waspada. Meskipun hatinya gugup, ia mencoba menenangkan diri. “Apa rencanamu, Zekki? Kita tidak bisa menyerang langsung. Mereka punya banyak murid dan penjaga. Kita harus berpikir matang.”

Zekki mengangguk. Dia tahu Yuna benar. Sekte Langit Timur tidak bisa dihancurkan dengan serangan frontal, apalagi dengan kekuatan mereka yang terbatas. Tapi dia punya satu kelebihan: mereka tidak tahu siapa dia sebenarnya. Selama ini, Zekki selalu menyamar sebagai kultivator tingkat rendah. Tidak ada yang tahu bahwa dia sebenarnya berada di tingkatan Supreme Surgawi.

“Kita akan menyelinap masuk,” kata Zekki akhirnya, merencanakan langkah mereka dengan cepat. “Aku bisa menggunakan Void Teleportation untuk membawa kita langsung ke markas mereka tanpa terdeteksi. Setelah kita berada di dalam, kita cari Zhao Wujin. Kalau aku bisa menghadapi dia langsung, maka setidaknya kita punya kesempatan untuk menghentikan kebiadabannya.”

Yuna menelan ludah, merasa gugup tapi juga terpacu oleh keberanian Zekki. “Baiklah… aku akan ikut denganmu. Tapi, Zekki… kalau situasi menjadi terlalu berbahaya, jangan ragu untuk mundur. Kita bisa mencari kesempatan lain.”

Zekki tersenyum kecil, lalu mengangguk. “Aku mengerti. Tapi ini mungkin satu-satunya kesempatan kita untuk memberi pelajaran pada mereka.”

Dia meraih tangan Yuna, memberi isyarat agar ia bersiap. “Pegang erat-erat,” bisiknya. Dalam sekejap, Zekki membuka celah Void di udara, sebuah portal hitam yang berpendar samar di hadapan mereka. Angin dingin dari dimensi lain terasa mengalir keluar dari celah itu, membuat bulu kuduk Yuna sedikit berdiri.

“Siap?” tanya Zekki.

Yuna mengangguk, meskipun dalam hatinya ia merasa sangat gugup. “Siap,” jawabnya mantap.

Tanpa ragu, mereka berdua melangkah masuk ke dalam Void, dan dalam hitungan detik, mereka muncul di halaman belakang markas besar Sekte Langit Timur. Tempat itu sepi, namun mereka tahu bahwa hanya masalah waktu sebelum penjaga-penjaga sekte menyadari kehadiran mereka.

“Ayo cepat, sebelum mereka tahu kita di sini,” bisik Zekki sambil menarik tangan Yuna. Mereka bergerak cepat, menyelinap di balik dinding dan lorong-lorong yang luas. Bangunan markas itu begitu megah, penuh dengan ukiran dan ornamen yang mencerminkan kekayaan serta kekuasaan sekte tersebut. Tapi di balik keindahan itu, tersembunyi kekejaman yang tak terlukiskan.

Namun, saat mereka hampir mencapai aula utama, sebuah suara nyaring terdengar dari kejauhan.

“Siapa kalian?!”

Zekki dan Yuna terkejut, menoleh dan melihat sekelompok murid Sekte Langit Timur yang sedang berpatroli. Mereka langsung mengenali Zekki dan Yuna sebagai penyusup.

“Cepat, beri tahu pemimpin sekte! Kita ada penyusup!” salah satu dari mereka berteriak, lalu dengan cepat mereka menyerbu Zekki dan Yuna.

Zekki segera menarik Yuna ke belakang, melindunginya dari serangan para murid itu. “Baiklah, sepertinya kita tidak punya pilihan lain,” katanya, suaranya penuh ketegasan. “Aku akan menahan mereka. Yuna, kalau ada kesempatan, kau lari dan cari tempat yang aman.”

Yuna menggeleng keras. “Tidak! Aku tidak akan meninggalkanmu!”

Sebelum Zekki bisa membalas, salah satu murid melompat ke arah mereka, menghunuskan pedang. Zekki mengangkat tangannya, membuka Void Slash dan mengayunkannya ke arah musuh. Dalam sekejap, celah dimensi itu terbuka, menghantam musuh dan membuatnya lenyap dalam bayangan.

Namun, semakin banyak murid yang datang. Mereka mengelilingi Zekki dan Yuna, membuat mereka semakin terpojok. Yuna menyiapkan kekuatan penyembuhan di tangannya, siap memberikan bantuan kapan pun diperlukan. Sementara itu, Zekki mengeluarkan seluruh energinya, membentuk Void Summoning dan memanggil tiga monster bayangan yang besar dan menakutkan.

“Serang!” perintah Zekki kepada monster-monster itu. Mereka melompat maju, menerjang para murid Sekte Langit Timur dengan keganasan yang luar biasa. Suara benturan, jeritan, dan dentingan pedang memenuhi udara.

Di tengah kekacauan itu, tiba-tiba terdengar tawa dingin yang menggema di seluruh aula.

“Han Zekki…” suara itu penuh ejekan dan kebencian. “Akhirnya kau datang juga.”

Zekki dan Yuna menoleh, dan dari balik bayangan, muncul sosok tinggi dengan tatapan dingin dan penuh keangkuhan. Zhao Wujin, pemimpin Sekte Langit Timur, berdiri di sana, mengenakan jubah mewah berwarna biru tua dengan simbol petir dan angin yang mengelilinginya. Matanya yang tajam menatap Zekki dengan rasa puas, seolah-olah dia baru saja menangkap seekor tikus di dalam perangkapnya.

“Zhao Wujin…” Zekki menggeram, amarahnya membara. “Sudah cukup! Kau dan sektemu sudah terlalu lama menindas orang-orang tak bersalah!”

Zhao Wujin hanya tertawa kecil, seolah-olah kata-kata Zekki tidak berarti apa-apa baginya. “Kau ini siapa sampai berani menasihatiku, bocah? Aku hanya menjaga tatanan dunia kultivasi ini. Kalau ada yang lemah, itu adalah salah mereka sendiri. Hanya yang kuat yang layak bertahan.”

“Aku tidak peduli dengan aturan bodohmu!” teriak Zekki, mengambil langkah maju. “Aku akan menghentikanmu, meskipun harus menghancurkan seluruh sektemu!”

Zhao Wujin tertawa lagi, lalu mengangkat tangannya. “Baiklah, kalau itu maumu. Mari kita lihat siapa yang lebih kuat, bocah!”

Tanpa aba-aba, Zhao Wujin mengeluarkan serangan petir yang menghantam lantai di depan Zekki. Petir itu bercahaya terang, memancar ke seluruh ruangan, memaksa Zekki dan Yuna untuk melompat mundur.

Zekki segera mengaktifkan Void Teleportation, muncul di samping Zhao Wujin dengan cepat. Ia mengayunkan pedangnya dengan Void Slash, tetapi Zhao Wujin menghindar dengan lincah dan membalas dengan serangan angin yang tajam.

“Cepat juga, bocah!” ejek Zhao Wujin sambil menyerang Zekki tanpa henti. Angin dan petir berputar mengelilinginya, menciptakan badai kecil yang membuat Zekki dan Yuna sulit mendekat.

Yuna berteriak, “Zekki, hati-hati!”

Zekki hanya mengangguk, matanya penuh tekad. Dia tahu ini adalah pertarungan hidup dan mati, dan dia tidak akan mundur. Dengan seluruh kekuatannya, dia membuka celah Void lebih besar, memanggil monster dari dimensi lain untuk melawan badai Zhao Wujin.

“Aku tidak akan kalah darimu, Zhao Wujin!” teriak Zekki dengan penuh semangat.

Dan malam itu, di tengah kilatan petir dan kekuatan Void yang mengerikan, pertarungan mereka pun dimulai, mengguncang seluruh Sekte Langit Timur.

1
Van Jave
mc nya lama2 lebay
Zainal Tyre
tdk ada seninya mengulang ulang sj
datng duel pergi datang duel pergi hadehhhhhh
Zainal Tyre
terlalu lebay
M. Sevian Firmansyah
nm
Van Jave
bgmana kita mau like kayak gini
Van Jave
g jls
M. Sevian Firmansyah: tolong jelaskan apa yang tidak jelas?
total 1 replies
Van Jave
bab apa ini
Dian Pravita Sari
lagi lagi jgak nyambung cerita putus tengah jalan
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan
ℕ𝕖𝕟𝕘 𝕋𝕒𝕥𝕒
bukan yang pertama tapi pembaca setia
M. Sevian Firmansyah: thanks son wkwk/Joyful/
total 1 replies
-Gundulist
lanjut kang, mantap seruu....
M. Sevian Firmansyah: thanks supportnya bg
total 1 replies
Byakuya@
that's good bang/Casual/
Pemburu Milf
woi keren banget kekuatannya void/Chuckle/
M. Sevian Firmansyah: hehe makasi ka
total 1 replies
Pemburu Milf
ahhh dasar npc lawag/Facepalm/
UNieew^
semangat bg/Casual/
M. Sevian Firmansyah: thanks ka 🙏
total 1 replies
UNieew^
yahh udah bersamung aja bezirr/Scream/
Neny_
up dong
M. Sevian Firmansyah: sabar yakk, makasi supportnya
total 1 replies
Kenzhy
template banget setiap cerita fiksi timur wkwk
M. Sevian Firmansyah: wkwk gpp lah
Neny_: iyaa bezir /Grin/
total 2 replies
Riska Anindia
menarik juga, ditunggu ch 2nya
M. Sevian Firmansyah: siap ka
total 1 replies
Mayo Cute
cemingut omm eh abanggg lanjut wiii/Hey/
Mayo Cute: wogheyyy
M. Sevian Firmansyah: thanks yaww/Joyful/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!