Divya G. Ratore gadis cerdas lulusan luar negri. Ia mempunyai karir yang cemerlang. Tidak dengan cintanya.
Ia selalu saja mengalah ,memberikan cintanya kepada orang lain. Sebenarnya ia sangat capek menjalani nya. Setelah selesai masalah yang satu, munculah yang lainnya. Divya lelah, sampai sampai ia berniat tidak ingin berkomitmen lagi.
Namun, siapa sangka Divya tiba - tiba di jodohkan dengan orang ia kenal. Namun, naas awal pernikahan nya sudah dimasuki oleh orang ketiga . Dan si*lnya orang ketiga itu tengah hamil janin milik suaminya. Kejadian itu ,ia bertemu dengan pria asing tapi, seperti orang yang kenal lama.
Akankan Divya bertahan dan menerima bayi dari wanita lain suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Anggraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehangatan keluarga
" Bagus ya! Baru pulang, tidak ngabarin kami dulu!" Teriak seorang pemuda dengan wajah sewotnya.
Terlihat dua orang laki - laki tampan diambang pintu. Yang satu tinggi besar yang satu pendek kecil bulat.
" Huft..ternyata kalian! Syukur lah. Aku kira siapa. Tidak sempat kak , Divya capek nih, mau tidur!" Divya kembali berbaring di atas kasur empuknya.
"Kelinci nakal! Berani sekali kamu mengabaikan kami, Hem!" ucapnya dengan logat marah. Namun, ia duduk di samping Divya seraya membelai rambut sang adik.
" Sudah lah kak! Aku capek banget nih. Lanjut nanti aja ya ngobrolnya!" pinta nya.
" Siapa suruh mau mulai dari nol? Aku sudah bilang, jangan! Sampai Mommy dan Papih juga sudah melarang. Tapi, kamu tetap ngeyel!"Kesal Felix, adiknya sangat keras kepala. Untuk apa susah - susah kerja dari nol, kalau semuanya sudah punya bahkan satu perusahaan sudah disiapkan oleh Alaric , ayahnya untuk adiknya itu.
" Ck kakak ini selalu banyak alasan , sampai lupa oleh - oleh untuk adiknya," celetuk pemuda sewot. Ia pun ikut duduk di atas ranjang.
" Ini lagi, tidak tahu apa kakaknya lagi cepek. Oleh - olehnya masih di bagasi mobil, kamu ambil sendiri aja sana!"Divya malas berdebat menyusun sang adik mengambil oleh - olehnya sendiri.
" Wah, beneran kak? Asyik, kirain kakak lupa. Yasudah aku ambil ya!" seru pemuda itu girang seraya berlari keluar kamar kakaknya.
" Gimana perjalanannya seru tidak?" Tanya pemuda satunya.
" Biasa aja kak, seperti biasanya capek heheh!" ucapnya. Lalu, ia memejamkan matanya.
" Sepertinya kamu ada masalah ya dek. Tidak mau cerita sama kakak?"Tanya pemuda itu.
" Ih apaan si kak Felix ini! Mana ada masalah lain. Udah ya, aku mau tidur. Lebih baik kakak keluar aja deh!" usir Divya mendorong tubuh kekar kakaknya keluar dari kamar.
" Eh, kamu tidak sopan ya sama kakak sendiri, main usir saja!"kesalnya.
Brak
" Awas ya dek, kakak tidak akan beliin kamu coklat lagi!" ancamnya.
" Terserah!" Teriak Divya dari dalam kamar.
" Anak ini, pasti pacarnya berulah lagi. Awas saja dia aku bejek - bejek!" geram nya kesal mengingat kelakuan pacar adiknya itu.
Felix pergi menuju ruang tamu. Diruang tamu terlihat Jerome yang sedang membuka satu persatu oleh - oleh yang dibawa Divya.
" Kak ayo sini! Kak Divya membeli banyak sekali makanan," Jerome melambai - lambai kan tangannya. Felix duduk di samping Jerome. Ia menyibak - nyibak kan salah satu plastik yang ternyata berisi mochi.
" Kak, cobain deh mochi ini! Ini Michi yang terenak loh!" Oceh nya seraya menyodorkan mochi rasa durian kearah mulut kakaknya.
" Emmm.." bukan kearah mulut kakaknya namun, Jerome memaksa kakaknya memakan mochi yang ada ditangannya.
" Enak bukan? Yammy," ucapnya seraya melanjutkan makannya.
Felix yang dicekoki mochi oleh adiknya terpaksa mengunyah. Ia mengelap bibirnya dengan tisu.
" Adik durhaka! Main maksa aja!" geramnya.
" Hehehe..maaf kak, ini terlalu enak si!"Jerome cengengesan dan melanjutkan makannya.
Alis Felix terangkat, ia melihat semua bungkusan di atas meja.
" Hanya ini oleh -olehnya?" Tanya Felix kemudian. Ia heran melihat makanan yang di bawa adiknya itu sebagai oleh - oleh .Ternyata semuanya hanya makanan mochi saja dengan varian yang banyak. Ada coklat, stroberi,susu,Oreo,maccha,durian,mangga,anggur,apel,kacang hijau, kacang tanah,keju, marshmellow.
" Hem ya...hanya ini yang ada di dalam bagasi kakak,kak." Jawab Jerome yang masih mengunyah mochi durian itu.
" Ya ampun, kenapa tidak sekalian kokinya aja si yang dibawanya. Supaya bisa makan sepuasnya. Lagian yang beginian kan di Jakarta juga ada yang jualnya," celetuk Felix. Ada - ada kelakuan adik - adiknya.
" Ya bedalah kak! Yang dikatakan mochi Jakarta, kalau ini mochi liar Jakarta."
Ple tak
"Aduh! Sakit kak. Kasar sekali!" protes Jerome kala Felix me toyor kepalanya.
" Habiskan tuh! Awas jangan ada sisanya,mubazir!" Felix bangkit dari duduknya ia berjalan menuju kamar sang adik kembali.
" Ck kakak ini, padahal ini saaaaaaangaaat enak! Emm yammy!" gerutunya serasa kembali menggigit mochi ditangannya.
Lagi asyik-asyiknya Jerome menikmati mochi mochi di atas meja tiba - tiba.
" Jerome!!" Seru seorang wanita paruh baya seraya menjewer salah satu telinga putranya.
" Aduh mi aduhhhh! Sakit miiiiih !"pekik Jerome kaget sekaligus merasakan sakit diarea telinga yang dijewer mommy nya.
" Bagus ya, jajan sampai sebanyak ini!" Imel mommy Inara.
" Lepaskan dulu telinga Jerome mi! Sakit tahu!" ucapnya merasakan sensasi panas di telinga nya.
" Bilang sama mommy, siapa yang bawa kamu jajan sampai sebanyak ini hah! Sudah mommy bilang, jangan jajan banyak banyak! Apalagi yang manis - manis. Mau kamu diabetes kaya papah mu itu? " Omel Bu Inara seraya bertanya kepada anaknya.
" Ampun mi, ini bukan kemauan Jerome yang jajan mi! Ini dibelikan oleh kak Divya kok dari Jawa,"jelasnya panjang lebar.
Mendengar itu mommy Inara melepaskan jewer an nya. " Apa?! Kakakmu Divya sudah pulang? " Jerome mengangguk kan kepala nya.
" Kenapa tidak memberitahu mommy si. Dasar anak itu?!"kesalnya.
Jerome hanya mengangkat kedua bahunya.
Saat hendak memakan Mochi rasa strawberry ke mulut ya tiba - tiba tangannya dicegah oleh mommynya.
" Eits!" ucap Bu Inara seraya men comot mochi yang hendak di makan putranya.
" Apa yang tadi mommy bilang?" Jerome senyum nyengir. " Tidak? Tidak boleh?..." tanya Bu Inara. Jerome hanya bisa mengulang pertanyaan ibunya.
" Tidak boleh? Apa mi?"
" Aduhhhh! ini anak siapa si?" Bu Inara menepuk keningnya.
" Anak Mommy lah! Semua juga tahu itu. Iya kan Pap"Tanya Jerome kepada ayahnya yang baru menuruni anak tangga.
" Wah ada apa nih pagi - pagi udah rame. Ini mochi dari mana nih banyak sekali. Papi minta satunya," Papi Alaric berjalan menuju sofa. Alaric duduk di samping Divya.
" Sayang, gimana perjalanannya, pasti capek ya? Papi kan sudah bilang,tidak usah mulai dari nol! Lagian kamu itu lulusan Harvard loh. papI sudah kosongkan posisi direktur di salah satu perusahaan cabang Papih," Alaric tidak habis pikir kenapa dengan Divya , Putrinya malah memilih yang sulit daripada yang mudah.
" Aku tahu papi, ini sangat sangat menguras tenaga dan pikiran. Tapi, aku menyukainya. Aku ingin merasakan bagaimana berjaya dengan usahaku sendiri,"jawab Divya sebenarnya tidak enak kepada ayahnya. Ayahnya sudah susah payah mengosongkan kedudukan direktur untuk dirinya. Namun, apalah daya. Dia juga punya keinginan sukses tanpa campur tangan orang tuanya. Sebenarnya dia juga mempunyai misi khusus selain ingin sukses dengan tangannya sendiri.
Alaric mendengarkan jawaban putrinya menghela nafas. " Yasudah, kalau kamu capek berhenti sejenak! Jangan dipaksakan ya sayang!" nasihat Alaric kepada putranya. Tangan kanannya mengambil mochi rasa mangga di atasi meja. Sebelum mochi itu mendarat di lidahnya. Terdengar larangan dari istrinya.
" Papiii!!!" pekik Bu Inara. Mendengan teriakan istrinya Alaric menggantungkan mochi itu melirik istrinya. " Heheh, boleh ya mi, satu saja ya?" tanya nya.
"Hemmm...no papi! " jawaban istrinya membuat Alaric lesu. Ia kembali meletakkan mochi itu ketempat nya.
" Mommy pelit!" tajuk Alaric.
" Bukan masalah pelitnya Pi! Tapi, diabetes papi yang jadi masalah. Udah ah, mommy mau lihat Divya dulu. Awas jangan makan mochi lagi ya Jerome! Papi juga tuh!" Bu Inara memperingatkan putra dan suaminya untuk tidak memakan Mochi itu. Setelah mengatakan itu, Bu Inara melangkah menaiki tangga berniat melihat putrinya yang sudah pulang dinas.
Divya bekerja sebagai seorang karyawan di bidang marketing di perusahaan lain. Sebenarnya ayahnya Alaric memiliki beberapa perusahaan yang sama. Namun, Divya kekeh ingin mulai dari nol tanpa bantuan siapapun. Akhirnya, Divya bekerja sebagai karyawan biasa. Tentunya dengan izin dari Ibu dan ayahnya.
Divya pun berpesan tidak mengungkapkan identitas nya kepada siapapun. Termasuk kepada kekasih dan sahabatnya itu, sampai ia menjadi sukses sendiri.
Kebetulan minggu kemarin, Divya menjadi salah satu karyawan yang berprestasi untuk bertugas di luar kotanya. Sebenarnya, Yovan dan Vina juga teman kerjanya. Bedanya Vina dan Yovan sudah menjadi supervisor.
Tok
tok
tok
Pintu kamar diketuk oleh Inara. " Sayang, Divya! Buka pintunya nam, ini mommy!" seru Inara.
"Hem lama amat si. Yasudah lah mendingan buka langsung aja deh,"gumamnya.
Clek
Pintu pun terbuka. Alangkah kagetnya, Inara melihat dua orang sedang tidur. Ada yang di lantai ranjang dan satunya dilantai.
Inara diam sesaat karena kaget. " Felix! Apa yang sedang kamu lakukan nak,Ya Allah Gusti! " Saking kagetnya Inara sampai menyebutkan nama Sang Pencipta.
Inara mendekati tubuh putranya yang berbaring dilantai kamar Divya.
" Felix! Felix! Bagun! Hey Felix!" karena tidak bangun bangun. Akhirnya , Inara berteriak memanggil nama putranya. " Felix bangun!"
Felix ter lonjak kaget mendengar teriakan ibunya. Demikian dengan Divya ia terduduk di atas ranjang.
" Eh, mom. Sedang apa disini ?" Tanya Felix setelah bisa membuka kedua matanya.
" Kamu sedang apa tidur dilantai seperti itu hah?" Bukannya menjawab, Inara malah bertanya balik kepada putranya itu.
" Eh, ini mom. Tadi , Felix ketiduran kayaknya pas mau bangunkan Divya deh,heheh." Felix menggaruk - garukan kepalanya yang tidak gatal, seraya cengengesan.
" Konyol! Bwahahahahahahaha," Tawa Inara menggema di dalam kamar Divya. Membuat Alaric dan Jerome berlari menghampiri nya.
" Mom, jangan gitu ihhh!"rengek Felix.
" Kamu tuh kayak anak kecil , Lix Lix ! Bangunin Divya ! Malah ikutan molor,kebiasaan!" Inara masih menertawakan putranya itu.
BRAKKKK
"Keluarga aneh, kalau saja tidak punya misi. Malas sekali aku melihat mereka tertawa - tawa begitu,"batin seseorang.
dasar tokoh utamanya bodoh
udah tau dari awal cuman nurutin kemauan orang tua.kasih tau dong orang tuanya mana ada orang tua mau anaknya sengsara