Jangan pernah sesumbar apapun jika akhirnya akan menelan ludah sendiri. Dia yang kau benci mati-matian akhirnya harus kau perjuangkan hingga darah penghabisan.
Dan jangan pernah meremehkan seseorang jika akhirnya dia yang akan mengisi harimu di setiap waktu.
Seperti Langit.. dia pasti akan memberikan warna mengikuti Masa dan seperti Nada.. dia akan berdenting mengikuti kata hati.
.
.
Mengandung KONFLIK, di mohon SKIP jika tidak sanggup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Pengen nyubit.
Dengan cekatan Bang Ratanca menyiapkan arang untuk bara panggang acara mereka malam ini. Tak lama seorang gadis cantik keluar dari rumah dinas Pak Navec. Terdengar suara ribut bersahutan dari dalam rumah.
Bang Ratanca dan Bang Langkit refleks menoleh melihat dua orang perempuan kakak beradik sedang ribut argumentasi. Keduanya sampai ternganga.
"Apa yang kalian ributkan????" Tegur Bang Dalu sebagai kakak tertua.
"Mbak Nada, masa resep ikan bakar bumbunya warna hitam." Kata Dinar.
"Ada yang warna hitam." Jawab Bang Langkit.
"Apaa kubilang." Nada merasa menang mendengarnya.
"Enak yang warna kuning, aku sudah marinasi ikannya dari tadi siang." Dinar tak kalah berapi-api bermaksud menunjukkan kebolehannya dalam urusan mengolah makanan.
"Coba bawa kesini..!!" Pinta Bang Ratanca.
Kedua gadis itu membawa nampan berisi ikan yang akan menjadi bakal olahan malam ini.
Bang Langkit dan Bang Ratanca melongok melihat nampan tersebut. Seakan masih menyimpan rasa penasaran, Bang Dalu pun ikut melongok.
"Laahh.. iki opo dek??"
Ketiga pasang mata pria saling pandang. Satu nampan berisi ikan berwarna hitam legam, satu nampan lagi berisi ikan berwarna kuning cerah.
Para pria tak habisnya mengamati penampakan ikan yang agaknya akan membuat infeksi lambung.
"Ituu.. yang hitam pakai bumbu apa, dek?" Tunjuk Bang Ratanca pada Nada.
"Ikan bumbu petis."
"Haah.. oohh.." Bang Langkit menggaruk kepalanya dengan bingung. "Kalau yang ini??" Tunjuk Bang Langkit pada nampan yang ada di hadapan Bang Ratanca.
"Ini ikan super. Ikan bumbu kuning." Jawab Dinar.
Bang Langkit, Bang Ratanca dan Bang Dalu bernafas lega sejenak mendengarnya.
"Bumbu nanas." Imbuh Dinar.
"Allah Karim..!!"
"Ya Tuhan." Bang Langkit mengusap wajahnya yang mendadak cemas.
Bibir Bang Dalu rasanya terkunci, entah bagaimana harus mengungkapkan kata maaf untuk kedua sahabatnya. Niat hati ingin mengajak sahabat untuk menikmati akhir pekan tapi belum saja semuanya di mulai, semua sudah hancur perkara kelihaian dua gadis 'pintar' disana.
Ketiganya masih menatap ikan yang masih terbaring cantik di atas nampan.
"Yowes, gaaass aja. Ora opo-opo..!! Sluman slumun Slamet." Bang Ratanca pun pasrah sembari mengipasi arang untuk mematangkan ikan tersebut.
"Apa yang salah, Bang?" Tanya Nada penasaran.
"Nggak salah, hanya keliru aja." Jawab Bang Langkit.
Tidak ada yang mengira saat itu Dinar menyelip duduk di antara Bang Langkit dan Bang Ratanca. Kedua perwira muda itu sampai berjingkat mengambil jarak karena cemas berdekatan dengan wanita.
"Dinaaaarr.. jangan begitu. Ayah sudah bilang, kita jangan pernah dekat dengan sembarang laki-laki. Laki-laki itu setan, penipu, suka selingkuh dan suka main perempuan kecuali Abang dan ayah kita." Kata Nada kemudian menarik tangan Dinar, adik bungsunya.
"Astagaaa.. Dinaarr.. Nadaaaa.. cukup.!!" Bang Dalu menarik kedua adik perempuan nya ke belakang punggungnya.
Bang Ratanca dan Bang Langkit seketika saling pandang. Jelas mereka tidak sependapat dengan 'ocehan' Nada yang sebenarnya sangat lugu namun belaga menjadi pemberani.
"Tidak semuanya begitu. Apakah kalian percaya begitu saja kata-kata itu??" Tegur Bang Langkit.
"Tidak semuanya.. berarti Om Langkit dan Om Ranca golongan yang mana?" Tanya Dinar.
Bang Ratanca dan Bang Langkit saling menatap bingung.
"Tidak bisa jawab??? Berarti Om Langkit dan Om Ranca memang pengkhianat." Dinar pun pergi menggandeng tangan Nada.
"Whaaatt????????" Bang Langkit beranjak dari duduknya, ia sudah terpancing gemas dengan ulah kedua kakak beradik itu.
"Ya Allah, salahku opo sampai di tuduh pengkhianat." Gumam Bang Langkit sembari mengelus dada.
"Kelakuanmuuuuuuu..!!! Laki macam apa yang kesetanan pengen nikahi kamu, dek." Celetuk Bang Ratanca.
plaaaakk.. plaaakk..
Bang Dalu sampai menepak lengan kedua sahabatnya. "Jangan sembarang bicara donk..!! meskipun bentuknya begitu, mereka tetap adik ku."
.
.
.
.