Ara adalah seorang personal asisten Garvi, hubungan mereka cukup unik. Terkadang terlihat layaknya kawan sendiri tapi tak jarang bersikap cukup bossy hingga membuat Ara lelah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin_iin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh tujuh
"Banyak juga ya gebetan kamu."
Ara langsung melotot tajam ke arah sang atasan sambil menyembunyikan layar ponselnya. "Bapak ngintip?" tuduhnya tidak suka.
"Enggak sengaja," balas Garvi santai. Mereka kini sedang berada di dalam lift menuju lantai dasar, "nggak keliatan jelas, cuma liat ada beberapa notif. Ajakan bukber semua itu?"
"Kalau iya kenapa, Pak?"
"Ya enggak kenapa-kenapa."
Ara manggut-manggut seadanya. "Oh, kirain Bapak mau ngajak saya bukber juga. Hehe," cengirnya dengan nada penuh canda.
Garvi tiba-tiba menoleh dengan ekspresi seriusnya. "Kamu mau?"
Ara loading sesaat. "Mau apa, Pak?" tanyanya malah seperti orang kebingungan.
"Bukber. Sama saya."
Ara kemudian langsung terbahak. "Enggak, Pak, makasih. Saya mah mending bukber sama temen kost saya cari takjil deket kostan daripada bukber sama Bapak yang ada saya sedih."
"Loh, kenapa kalau bukber sama saya sedih?"
"Soalnya selera makanan Bapak bikin saya kurang nafsu makan."
"Kalau kita bukber tapi nyari menu takjil pada umumnya, kamu mau?" tanya Garvi.
Ara yang tidak siap dengan pertanyaan Garvi itu pun hanya mampu melongo, dengan kedua pasang mata yang saling menatap dan pintu lift yang tiba-tiba terbuka. Ara cepat-cepat memalingkan wajahnya dan keluar dari lift lebih dulu baru kemudian disusul Garvi.
"Gimana tawaran saya?"
Ara mencoba untuk tetap tersenyum. "Sebelum terima kasih loh, Pak, atas tawarannya. Tapi saya mau bukber sama temen kost saya, udah janjian, takut ngamuk dia-nya."
Garvi manggut-manggut paham. "Berarti kalau besok mau?"
Lagi-lagi pertanyaan Garvi mampu membuat Ara kembali melongo seperti orang kebingungan.
💙💙💙💙
Sesuai ajakan Fani, hari ini Ara memutuskan untuk ngabuburit dan bukber bersama gadis itu. Sepulang dari kantor ia langsung mandi dan bersiap dengan tergesa-gesa, takut kalau perempuan itu akan mengomel sepanjang jalan karena dia yang mungkin lama. Selesai bersiap, ia langsung keluar dari kamar dan berjalan menuju kamar Fani.
Tak butuh waktu lama, pintu kamar terbuka tepat saat Ara mengetuk dua kali.
"Wish, ngabuburit sama gue doang rapi banget dandanan lo, udah kayak mau bukber sama pacar aja," goda Ara saat mendapati pakaian rapi Fani.
Sementara yang ditanya langsung meringis. Dapat Ara rasakan kecurigaan di balik wajah gadis itu.
"Fan, ini nggak sesuai dengan apa yang ada di otak gue kan?" tanya Ara mencoba memastikan.
Fani kembali meringis, kali ini wajahnya bercampur rasa bersalah. "Sumpah, Ra, ini di luar prediksi BMKG banget. Cowok gue tiba-tiba bisa pulang cepet terus ngajakin gue bukber bareng. Ya, gue sebagai calon makmum yang baik jelas nggak bisa nolak lah, kalau gue tolak ntar gue nggak jadi dilamar gimana abis lebaran? Kan berape, jadi lo ngalah ya, kali ini aja. Demi kelangsungan hidup dan mati gue nih."
Kalau tidak ingat puasa, ingin sekali rasanya Ara mengumpat Fani.
"Lo bikin gue nolak semua ajakan dan sekarang lo giniin gue? Temen macam apa lo?"
"Gue telfonin Evan ya, biar dia nemenin lo bukber," tawar Fani yang tentu saja langsung ditolak perempuan itu dengan mentah-mentah.
"Enggak usah," tolaknya dengan nada ketus.
"Enggak papa, Ra, gue yakin Evan pasti mau kok." Fani masih berusaha untuk membujuk karena merasa sungkan dengan Ara.
Ara melotot tajam. "Gue yang terlanjur nggak mau, Fan, gue udah nolak ajakan dia tadi. Ya kali sekarang gue yang ngajakin, gengsi lah gue."
Fani terlihat semakin bersalah dan tidak enak. "Terus mau lo gimana?"
"Lo nggak usah kepo, sana lo kalau mau pergi, males banget gue liat lo," usir Ara sedikit kesal.
Berbanding balik dengan Fani yang terlihat sudah sumringah. "Hehe, makasih loh, tahu aja lo kalau cowok gue udah di depan."
Ara langsung mendengus. "Bodo amat," ucapnya langsung meninggalkan perempuan itu.
Ara kemudian merogoh kantong celananya dan mengeluarkan ponsel dari dalam celana, lalu mengetik pesan untuk seseorang. Karena lama tak mendapat balasan, Ara kemudian memutuskan untuk langsung menghubungi sang senior.
"Mas, kenapa chat gue dicuekin deh?" todong Ara begitu sambungan terhubung.
"Gue emang nggak ada temen ngabuburit, cuma kalau sama lo males ah, gue masih sayang nyawa dan pekerjaan. Jadi, mungkin lo bisa ngajak yang lain, jangan gue," tolak Mahesa.
Benar, setelah gagal dengan agenda ngabuburit dan bersama Fani, Ara kemudian langsung memutuskan mengajak Mahesa melalui chat.
"Lo nggak kasian sama gue, Mas? Tega? Gue di Jakarta nggak punya banyak kenalan karena sehari-hari kerjaan gue ngurusin Bos lo terus."
"Nah, itu dia, kenapa nggak lo ajak bos lo itu buat bukber. Gue rasa lebih aman."
Ara mendengus kesal. "Lo kalau kasih ide yang bener dikit kenapa sih? Lo aja udah, ntar gue bangunin tiap pagi buat sahur biar lo nggak kesiangan. Gratis. Lo nggak perlu bayar buat beli apaan tadi yang lo tanyain di chat? Paket jasa bangunin sahur? Ya pokok itu lah, sama gue aja, ntar gue bangunin tiap pagi."
"Bener ya? Awas aja kalau lo ngibulin gue, abis lo di tangan gue."
Ara menggeleng cepat meski tahu pria itu tidak dapat melihatnya. "Enggak, Mas, tenang aja, aman sama gue."
"Oke, gas, otw ke kostan lo."
Senyum Ara seketika langsung cerah. "Ah, makasih, Mas. Love you, muachhh!"
"Najis!" balas Mahesa sebelum mematikan sambungan telfon.
Ia tidak terlalu ambil pusing karena yang penting hari pertama buka puasanya ia tidak seorang diri, itu lebih dari cukup.
💙💙💙💙
"Anjing," umpat Mahesa reflek.
Ara yang tadinya hendak menyumpit kwetiaunya mendadak urung dan memarahi sang senior.
"Mas, jangan mentang-mentang udah buka langsung ngomong kasar dong," tegur Ara dengan wajah galaknya. Tangannya terangkat, merasa gemas ingin sekali menjitak sang senior.
"Lo yang bikin gue emosi dan pengen ngomong kasar ya, Ra," balas Mahesa tak kalah kesal.
Ara dibuat bingung olehnya. Ini arah pembicaraan pria ini kemana? Batinnya keheranan.
"Lah, kenapa jadi gue?" protes Ara sejujurnya tidak terima.
"Ya lo kenapa pake post foto gue segala sih?"
Oke, sekarang Ara mengerti. Dirinya tadi memang sengaja memposting foto Mahesa, tapi ia tidak menampilkan wajah pria itu secara terang-terangan. Lalu kenapa pria ini seemosi ini?
"Oh, itu, nggak papa, nggak akan ketahuan kalau itu lo, Mas. Soalnya gue nge-crop muka lo, Mas, jadi aman lo tenang aja."
Mahesa langsung mendengus sembari menunjukkan layar kameranya. "Nih, liat, Dika langsung notice kalau itu gue, Ra." Ia langsung mendesah frustasi, "argh, emang salah gue nemenin lo bukber. Ini bisa-bisa gue diamuk Dika beneran. Ini anak pasti ngira kalau kita ada apa-apa."
"Ya kan yang penting enggak ada apa-apa, Mas."
"Enggak sesederhana itu, Ara."
Ara garuk-garuk kepalanya. "Ya terus gimana?"
"Tahu lah, gue mau cabut sebelum itu anak nyampe kostan gue," pamit Mahesa langsung pergi begitu saja, "oh ya, jangan lupa ntar bangunin gue sahur!" sambungnya sebelum benar-benar pergi.
Ara hanya mengangguk paham dan membiarkan sang senior pergi. Ia menghela napas tak lama setelahnya.
"Semoga nggak ada masalah habis ini."
💙💙💙💙