NovelToon NovelToon
Petals Of Greedy

Petals Of Greedy

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintapertama / Reinkarnasi / Epik Petualangan / Perperangan / Masalah Pertumbuhan
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Fadly Abdul f

Ini merupakan cerita kelanjutan, pelengkap ending untuk cerita Pelahap Tangisan dan baca cerita pertamanya sebelum cerita ini.

Di sebuah kota terdapat seorang gadis, dia dikaruniai keluarga beserta kekasih dan hidup selayaknya gadis remaja. Hidupnya berubah drastis dikarenakan kekasihnya meninggal sewaktu tengah bekerja, disebabkan itu Widia sangatlah terpukul akan apa yang terjadi dan tidak sanggup menerimanya. Dalam keadaan kehilangan arah, tiba-tiba saja boneka yang diberikan kekasihnya hidup dan memberitahu jikalau jiwa kekasihnya masih bisa tinggal di dunia.

Dengan harapan itu, Widia memulai perjalanan untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Akankah Widia mampu mengembalikan nyawa kekasihnya? Yuk! Ikuti petualangan Widia untuk merebut kembali sang pujaan hatinya. Tetap ikuti dan dukung cerita ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fadly Abdul f, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 02 | Penyesalan yang Terlambat

Bab 02 Bunga Keserakahan

Widia cuma bisa menonton semata kengerian, bumi yang bergetar dan kericuhan tiada henti ini menunjukan jikalau perkelahian mereka melebihi akal sehat. Sekarang Widia betul-betul melihat pacarnya bertarung, melawan ratusan tentara mayat hidup beserta beberapa mahkluk fantasi yang seharusnya tidak nyata, tapi Widia melihatnya jelas.

Dia menghentakkan kaki, bersikap untuk cepat bertindak seusai seekor drake seukuran mobil berlari kencang menujunya. Seekor naga dengan kaki empat tanpa sayap itu mencoba menubruk lelaki itu, seperti badak. Dia terus menghindari gerakan drake, namun setelah belasan mengelak dia berhenti dan mengambil momentum untuk memenggal kepala drake sekali gerakan ketika bergerak.

Gerakan drake itu berpola, dia tidak semena-mena untuk menabrak musuhnya dan mengetahui itu, menghafal pola gerakannya terlebih dahulu. Sebelum mengeksekusi dengan tepat dalam sekali serangan.

"..."

Pacarnya melompat ke belakang, menyadari bila dia kan terkepung dan mengambil sikap tegas, menghunuskan pedang menghabisi belasan tentara mayat hidup dalam waktu singkat. Jelas sekali dia telah terbiasa. Meskipun begitu, jumlah lawan tak adil dan mereka tak dapat lolos.

"Dii...?"

Pacarnya yang tidak pernah menunjukan muka selama ia bertarung, perlahan-lahan menoleh ke belakang. Widia sudah mengecap kengerian walau melihat punggungnya saja, kali ini dia benar-benar menilik Widia, perawakannya sungguh berbeda dengan sebelumnya.

Selayaknya terlepas dari kemanusiaan, bola matanya kini menjadi dua buah kancing yang mengeluarkan darah seperti sedang menangis, bersamaan dengan bibirnya yang dijahit memberi kesan yang menakutkan yang amat mendalam. Widia ingin berlari sekencang-kencangnya, namun ia justru perlahan menghampiri sambil menangis.

Tiba-tiba saja sekelebat bayangan bergerak dalam waktu singkat, bayangan kekasihnya menghilang, mereka berdua berpelukan tanpa disadari oleh Widia. Kekasihnya tidak memeluknya untuk menunjukan rasa sayang, melainkan bertujuan melindunginya selaku tameng hidup

alhasil menerima puluhan anak panah yang berdatangan.

"Dii, kamu mau ngapain?"

Widia mengajukan pertanyaan. Meski kekasihnya ini tidak menanggapi, dia melepaskan gadisnya dan maju hitungan langkah menghadap ratusan musuh. Mendadak saja pandangan Widia kabur dia berupaya menggerakkan tangan, mencoba meraih-raih kekasihnya, meskipun begitu penglihatan makin meredup perlahan menghilang.

Kelopak mata Widia lambat-lambat terbuka. Bersama air mata berlinang membasahi pipinya Widia menemukan dia berada di hadapan layar monitor komputernya, sudah seminggu lebih berlalu mulai dari penolakan kekasihnya. Dia sama sekali tidak membalas surat Widia dan panggilan telepon tidak diangkat, membuat Widia suram.

Dia kesusahan tidur memikirkan mengapa kekasihnya itu tidak membalas email darinya, alasan yang mungkin jelasnya dia mungkin masih marah.

"Terus, napa akhir-akhir ini aku mimpiin kamu jadi boneka mulu, sih?" Batin Widia.

Sewaktu sedang bergelut melawan kebingungan, dengan pikiran melayang-layang tidak karuan, datang-datang seseorang mengetuk pintu kamarnya. Widia menghela napas panjang sembari beranjak dari kursi. Pintu terbuka menampakkan ayah menunjukan ekspresi kebingungan, mukanya sekaligus menampakkan kesedihan mendalam.

Dengan membawa keheranan Widia segera terbata-bata bertanya, "a-ayah ngapain?"

"Ada yang mau ayah bicarain. Kamu keluar dulu, gih. Kita bicara di ruang tamu aja... ayo," ajak ayah membelakangi.

Pria itu berjalan lamban dalam perjalanan kadangkala dia menoleh ke belakang, seperti bingung. Tidak lama seusai sampai di ruang tengah. Keluarga mereka sedang berkumpul, ibu dan Sarah adik Widia duduk di sofa seraya kelihatan sedih membuat Widia bingung melihat mereka.

"Ada apa ini?"

Widia duduk dan memperhatikan sekitaran. Suasana hati mereka lebih mirip bingung, meski ada secuil kesedihan, semuanya kecuali nenek seperti orang yang kehilangan kata-kata. Tidak lama kemudian ayah meletakan sebuah ponsel di atas meja dan Widia mengambil benda itu, usai ayah menitahkan putrinya membuka isi pesan yang baru.

"..."

Pupil mata gadis itu mengecil, mata mengikuti kata-kata dalam layar ponsel dan jari menggeser layarnya. Semua isi beritanya memberi dia serangan. Karena syok Widia melemparkan handphone ayah, napasnya memburu sesudah membaca semua pesan dan terutama kalimat terakhir membuatnya enggan percaya akan isi berita itu.

"Enggak..." lirihnya, dia menunduk dan memeluk tubuhnya karena merasakan hentakkan keras dari berita itu.

Ditengah syok yang menyesakkan dadanya itu mendadak neneknya membuka mulut, didalam nada sombong bicara, "udah nenek bilang buruh kayak gitu gak pantesan buat kamu, Widia."

Air matanya tidak terbendung dan pecah, gadis itu mulai menangis terisak-isak sambil merintih menerima duka. Sarah buru-buru memeluk kakaknya berusaha keras agar dia tenang. Namun, bukannya mengerti suasana duka ini neneknya justru nyerocos depan putri, menantu, bahkan cucunya yang masih kesulitan menampung keterkejutan.

"Ibu diam bentar. Jangan mengungkit-ungkit perjodohan untuk sekarang," kata ayah sambil memungut kembali ponselnya, terdapat berita tentang kebakaran yang menewaskan beberapa pekerja di suatu pabrik. Didalam kalimat terakhir disebutkan nama-nama serta foto para korban yang tewas, salah satunya yaitu kekasih putrinya.

Sarah yang memahami bila neneknya takkan diam meski dibentak ibu, membawa kakaknya yang telah kehilangan arah menuju kamarnya dan menemaninya semalaman. Dia belum paham rasanya kehilangan orang yang dicinta atau timbal baliknya, tapi pasti sulit menerima kenyataan bilamana lelaki yang menemani selama lima tahun pergi.

"Nggak sih, mereka udah kenal tujuh tahun lebih. Barulah pacaran pas kenal dua tahun..." batin Sarah.

Kakaknya tertidur dan tiap jam sekali, dia mengigau yang membuat Sarah cukup khawatir jika kakaknya mendengar soal kematian kekasihnya lagi besok. Jikalau besok kakaknya bangun, Sarah merasa harus berada disisinya dan memutuskan supaya tidur bersama hari ini.

Menentang kematian kekasih itu tidaklah mudah, terlebih lagi pihak keluarga sudah dekat dan pernikahan mereka sudah nyaris diputuskan. Sarah merasa ini pasti akan menjadi pengalaman traumatis. Dengan perasaan, Sarah mendekap kakaknya yang masih mengigau dan menenangkan gadis terpuruk ini dengan caranya sendiri.

Keesokan harinya, Widia mencaritahu dengan ketakutan mengenai perkara itu dengan lebih teliti dan pergi menuju rumah sakit dimana jasad kekasihnya berada. Sesudah menemui pihak keluarganya, Widia bermaksud melihat jasad laki-lakinya dengan mata kepalanya sendiri.

Sarah mengerti kakaknya memaksakan diri dan menahan segala kesedihan, tetapi begitu sampai di ruangan penyimpanan mayat gadis itu membisu. Kemudian tanpa menunggu kesiapan mental, mereka berdua masuk dan menemukan sebuah tempat tidur, dengan tubuh yang ditutupi kain putih berbaring di hadapan mereka berdua.

"Sarah, tolong bu... bukain kainnya..." pinta Widia.

Sarah menelan ludah. Dengan hati-hati mendekati sambil hendak menyentuh kain, dia terperanjat kaget sambil berteriak, "kak! Kak! Kakaaakk!"

"Ngapa?!" Jawab Widia memekik.

Dengan kencang Sarah membuka kain dan mereka mulai melihat jelas, bahwa tubuh lelaki ini sedang bernapas, jantungnya memompa darah dan menunjukkan tanda-tanda dia masih hidup. Sumringah Widia menangis bahagia kekasihnya tidak meninggalkan dunia dan hidup, Widia lega bersimpuh lemas sembari menyeka air mata.

Selepas itu kekasihnya dipindahkan dari ruangan itu dan mendapatkan perawatan. Diketahui bahwa organ dalam dan fungsi tubuh kekasihnya kembali bekerja, tanpa alasan yang jelas. Namun sekarang kekasihnya berada dalam keadaan koma dan tidak bisa merasakan rangsangan dari luar, terkecuali jikalau Widia di dekatnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!