"Patah hati yang menyakitkan itu, ketika kita menunggu ketidakpastian."
(Sinta Putri Adam)
---------------------------------------------------------------------------
Tidak ada cinta. Namun, anehnya ku sematkan dia di setiap doa ku.
Lucu bukan? tapi itulah kenyataannya.
Enam tahun, ku jaga hati untuk dia yang dulu datang dengan janji manis. Memberikan sepucuk surat cinta dan cincin sebagai tanda ikatan. Hingga hari, di mana berjalan dengan cepat, kami bertemu. Namun, enam jam aku menunggu seperti orang bodoh, dia tidak datang. Jika sudah begini kemana harapan itu pergi. Aku kecewa, sakit, dan merasa bodoh.
"Aku membenci mu Muhamad Farel Al-hakim."
"Aku membencimu."
Ikutin kisahnya yuk hu...
IG: Rahma Qolayuby
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Cantik!
"Ya Allah, apa Sinta salah menolak niat baik orang. Ya Allah, kau yang maha tahu sebenarnya Niat Sinta apa. Sinta takut, jika menerimanya Sinta tak bisa membagi waktu untuk suami Sinta nanti. Anak-anak masih butuh Sinta. Sinta hanya ingin melihat anak-anak mandiri agar Sinta tidak merasa khawatir."
Adu Sinta pada Allah. Sinta mencurahkan segala isi hatinya pada Allah. Karena Sinta yakin, Allah maha tahu segalanya apa yang terbaik untuknya.
Saat ini Sinta hanya ingin fokus pada adik-adik nya. Mengajarkan adik-adik mengelola perusahaan agar nanti ketika Sinta Menikah. Sinta bisa menyerahkan perusahaan pada adik-adik nya dan Sinta bisa fokus pada suaminya nanti.
Sinta tak mau membebani Raja ataupun Malik suatu hari nanti. Sinta ingin mandiri dan mengajarkan adik-adik nya pun begitu.
Sinta tidak ada niat yang lain. Apalagi yang datang padanya dari keluarga baik-baik walau Sinta belum tahu bagaimana sikap dan sifat nya Farel.
Sinta yakin, jika jodoh mungkin Farel mau menunggunya. Walau Sinta tidak berharap lebih. Sinta hanya ingin Fokus pada tujuan awalnya. Apalagi Sinta tak tahu, jika Raja menikah apa Raja akan tinggal di rumah Adam Hawa atau pindah seperti Malik. Sinta hanya memikirkan kemungkinan terburuknya saja. Jika Raja akan keluar, maka Sinta harus siap mengurusnya sendiri.
Itulah kenapa Sinta, ingin mengasah anak-anak di perusahaan agar mengerti dan tidak perlu di ajarkan lagi. Dan nanti, adik-adik nya bisa mengajarkan pada adik-adik yang lain.
Apalagi, Aurora masih SD dan butuh banget Sinta. Mungkin, jika Aurora sudah masuk SMP sedikit lebih dewasa dalam menjalani harinya dan Sinta tidak terlalu khawatir nantinya.
Saat ini Aurora kelas dua SD dan akan berganti seragam tepat dengan Sinta lulus kuliah nanti.
Tok .. Tok ..
Sinta di kejutkan dengan suara ketukan pintu. Sinta menyudahi curhatnya pada Allah. Sinta segera membuka mukena dan membuka pintu.
"Assalamualaikum, kak. Di panggil kak Raja."
"Waalaikumsalam, dek. Baik."
Sinta menutup pintu mengikuti langkah Aurora.
Deg!
Sinta cukup terkejut mendapati Raja dan Farel ada di ruang tamu. Sinta berusaha menenangkan diri.
"Assalamualaikum, kak. Kata Aurora, kakak manggil Sinta?"
"Iya, Duduk sini."
Sinta langsung duduk di hadapan Farel. Tatapan Sinta sendari tadi menunduk tidak berani sedikitpun mengangkat kepalanya kecuali pada Raja saja.
"Ada yang ingin Farel sampaikan. Bicaralah kalian. Kakak akan memantau di luar."
Sinta cukup terkejut, namun tak bisa berbuat lebih.
Raja membiarkan ruang untuk Farel bicara pada Sinta.
Suasana seketika menjadi canggung. Namun, Farel yang notabene nya dad boy, dulu. Tentu bisa mengatasi suasana canggung ini.
"Saya sudah dengar jawaban kamu."
Ucap Farel mengawali bicaranya sambil menatap Sinta yang sendari tadi terus menunduk.
"Saya mengerti dan akan menunggu."
Deg!
Sinta terkejut akan ucapan Farel tentang menunggu.
"Saya akan menunggu kamu sampai kamu siap nanti."
Ucap Farel memperjelas ucapannya. Farel memang bukan orang yang bertele-tele. Ia lebih suka berucap jujur, apa adanya yang ia rasakan.
"Tidakkah kakak lelah."
Celetuk Sinta memberanikan diri angkat bicara.
"Lelah menunggu! Kita sebelum nya tidak saling kenal. Kenapa bisa seyakin itu?"
"Saya yakin karena kamu pilihan saya."
Se-pede itukah seorang Farel, memang begitulah Farel.
"Lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan. Saya hanya berharap, kamu tetap ingat! Jika ada saya sedang menunggu kamu. Yang artinya kamu tidak boleh berpaling pada siapapun. Jangan pikirkan siapapun kecuali saya.".
Sinta menganga tak percaya dengan ucapan Farel. Apa ada orang se-pede ini bicara seolah Sinta adalah miliknya. Padahal mereka bukan siapa-siapa.
"Jika kamu berpaling dari saya. Saya pastikan detik itu juga akan menikahi mu."
"Kakak ngancem saya?"
"Gak!"
Jawab santai Farel membuat Sinta benar-benar tak habis pikir. Sinta baru Nemu laki-laki model kaya gini. Pede nya sungguh selangit.
"Saya hanya ingin bicara itu saja."
Farel kemudian mengambil sebuah kotak biru dan juga sepucuk surat memberikannya pada Sinta.
"Simpan dan baca baik-baik. Itu sebagai pengingat! Bahwa kamu milik saya."
"Ap--"
"Sudah! Saya permisi. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Wa-wa- waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."
Gagap Sinta dengan mulut masih menganga. Sinta menatap kepergian Farel linglung. Sungguh, percakapan seperti apa barusan. Sinta benar-benar tak mengerti.
Sinta menatap nanar kotak dan Sepucuk surat tersebut. Entah apa isinya yang jelas Sinta tak bodoh.
Sinta memilih langsung pergi ke kamar saja. Saat ini Sinta tak mau di tanya sama siapapun. Sinta cukup shok dan dan pusing intinya.
Farel benar-benar tak memberikan kesempatan sedikitpun pada Sinta untuk bicara. Sinta tak tahu harus seperti apa.
"Miliknya!"
Sinta menggelengkan kepala meniru ucapan Farel tadi. Sinta tak habis pikir. Bagaimana bisa Farel mengklaim jika Sinta adalah miliknya. Apa benar Farel akan menunggu dirinya. Jika di tengah perjalanan Farel berpaling bagaimana. Sinta sungguh pusing, bagaimana cara mengatakannya.
Sinta menatap surat dan kotak cincin di tangannya. Ada perasaan aneh yang menjalar. Namun, entah apa? Sinta tak tahu. Walau Sinta cukup salut akan keberanian Farel yang terang-terangan datang mengungkapkan perasaannya.
Sungguh aneh bukan? Tiba-tiba datang laki-laki melamarnya dengan paksa. Antara kesal, jengkel dan entahlah.
Sinta tersenyum sendiri mengingat kejadian tadi. Sangat menggelitik hati Sinta. Apalagi mengingat pede nya Farel bicara. Seolah mereka sudah kenal lama. Padahal Sinta tak pernah bertegur sapa sebelumnya. Memang, mereka pernah bertemu tapi itu juga sebatas terlihat tak saling menyapa.
Sinta penasaran dengan isi surat yang Farel tulis. Sinta perlahan membukanya dengan hati-hati sambil duduk di bibir ranjang.
Tiba-tiba wajah Sinta bersemu merah dengan bibir mengulum senyum geli. Entah apa isi surat tersebut. Sampai bisa membuat Sinta salah tingkah sendiri.
Sinta langsung melipat kembali dan membuka kotak cincin tersebut.
"Cantik!"
Celetuk Sinta dengan mata berbinar menatap cincin dengan berlian kecil. Cincin itu sangat cantik dengan desain sederhana. Sinta menyukainya.
Pasti harga cincin itu sangat lah mahal.
"Belum saat nya."
Sinta kembali menutup kotak cincin tersebut lalu menyimpannya di dalam laci berikut suratnya.
"Aku tak menyangka, jika rumor yang ku dengar benar."
Celetuk Sinta menghela nafas pelan. Siapa yang tak kenal dengan Farel. Mahasiswa terpopuler dengan julukan pap boy. Walau mereka beda gedung tapi kepopuleran Farel sampai di telinga Sinta. Pemuda yang begitu di gilai kau hawa. Bahkan sahabat Sinta pun sering membicarakannya.
Namun, siapa sangka Farel malah datang pada Sinta dengan terang-terangan. Siapa lah Sinta. Hanya gadis sederhana yang tak punya orang tua. Beruntung Allah masih menyayangi nya hingga menghadirkan rumah Adam Hawa di hidup Sinta.
"Jika kakak serius dengan ucapan kakak. Maka aku tak bisa berbuat apa-apa. Akan ku jaga hati ini untuk kakak. Semoga Allah meridhoi jalan kita."
Bersambung ....
Jangan lupa Like Hadiah, komen, dan Vote Terimakasih ...