Pernikahan yang sudah didepan mata harus batal sepihak karena calon suaminya ternyata sudah menghamili wanita lain, yang merupakan adiknya sendiri, Fauzana harus hidup dalam kesedihan setelah pengkhianatan Erik.
Berharap dukungan keluarga, Fauzana seolah tidak dipedulikan, semua hanya memperdulikan adiknya yang sudah merusak pesta pernikahannya, Apakah yang akan Fauzana lakukan setelah kejadian ini?
Akankah dia bisa kuat menerima takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Enam
"Ana ...," ucap Erik. Dia tampak terkejut melihat kehadiran gadis itu. Biasanya Ana pulang kerja jam lima sore, tadi dia minta izin karena merasa kepalanya begitu sakit.
Erik berdiri dari duduknya, tapi tangannya di tarik Ayu, sehingga dia kembali duduk. Wajahnya cemberut melihat sang pria yang langsung berdiri.
Bukan saja Ayu yang terlihat tidak senang atas kehadiran Ana yang tiba-tiba, tapi juga sang ibu. Ayahnya hanya memandangi dengan tatapan datar tanpa ekspresi.
"Kenapa Kakak pulang cepat? Sengaja ingin menguping obrolan kami?" tanya Ayu dengan suara ketus.
"Aku tak ada waktu hanya sekedar untuk menguping obrolan tak penting!" seru Ana dengan suara sedikit ketus.
"Sombong sekali kau, apa kau pikir dirimu sudah hebat karena telah bekerja?" tanya Ibu tirinya Ana dengan sinis.
Erik menarik napas dalam. Dia terlihat gugup. Mungkin tak pernah menginginkan berada dalam posisi saat ini.
"Ana, aku minta izin untuk memakai semua persiapan pernikahan kita kemarin untuk pernikahan aku dan Ayu," ucap Erik dengan suara berhati-hati.
Ana tertawa mendengar ucapan Erik. Dengan tak tahu malunya dia meminta izin. Jika awalnya gadis itu akan merelakan semua yang telah terlanjur dia sewa, berbeda apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Dia tak akan merelakan begitu saja. Uang muka yang terlanjur diberikan akan dia minta sebagian. Karena memang ada uang Erik di sana. Jika W.O tak mau dan membatalkan perjanjian, dia tak peduli. Toh, pernikahan dia juga batal.
"Kenapa minta izin denganku? Pakai saja kalau masih bisa. Aku juga tak butuh!" ucap Ana.
Ana lalu berjalan menuju kamar. Menghempaskan tubuhnya yang terasa lelah. Satu jam mungkin cukup untuk beristirahat setelah itu dia akan mencoba meminta uang yang telah terlanjur di setor untuk pembayaran.
"Kamu dengar sendiri'kan, Mas. Ana itu telah mengizinkan kita pakai semua persiapan pernikahannya," ucap Ayu.
"Tapi sebenarnya tak enak juga, Ayu. Lagi pula semua pesanan yang Ana lakukan sesuai seleranya, apa kamu tak keberatan?" tanya Erik.
"Aku yakin selera Kak Ana sama denganku. Seperti pria yang dia suka adalah kamu, aku juga mencintai kamu," jawab Ayu.
Ayu memeluk lengan Erik, pria itu tampak risih. Mungkin malu karena ada kedua orang tua mereka.
Erik berusaha menepis tangan Ayu dan tersenyum malu pada ayah dan ibu. Dia lalu pura-pura mengambil air minum agar Ayu tak marah dan tersinggung.
Ayu yang merasakan jika Erik sengaja menepis tangannya, langsung cemberut. Baru dia ingin marah, Ana keluar lagi dari kamar.
Semua mata tertuju padanya. Gadis itu tampak sangat cantik. Tak ada terlihat jika dia baru saja putus cinta. Mata Erik memandangi lekat tanpa kedip. Hal itu membuat Ayu makin marah dan cemberut.
"Kemana lagi kamu, Ana?" tanya Ayah. Walau dia bertanya dengan sang putri tapi pandangannya entah kemana. Tangannya sibuk dengan rokok.
"Aku mau cari uang buat makan. Jika bukan mencari nafkah buat diri sendiri, siapa yang mau menafkahi? Aku sudah tak memiliki siapa-siapa lagi!" seru Ana.
"Jaga ucapanmu! Kamu pikir siapa yang memberi kamu makan sehingga bisa tumbuh dewasa begini?" tanya Ayah dengan suara lantang. Tersulut emosi mendengar ucapan anak gadisnya itu.
Ana tersenyum miris mendengar ucapan ayahnya. Tentu saja pria itu tak tahu apa yang terjadi selama ini. Dia hanya sibuk mencari uang tanpa peduli anaknya.
"Sejak ibu meninggal aku mencari uang buat makan dan jajanku sendiri. Walau sebenarnya di usia sepuluh tahun itu masih tanggung jawab orang tua. Aku bisa apa, karena tak memiliki orang tua lagi!" ucap Ana.
Wajah ibu tirinya yang bernama Rida memerah. Dia tahu jika Ana menyindir dirinya. Selama ini suaminya tak tahu perlakuannya pada Ana. Dia mengancam gadis itu jika berani mengadu. Lagi pula sang suami tak pernah mau mendengar apa pun ucapan putrinya itu.
"Jangan banyak omong kamu! Kamu pikir siapa yang mencari uang untuk makan kamu selama ini? Apa kamu lupa jika kamu bisa tumbuh besar karena makanan di rumah ini yang dibeli dari hasil kerja kerasku!" seru Ayah dengan lantang.
"Perlu Ayah tau, sejak ayah menikah dengan ibu Ayu, aku hanya boleh makan satu kali sehari. Dan kadang itu juga hanya dengan nasi tanpa lauk. Jajan sekolah aku cari sendiri dengan berjualan apa saja. Aku di usia sekecil itu harus bertarung dengan kerasnya hidup!" ujar Ana.
Dadanya sesak mengingat semua perjuangannya selama ini. Mungkin kegagalan pernikahannya ini adalah petunjuk Tuhan agar dia segera pergi dari orang-orang toxic di rumah ini.
Ayah dan Ibu langsung berdiri mendengar ucapan Ana. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka.
Dulu Ana sangat berharap Erik akan melindunginya dari kerasnya dunia ini, tapi ternyata pria itu justru menambah lukanya. Dia jadi tak percaya dengan namanya pria. Ayah yang menyakiti hatinya dan kekasih yang menggoreskan luka makin dalam.
"Jangan sembarangan bicara kamu, Ana. Aku selalu memberi kamu makan. Jika pun aku hanya memberi nasi, karena memang lauk telah habis. Ayahmu bukanlah pria dengan penghasilan gede, sehingga aku harus bisa berhemat," ucap Ibu Ayu mencoba membela diri.
"Mulutnya memang keterlaluan, Ana! Ayah tau, jika kamu masih sakit hati karena pernikahan Ayu dan Erik, tapi bukan berarti kamu harus memfitnah ibumu. Walaupun dia hanya ibu sambung, tapi dia yang menjagamu hingga bisa seperti saat ini. Jangan kau lupakan semua itu!" seru Ayah Ali.
Ana tertawa mendengar ucapan ayahnya. Baginya itu sangat lucu.
"Aku sudah yakin jika ayah tak akan percaya dengan ucapanku ini, makanya aku tak pernah mengatakan apa pun tentang ibu. Biarlah semua aku tanggung sendiri. Aku hanya meminta, semoga suatu saat Tuhan membukakan hati Ayah dan melihat siapa sebenarnya yang salah!"
Setelah mengucapkan itu Ana langsung berjalan tanpa menunggu jawaban dari ayah atau ibunya. Dia harus segera meminta uang yang terlanjur di beri. Jika uang muka tak bisa kembali, biar saja. Itu juga sebagian uangnya Erik.
"Ayah lihat sendiri'kan. Kak Ana itu iri denganku. Dia ingin menjelekkan ibu agar Mas Erik ikut membenci Ibu," ucap Ayu.
"Sudahlah. Ayah pusing. Ayah mau istirahat dulu," jawab Ayah. Pria itu lalu berjalan menuju kamar.
"Ibu juga mau istirahat, dan setelah itu masak untuk makan malam. Bukankah kalian ingin pergi ke sewa pelaminan untuk memajukan acara. Sebaiknya pergilah. Takutnya bentrok dengan orang lain," ucap Ibu Rida.
"Ayo, Mas. Benar kata ibu, kita harus segera konfirmasi ulang tanggal pernikahan," ajak Ayu.
Erik mengangguk setuju. Dia lalu berdiri dan pamitan dengan calon mertuanya itu.