Di tahun 70-an, kota ini penuh dengan kejahatan yang berkembang seperti lumut di sudut-sudut gedung tua. Di tengah semua kekacauan, ada sebuah perusahaan detektif swasta kecil tapi terkenal, "Red-Eye Detective Agency," yang dipimpin oleh Bagas Pratama — seorang jenius yang jarang bicara, namun sekali bicara, pasti menampar logika orang yang mendengarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Beberapa bulan berlalu sejak operasi terakhir yang memastikan jatuhnya Bayangan. Nama-nama besar di kota yang sebelumnya terlibat dalam jaringan itu telah ditahan, dan publik mulai menyaksikan perubahan besar di dalam pemerintahan serta dunia bisnis. Setelah bertahun-tahun bekerja dalam bayang-bayang, kini orang-orang yang melawan Bayangan mulai merasakan keamanan yang baru.
Di kantor Red-Eye Detective Agency, Siti menyusun berkas-berkas yang menumpuk, menyiapkan kasus-kasus baru yang jauh lebih ringan. Perasaan lega memenuhi ruang kerja mereka, meski sisa-sisa ketegangan masih kadang menggelayut di antara mereka.
Bagas masuk ke kantor dengan segelas kopi di tangannya dan melihat Siti yang sedang tersenyum membaca koran pagi. “Ada berita menarik?” tanyanya sambil meletakkan kopinya di meja.
Siti menoleh sambil tersenyum lebar. “Tentu, Pak. Salah satu pejabat yang dulunya ditakuti sekarang sedang menghadapi sidang terakhir. Sepertinya, hasil dari penyelidikan kita benar-benar berhasil mengubah kota ini.”
Bagas tersenyum kecil. “Akhirnya… setelah bertahun-tahun, kota ini mendapatkan kembali kebebasannya. Mungkin ini adalah kesempatan baru bagi semua orang.”
---
Menghadapi Masa Depan
Sore harinya, Bagas dan Siti memutuskan untuk berjalan-jalan di pusat kota, menikmati suasana yang kini jauh lebih tenang. Warga kota mulai membuka lembaran baru, dan kehidupan berjalan tanpa bayang-bayang ketakutan yang sebelumnya mengintai di setiap sudut.
Mereka berhenti di sebuah taman kota yang penuh dengan suara tawa anak-anak dan obrolan para keluarga yang bercengkerama. Pemandangan itu membuat Siti tersenyum, merasa bahwa semua usaha dan pengorbanan mereka tidak sia-sia.
“Pak, saya rasa kita benar-benar sudah membuat perbedaan besar di kota ini. Rasanya luar biasa,” ucap Siti sambil menatap langit yang mulai temaram.
Bagas mengangguk. “Kita hanya melakukan apa yang benar, Siti. Tapi ini bukan akhir. Kegelapan akan selalu ada, dan akan selalu ada yang mencoba menyalahgunakan kekuasaan. Selama kita ada, kita akan selalu siap menghadapi bayang-bayang itu.”
Siti tersenyum, merasa yakin dengan keyakinan atasannya. Ia merasa bahwa dirinya tumbuh menjadi sosok yang lebih kuat berkat pengalaman bersama Bagas. Kini, ia tidak hanya menjadi seorang asisten, tetapi juga partner yang tangguh.
---
Misi yang Tak Pernah Berakhir
Keesokan harinya, di kantor mereka yang tenang, Bagas menerima sebuah telepon dari seorang klien baru yang membutuhkan bantuan dalam kasus pribadi. Kasus ini tampak sederhana dibandingkan dengan kasus Bayangan, tetapi Bagas dan Siti menyambutnya dengan semangat baru, seolah menemukan kesenangan dalam tantangan yang lebih ringan.
Saat mereka bersiap dengan berkas-berkas dan alat penyelidikan, Bagas menatap Siti dengan tatapan penuh arti. “Kau siap untuk kembali ke lapangan, Siti?”
Siti mengangguk dengan senyum percaya diri. “Selalu siap, Pak.”
Beberapa minggu setelah menikmati ketenangan dari kasus Bayangan, Bagas dan Siti kini dihadapkan pada sebuah kasus baru yang tampak sederhana. Seorang pengusaha bernama Anton datang ke kantor mereka untuk meminta bantuan. Anton merasa bahwa ia dan keluarganya sedang diintai oleh seseorang yang misterius. Bagas dan Siti awalnya berpikir bahwa ini adalah kasus biasa, namun naluri mereka mulai terusik saat Anton menyebutkan beberapa detail aneh tentang ancaman yang ia terima.
Anton duduk di ruang kantor mereka dengan raut wajah gelisah, menggenggam tangan dengan erat seolah-olah mencoba menenangkan diri. "Saya merasa seperti ada yang mengikuti saya, Detektif. Saya sudah mencoba melapor ke polisi, tapi tidak ada bukti yang cukup untuk mengamankan orang-orang itu."
Bagas mendengarkan dengan tenang, namun pikirannya segera berputar ke arah kemungkinan bahwa ini bukan sekadar kasus pengintaian biasa. "Apa yang membuat Anda berpikir bahwa Anda sedang diincar oleh seseorang, Pak Anton? Apakah ada kejadian atau tanda yang mencurigakan?" tanya Bagas.
Anton mengangguk, mengeluarkan sebuah surat dari sakunya. Surat itu ditulis dengan tinta merah, di dalamnya hanya tertulis satu kalimat: "Jejak langkahmu masih ada di sini."
Siti membaca surat itu dengan tatapan bingung. "Apakah Anda pernah merasa diikuti sebelumnya, Pak Anton? Atau mungkin Anda punya sejarah yang bisa menjelaskan surat ini?"
Anton terdiam sejenak, lalu menundukkan kepalanya dengan wajah penuh kecemasan. "Ini… ini mungkin terdengar gila, tapi beberapa tahun yang lalu saya terlibat dalam beberapa proyek yang tak terlalu bersih. Saya pikir semua itu sudah selesai ketika jaringan itu jatuh, tapi sepertinya mereka masih ingat saya."
Bagas menatap Siti, saling bertukar pandang penuh arti. Mereka berdua mulai menyadari bahwa kasus ini mungkin terkait dengan jaringan Bayangan yang pernah mereka taklukkan, atau sisa-sisa yang mungkin masih bergerak di bawah permukaan.
---
Petunjuk dari Masa Lalu
Malam itu, setelah Anton meninggalkan kantor, Bagas dan Siti mulai mengumpulkan informasi tambahan tentang dirinya. Mereka menemukan bahwa Anton adalah pengusaha yang dulunya bekerja di bawah naungan perusahaan-perusahaan besar yang terkait dengan beberapa nama yang pernah ada dalam jaringan Bayangan.
“Pak, sepertinya kasus ini bukan kebetulan,” kata Siti sambil menelusuri daftar proyek yang pernah melibatkan Anton. “Banyak proyek ini adalah proyek lama yang dulu kami curigai sebagai salah satu pendanaan utama Bayangan. Mungkin saja Anton tahu sesuatu yang belum pernah terungkap.”
Bagas mengangguk, menyetujui. “Atau mungkin Anton adalah saksi dari orang-orang yang masih ingin mempertahankan sisa-sisa kekuasaan Bayangan. Jika itu benar, maka ini jauh lebih besar dari sekadar ancaman pribadi.”
Mereka berdua sadar bahwa kasus ini bisa saja membawa mereka kembali ke sisa-sisa Bayangan yang lebih berbahaya. Jika ada anggota Bayangan yang masih beroperasi, mereka akan melakukan apa pun untuk menutup mulut Anton—dan orang-orang seperti Bagas dan Siti.
---
Pengintaian di Malam Hari
Bagas dan Siti memutuskan untuk melakukan pengawasan langsung terhadap Anton. Mereka tahu, jika memang ada ancaman serius, Anton perlu perlindungan dan mereka perlu menangkap pelaku yang mengintai. Malam itu, mereka memarkir mobil di seberang rumah Anton, mengawasi setiap gerak-gerik di sekitar properti tersebut.
Pukul dua dini hari, suasana sunyi, namun tiba-tiba Siti melihat seorang pria mengenakan mantel gelap berjalan perlahan mendekati rumah Anton. Pria itu berhenti di pagar, memperhatikan rumah dengan tatapan yang tampak penuh perhitungan.
“Pak, itu dia. Sepertinya dia orang yang sedang kita cari,” bisik Siti.
Bagas mengangguk, lalu memberi isyarat pada Siti untuk tetap tenang. Dengan gerakan perlahan, mereka keluar dari mobil dan menyelinap mendekati pria tersebut. Begitu dekat, Bagas melangkah maju dan menyorotkan lampu senter ke wajah pria itu.
“Sedang apa kau di sini?” tanya Bagas dengan nada tegas.
Pria itu tampak terkejut, namun ia segera memasang wajah tenang. “Saya hanya sedang lewat. Tidak ada yang salah, kan?” jawabnya dengan nada mencurigakan.
Bagas menatap pria itu dalam-dalam, berusaha membaca ekspresi di balik wajahnya yang datar. “Jangan bermain-main. Jika kau ada urusan dengan Anton, jelaskan sekarang. Kami tahu kau bukan hanya sekadar pejalan malam.”
Pria itu tersenyum sinis, lalu berkata pelan, “Detektif, sebaiknya Anda tidak ikut campur dalam urusan ini. Bayangan mungkin sudah jatuh, tapi ada kekuatan yang lebih besar dari yang Anda kira. Jika Anda tidak hati-hati, Anda akan terseret ke dalam permainan yang takkan pernah bisa Anda menangkan.”
Sebelum Bagas sempat membalas, pria itu segera melarikan diri ke dalam kegelapan, meninggalkan Bagas dan Siti yang tercengang.
---
Kembali ke Bahaya
Setelah insiden malam itu, Bagas dan Siti mulai menyadari bahwa ancaman ini lebih dari sekadar intimidasi terhadap Anton. Ancaman ini adalah tanda bahwa sisa-sisa Bayangan, atau bahkan organisasi baru, masih hidup dan terus berusaha untuk mempertahankan pengaruhnya.
Kembali di kantor, Siti membuka beberapa berkas lama yang pernah mereka kumpulkan tentang jaringan Bayangan. “Pak, menurut saya, pria tadi mungkin adalah bagian dari kelompok yang tersisa. Mungkin ini semacam sisa-sisa pengikut Bayangan yang tidak puas dengan kejatuhan mereka.”
Bagas menyimak dengan serius, tatapannya penuh konsentrasi. “Jika benar, berarti mereka berusaha mengintimidasi orang-orang yang tahu terlalu banyak. Kita perlu melindungi Anton, tapi kita juga perlu mencari tahu siapa yang masih bergerak di balik bayang-bayang.”
---
Pertemuan Rahasia
Beberapa hari kemudian, Anton menghubungi Bagas dengan suara yang terdengar panik. Ia memberitahu bahwa ia baru saja menerima panggilan telepon yang mengancam keselamatan keluarganya. Menyadari situasi semakin berbahaya, Bagas dan Siti memutuskan untuk bertemu dengan Anton di tempat yang aman dan mendiskusikan langkah-langkah berikutnya.
Di tempat pertemuan, Anton membuka lebih banyak tentang masa lalunya. Ia mengakui bahwa selama beberapa tahun, ia bekerja sebagai perantara untuk sejumlah transaksi yang ternyata menjadi aliran dana Bayangan. Setelah jaringan itu jatuh, ia mencoba memutuskan semua koneksi, namun tampaknya jejaknya tidak pernah benar-benar hilang.
“Saya takut, Detektif,” ucap Anton dengan suara gemetar. “Orang-orang ini takkan berhenti sampai mereka merasa saya tidak lagi menjadi ancaman.”
Bagas mengangguk, memahami ketakutan Anton. “Kami akan memastikan Anda dan keluarga aman. Tapi Anda harus bekerja sama dan memberi kami semua informasi yang Anda miliki.”
Anton mengangguk, meski wajahnya masih tampak tegang. “Saya akan melakukan apa pun. Saya sudah terlalu lama hidup dalam ketakutan ini.”
Semangat.