Sang penjaga portal antar dunia yang dipilih oleh kekuatan sihir dari alam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon faruq balatif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Muya dan Kutukan Kegelapan
Pertempuran di dimensi pertengahan memanas. Araya dan Vaneca, bersama para tetua Giory dan pasukan Murais, terus bertarung melawan gelombang makhluk kegelapan yang seolah tidak ada habisnya. Meski letih, mereka tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Suara dentingan senjata dan teriakan mantra terdengar di segala penjuru medan perang, menciptakan harmoni yang penuh ketegangan dan bahaya.
Araya masih menggenggam kalung ibunya, sumber sihirnya yang saat ini menjadi satu-satunya harapan bagi dirinya untuk bisa bertahan. Ia tidak sepenuhnya memahami kekuatan yang dimilikinya, namun desakan pertempuran membuatnya lebih terfokus dan percaya diri. Setiap kali ia merapal mantra, cahaya samar dari kalung itu memberi energi baru pada serangannya.
Tiba-tiba, sebuah kekuatan besar terasa mendekat, menghempas angin dingin yang menggetarkan tubuh setiap orang di medan tempur. Suara desisan mengerikan terdengar semakin dekat, membungkam seluruh keributan. Araya menyipitkan mata, mencoba mencari tahu dari mana energi mengerikan itu berasal.
“Vaneca… ada sesuatu yang aneh di sini,” bisik Araya, suaranya bergetar tanpa disadari.
Vaneca juga merasakan hal yang sama. Ekspresinya tegang, tubuhnya siaga penuh. "Bersiaplah, ini bukan makhluk biasa."
Dari belakang mereka, sesosok tubuh muncul, melangkah dengan gerakan tidak stabil namun penuh kekuatan. Tubuh itu adalah Muya, namun auranya benar-benar berbeda dari yang pernah mereka kenal. Matanya kosong, gelap dan tidak menunjukkan sedikit pun kesadaran. Bekas luka yang samar terlihat di beberapa bagian tubuhnya, dan setiap langkahnya meninggalkan jejak kabut kelam yang menguar dari dalam dirinya.
“Muya…” bisik Araya, tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Bagaimana mungkin seseorang yang dulunya begitu lembut kini tampak begitu dingin dan menyeramkan?
Tetua Giory, yang melihat sosok Muya, segera menyadari sesuatu yang mengerikan. “Ini adalah kutukan! Kutukan kegelapan yang tertanam dalam dirinya… Ini ulah Evlin!”
Araya terkejut, tak menyangka bahwa Evlin mampu melakukan sihir sejauh itu. Kutukan gelap yang telah lama ditanam di tubuh Muya kini telah sepenuhnya menguasainya, membuatnya menjadi alat yang akan menghancurkan orang-orang terdekatnya.
Muya mengangkat tangannya, dan energi kegelapan yang begitu pekat terkumpul di telapak tangannya. Dengan sekali gerakan, ia melancarkan serangan ke arah Vaneca dan para tetua. Kilatan energi kegelapan melesat cepat, mencimpatakan ledakan, memaksa semua orang lari dan mencoba berlindung.
“Araya, jangan biarkan Muya mendekat! Dia dalam kendali kutukan itu sepenuhnya!” teriak Vaneca sambil mempersiapkan mantra perlindungan.
Araya, dengan air mata yang hampir tumpah, merasa hancur melihat Muya menjadi seperti ini. Namun, ia tahu bahwa ia tidak boleh lengah. Ia harus menghentikan Muya sebelum ia benar-benar menghancurkan segalanya.
Pertempuran di antara mereka menjadi semakin intens. Muya yang dikendalikan oleh kutukan gelap bertarung tanpa ampun, tanpa henti. Setiap serangannya lebih kuat dan lebih cepat dari yang bisa diantisipasi oleh Araya dan Vaneca. Bahkan Murais, yang biasanya tenang dan penuh strategi, mulai merasa terpojok menghadapi kekuatan gelap yang tidak dapat mereka kendalikan.
“Aku… tidak ingin melukaimu, Muya,” bisik Araya pelan saat ia berusaha menghindari serangan demi serangan yang dilayangkan temannya itu. Namun, ia sadar bahwa Muya tidak lagi mendengarnya, terperangkap dalam kutukan yang membutakan kesadarannya.
Saat situasi semakin memburuk, Araya merasakan amarah yang semakin membara dalam dirinya. Paman Buno dan Bibi Eva yang mencoba menghentikan putri kesayangan mereka harus membayar mahal tindakan itu. Tanpa belas kasihan dan tatapan kosongnya, Muya dengan mudahnya menusuk kedua orang tuanya tersebut. Keduanya terjatuh bersimbah darah dihadapan Muya, yang tak bergeming sedikitpun.
Araya tersungkur lemas melihat kenyataan yang ia lihat di depan matanya, ia yang begitu terkejut tak mampu mengeluarkan kata-kata, hanya air matanya yang mengalir deras melihat orang yang telah menyelamatkannya kini tewas ditangan wanita yang ia sayangi.
Kesedihan dan kekecewaan mulai berubah menjadi kekuatan yang mendorongnya untuk bertarung tanpa ragu. Dalam hatinya, ia bersumpah akan membebaskan Muya dari kutukan ini, meskipun itu berarti harus berhadapan langsung dengan kekuatan kegelapan yang kini mengendalikan tubuh temannya.
Namun, tepat saat Araya mulai mendekat, Muya mengangkat tangannya dengan satu gerakan cepat, dan energi gelap yang sangat kuat keluar, menghantam Araya hingga ia terlempar ke belakang. Tubuhnya terhempas keras ke tanah. Vaneca dengan cepat menghampirinya dan menbawa Araya menjauh. Sementara Dom mencoba melawan Muya dengan sisa tenaga yang ada.
Araya hampir tak sadarkan diri, darah yang keluar dari mulutnya membuat Vaneca semakin panik. Vaneca yang dibantu para tetua mencoba mengobatinya. mereka membaringkannya di atas pecahan bebatuan. Hal sangat menyayat hati Araya disaat pandangannya mulai gelap, ketika mendengar samar percakapan Vaneca dan tetua, "satu-satunya cara menghentikannya adalah dengan membunuhnya."
Dalam keadaan tak berdaya, gelombang energi besar yang keluar dari kalung Araya membuat kalung itu dan berubah menjadi serpihan cahaya yang membentuk seekor kupu-kupu besar yang kemudian masuk kedalam tubuhnya. Araya yang terbaring, perlahan tubuhnya terangkat melayang dan secara tiba-tiba berdiri tegak dengan tubuh yang memutih sebelah. Sebelah matanya juga berubah menjadi putih bercaha kebiruan.
Vaneca, para tetua, dan orang-orang yang ada disekitarnya terkejut melihat kondisi Araya. Vaneca yang mencoba mendekat seolah tubuhnya kaku dan tak bisa melangkah.