NovelToon NovelToon
Wanita Malam Milik Tuan Damian

Wanita Malam Milik Tuan Damian

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Pelakor / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:31.1k
Nilai: 5
Nama Author: Dayu_SA

"Menikahlah denganku," Dina nyaris menyemburkan jus yang baru saja ia minum demi mendengar kata-kata Damian.

Ardina Maharani, seorang waitress club malam, karena desakan ekonomi terpaksa menyetujui perjanjian pernikahan dengan Damian Adinata, seorang CEO muda yang membutuhkan keturunan. Sesuatu yang tak bisa istri pertama pria itu berikan.

Mampukah Dina bertahan untuk selalu menjadi yang kedua? Atau justru ia akan menggeser posisi istri pertama dan menjadi satu-satunya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayu_SA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB [01]

Dina menghela nafas, untuk kesekian kali menyeka keringat yang menetes di pelipisnya sambil sesekali menyingkirkan poni rambutnya yang menempel, basah karena keringat. Diliriknya jam dinding yang bertengger dengan manis di tembok belakang ruangan pantry tempatnya berdiri kini.

Baru pukul enam pagi dan tenaganya sudah terasa habis seperti ini. Menyimpan kembali alat-alat kebersihan di tempatnya, gadis itu kemudian merogoh dua buah roti cokelat dari dalam tasnya.

"Sudah selesai?" terdengar sapaan dari arah pintu. Dina langsung tersenyum mendapati Putri. Salah satu rekan kerjanya.

"Mau?" tanya gadis itu kemudian sambil menyodorkan roti yang belum ia buka.

"Nggak, kamu makan aja. Aku udah bawa," ujar Putri sambil mengeluarkan dua buah pisang cavendis dan sekotak susu cokelat.

Ardina Maharani atau kerap disapa Dina, merupakan seorang Cleaning Servise di kantor pusat Adinata Group. Perusahaan besar yang bergerak di bidang property, retail dan belakangan mulai merambah ke bidang kuliner. Seperti cafe dan restaurant.

Meski terbilang karyawan kecil, namun Dina tetap bersyukur karena mendapatkan gaji yang cukup besar jika dibandingkan dengan perusahaan lain. Mau bagaimana lagi. Dengan ijazah yang hanya lulusan SMA, mencari pekerjaan yang lebih baik dan gaji yang lebih besar sepertinya dua hal yang mustahil ia dapatkan.

Alunan suara ponsel menyentakkan kesadaran Dina dari pikirannya. Dengan cepat ia merogoh benda kecil itu dari saku celemek yang tengah ia kenakan.

"Halo..., kenapa Yan?" tanya gadis itu kemudian ketika mendapati nomor adiknya Adrianlah yang tengah menghubunginya.

"Halo Kak, Kakak udah sarapan?"

"Udah, nih lagi sarapan," jawab Dina. "Kamu nggak sekolah?" tanya gadis itu lagi setelah sebelumnya melirik ke arah jam dinding.

"Nggk Kak, Ibu drop lagi. Nggak tega ninggalinnya. Takut kepikiran juga." Jelas Adrian lirih. Dalam hati remaja laki-laki itu takut kakaknya berpikir ia sering membolos sekolah tanpa sebab.

"Loh? Ibu kenapa lagi?" tanya Dina kemudian. Merasa kuatir dengan keadaan ibunya.

"Kemarin pingsan Kak, pas Adrian baru pulang sekolah. Sesaknya kambuh. Untung cepet tertolong."

"Obatnya Ibu gimana?"

"Habis, tapi kemarin udah dikasih sama Mas Rangga. Sekalian dikasih vitamin juga. Sekarang udah stabil tapi masih lemes," jelas Adrian lagi.

Dina menarik nafas lega, setidaknya kondisi ibunya sudah stabil. "Trus uangnya gimana? Uang yang kakak kirim pasti udah habis kan?" tanya gadis itu dengan nada lirih.

"Kata Mas Rangga pakek aja dulu, nanti kalau ada uang baru dibayar. Kakak nggak usah kuatir kata Mas Rangga."

"Bilang makasi sama Mas Rangga ya..., Akhir bulan ini kakak kirimin uangnya. Untuk sekarang kamu cukup-cukupin dulu ya," ujar Dina sambil memijit keningnya yang mulai terasa pening.

Rangga adalah seorang dokter muda di desa mereka. Tiga tahun lebih tua dari Dina namun mereka sudah menjadi teman bermain sejak kecil. Dina cukup peka dengan perasaan Rangga padanya. Namun gadis itu hanya menganggap Rangga sebagai kakak laki-laki yang tidak pernah ia miliki. Tempat Dina bersandar ketika gadis itu mulai merasa lelah untuk menahan beban hidupnya sendiri.

Namun begitu, Dina tidak pernah memberi harapan palsu kepada Rangga. Gadis itu jelas menarik garis pembatas dalam hubungan mereka. Dina sama sekali tak ingin Rangga berpikir jika ia memanfaatkan perasaan pria itu demi kepentingannya sendiri.

Setelah bercakap beberapa saat Dina langsung memutus sambungan telepon. Kemudian melipat tangannya di atas meja dan menelungkupkan kepalanya di sana. Gadis itu menghela nafas ketika merasakan tepukan pelan di punggungnya. Entah sejak kapan ruangan pantry sudah dipenuhi rekan kerjanya yang selesai bertugas. Mereka tampak menatap Dina dengan pandangan miris. Pandangan yang jujur membuat Dina kadang tidak nyaman dan merasa dirinya tak berguna.

"Kamu pakai uangku dulu ya. Aku ada simpanan kok," ujar Lia salah satu sahabat Dina.

Dina hanya menggeleng sambil tersenyum tipis. Keadaan ekonomi mereka jelas tidak jauh berbeda. Bagaimana mungkin Dina tega meminjam uang sahabatnya itu. Mendengar niatnya saja sudah membuat Dina begitu bersyukur memiliki mereka sebagai sahabat. Itu saja sudah cukup.

"Tidak usah, dokter sudah memberi obat. Katanya boleh dibayar pas ada uang," ujar Dina menenangkan.

Dina kemudian merentangkan kedua tangannya ke atas. Melemaskan otot-otot tubuhnya yang pegal sebelum akhirnya berseru dengan lantang.

"Kerja! Kerja! Kerja! Semangat!!!"

Serunya kemudian yang dijawab dengan gelak tawa dan sahut-sahutan suportif dari rekan-rekan kerjanya. Inilah salah satu sebab Dina merasa betah bekerja di sini walaupun hanya sebagai karyawan kecil.

Lingkungan dan rekan kerja yang sealiran, tak ada yang saling menjatuhkan atau mencari muka. Mereka justru akan saling menghibur dan mendukung satu sama lain. Mungkin terdengar sederhana. Namun faktanya, menemukan tempat kerja yang nyaman, jauh lebih sulit daripada menemukan tempat kerja yang gajinya lebih besar.

_____

Tepat pukul empat sore Dina sudah kembali ke sarangnya. Sebuah kamar kost kecil yang untungnya masih memiliki fasilitas dapur dan kamar mandi di dalam. Tubuh Dina terkapar begitu saja di atas ranjang. Kaki dan tangannya terentang lebar seperti seekor bintang laut yang berjemur di atas batu.

Lelah, itulah yang gadis itu rasakan kini. Seluruh tulang dan sendi-sendi tubuhnya meneriakkan satu kata yang sama. Dan mereka benar-benar menuntut untuk segera diistirahatkan.

Menggapai-gapai permukaan kasur, Dina berusaha mencari ponselnya yang ia letakkan begitu saja. Dengan mata setengah terpejam gadis itu mengatur alarm di ponselnya. Pukul tujuh petang. Istirahat beberapa jam harusnya bisa menggembalikan tenaganya. Karena malam ini, pekerjaan keduanya telah menanti. Seperti biasa, mulai jam 8 hingga lewat tengah malam.

_____

Ardina kembali mengeratkan jaket yang iya kenakan. Bukan karena kedinginan, tetapi untuk menutupi pakaian yang tengah ia kenakan. Tidak terlalu seksi sebenarnya, apalagi jika dikenakan ke sebuah club malam. Namun untuk ukuran Dina yang sangat jarang mengenakan pakaian seksi, jelas outfitnya sekarang termasuk dalam katagori vulgar.

Dina menghela nafas menatap club malam yang berada di depannya. Hampir enam bulan ia mengais rejeki di tempat ini. Hasilnya lumayan, namun resikonya juga sepadan. Bagaimana pun profesi sebagai waitress di club malam sering dipandang sebelah mata oleh orang kebanyakan.

Belum lagi jika sedang sial, Dina sering kali mendapat tamu lelaki hidung belang. Dalam hati ingin menendang, namun apa daya, dia pelanggan. Jadi yang bisa gadis itu lakukan hanya tersenyum manja sambil berusaha menyingkirkan tangan-tangan nakal itu dari tubuhnya.

'White Pleasure' itulah nama club malam ini. Termasuk club exclusive yang hanya didatangi orang-orang kelas menengah ke atas karena harga minuman yang tersedia tergolong mahal juga keamanannya yang lumayan ketat. Dan Dina termasuk beruntung karena ia bertugas di lantai teratas. Private box yang biasanya hanya disewa oleh bos-bos besar ataupun kalangan elite.

"Sandara?" Dina langsung menoleh ke asal suara dan mendapati Jennie yang tengah berjalan menghampirinya. "Sedang apa?" tanya wanita itu kemudian.

Dina hanya tersenyum sambil menggeleng pelan. Di club, mereka memang menggunakan nama alias. Satu hal yang Dina syukuri tentu saja. Hal terakhir yang ia inginkan adalah, orang yang ia kenal, terlebih teman di tempatnya bekerja mengetahui tentang pekerjaan sampingannya ini. Sandara adalah nama yang ia gunakan selama bekerja di club ini.

"Hanya menyiapkan mental," jawabnya kemudian ketika melihat Jennie masih menunggu jawabannya.

"Ada-ada aja...," ejek Jennie sambil menyikut pinggang Dina. "Yuk masuk. Entar telat lagi."

Mereka kemudian berjalan memasuki club melalui pintu kusus karyawan. Dalam hati Dina berharap. Semoga malam ini berjalan dengan baik. Sama seperti malam-malam biasanya. Ya, Semoga saja.

1
muna aprilia
lnjut
Endangdaman
ah so sweet deh damian
sumiyati budiyanto
iya bagus,alurnya jg enak dibaca
nuraeinieni
aq mampir thor
wawawawa
apa"an si shesil😒
Dayu SA
luar biasa
LISA
Semangat y Kak..kita tunggu update nya
Dayu SA: Wahhhh makasi ya kak, komentar dan likenya sangat berarti buat mendongkrak semangat nih. Kawal terus perjalanan mereka sampai tamat ya! makasi ^^
total 1 replies
LISA
Bagus ceritanya Kak..
LISA
Slmt y utk Dina & Damian..meskipun pernikahannya terkesan buru²..bahagia selalu y utk kalian berdua
LISA
Syukurlah ibunya Dina udh pulih..yg kuat y Dina..Damian org yg baik koq..
LISA
Luar biasa
LISA
Damian emg suka sama Dina makanya dia menawarkan perjanjian itu..y moga aj Dina menerimanya..
LISA
Damian mulai tertarik sama Dina
LISA
Aq mampir Kak
Dayu SA: sippp... makasi kak ^^
total 1 replies
Bunda
nyimak Thor 🙏🏻
Dayu SA: Silahkan, terimakasih kak 🙏🏻
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjutkan, crazy up Thor
Bunda: g ada kelanjutannya ya
Anto D Cotto: sep, tetap semangat thor 👍
total 3 replies
Anto D Cotto
menarik
Narty Mafaza
suka banget baru ketemu novel ini langsung klik,,, gak banyak typo n alurnya jelas GK berbeli² pokoknya suka suka
Dayu SA: Makasi kak, dukung terus ya, kawal Dina sama Damian sampai tamat 😁😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!