Haura, seorang gadis pengantar bunga yang harus kehilangan kesuciannya dalam sebuah pesta dansa bertopeng. Saat terbangun Haura tak menemukan siapapun selain dirinya sendiri, pria itu hanya meninggalkan sebuah kancing bertahtakan berlian, dengan aksen huruf A di dalam kancing itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MGTB And CEO BAB 19 - Mereka Sudah Dihadapanku
Seminggu yang lalu, perusahaan Malik Kingdom mengadakan olimpiade untuk pelajar semua jenjang.
Mulai dari SD sampai ke perguruan tinggi strata 1. Sudah bertahun-tahun, Malik Kingdom mengadakan olimpiade tahunan ini.
Perusahaan itu juga selalu memberikan beasiswa bagi para pelajar yang berprestasi. Awalnya Azzam enggan untuk ikut, namun saat tahu jika yang mengadakannya adalah Malik Kingdom, Azzam langsung segera mendaftar.
Berharap saat di sana ia akan melihat sosok sang ayah, Adam Malik. Tak ada kebetulan di dunia ini, bagi Azzam semuanya sudah ditentukan oleh Allah. Sang ibu memiliki kancing baju yang hanya dimiliki oleh keluarga Malik, dan wajahnya dan sang adik begitu mirip dengan sosok pria itu.
Satu hal lainnya lagi yang diketahui oleh Azzam. Kancing baju itu hanya dipakai oleh pemegang kekuasaan tertinggi, saat ini yang memegang kuasa adalah Adam. Kancing baju itu akan terus turun temurun di keluarga Malik untuk sang penguasa selanjutnya.
Karena itulah, Azzam begitu yakin jika Adam Malik adalah ayahnya dan juga Azzura.
Dan kini, mengenakan seragam sekolah, perwakilan AIG School mendatangi gedung
tinggi perusahaan Malik Kingdom. Berkumpul sesuai sekolahnya di ballroom perusahaan yang terletak di lantai 40. Gelaran acara olimpiade akan diadakan di sana.
Azzam, Arnold dan Julian mengikuti Olimpiade Nasional itu, 3 diantara 10 siswa dari AIG School yang mendaftar. Sementara Azzura dan Arrabela hanya ikut datang untuk memberi dukungan.
Mereka didampingi oleh para guru, acara ini disiarkan secara nasional, hingga para orang
tua murid tak diizinkan untuk ikut. Khawatir jika kehadiran mereka malah akan mengganggu konsentrasi sang anak. Mereka hanya bisa melihat dari siaran televisi.
Tes Tes!!
Suara mikrofon sudah mulai menyala, tanda acara akan segera dimulai. Azzam mengikuti
olimpiade untuk mata pelajaran bahasa Asing, sementara Arnold Matematika dan
Julian Sains.
10 murid jenjang SD perwakilan AIG School sebelumnya sudah melewati tahap seleksi sekolah. 10 murid yang mengikuti Olimpiade ini adalah yang terbaik diantara semua siswa yang mendaftar.
Lomba pertama yang digelar adalah Matematika. Arnold maju dengan percaya dirinya. Profil Arnold dan peserta lainnya terpampang jelas di layar monitor. Tak hanya data diri, ada juga fotonya di dalam profil itu.
"Abang, Zurra mau kencing, tapi ibu guru masih sibuk memberi pengarahan," bisik Azzura ditelinga sang kakak, Azzam.
"Aku dan Arra tidak berani jika hanya pergi berdua," bisiknya lagi dengan wajah memelas.
"Anterin sebentar ya Bang, kan belum giliran Abang yang naik," bisik Zura tak selesai-selesai.
"Iya iya, ayo," Ajak Azam, dan kedua gadis kecil itu langsung bersorak sorai, terlebih Arrabela.
Azzam, Azzura dan Arrabela akhirnya keluar dari dalam ballroom. Setelah bertanya pada salah satu panitia, ternyata kamar mandinya ada diluar, diujung lorong sebelah kiri dari ballroom ini.
"Kamu tidak kencing?" tanya Azzam, saat melihat yang masuk ke kamar mandi itu hanya Azzura, sementara Arrabela memilih berdiri tegak persis disampingnya, jika Azzam tak menghindar tubuh mereka nyaris menempel.
"Tidak, kan yang kebelet pipis cuma Zura."
"Kenapa kamu tidak berani? bukankah ini gedung perusahaan pamanmu?" tanya Azzam lagi, ia melirik Arrabela sekilas lalu kembali menghadap kedepan.
Sebenarnya Azzam begitu penasaran dengan kehidupan sang ayah, ingin bertanya banyak hal pada Arrabela, namun sekuat tenaga ia tahan, tak ingin menimbulkan banyak kecurigaan. Terlebih sang ayah seperti tak menginginkan dirinya dan sang adik.
Buktinya, orang seberkuasa Adam tak pernah mencarinya, Azzura dan sang ibu, padahal menurut Azzam, itu bukanlah sesuatu hal yang sulit untuk seorang Adam.
"Aku tidak terlalu sering kesini, dan kalaupun kesini, aku langsung ke lantai 69. Lantai ruangan Uncle Adam," jawab Arrabela apa adanya.
Gedung ini begitu tinggi, ia belum pernah memeriksa satu per satu lantainya.
"Oh," tanggapan Azzam singkat, lalu melipat kedua tangannya didepan dada.
Kenapa Zura lama sekali, batin Azam sedikit kesal.
"Apa sekarang pamanmu itu ada disini? maksudku di ruang kerjanya?" tanya Azzam lagi, mungkin ini memang kesempatannya untuk banyak bertanya pada Arrabela, saat sang adik tidak berada disekitarnya.
"Sepertinya iya, biasanya setelah olimpiade selesai dia yang akan memberikan hadiah untuk para pemenang," jelas Arrabela sambil menerka-nerka, menurut ingatannya, biasanya sih seperti itu.
"Dari tadi kamu terus tanya tentang pamanku, kamu tidak ingin bertanya tentangku?" tanya Arrabela, ia menatap Azzam dengan mata membola, sesekali mengedipkannya dengan cepat.
Melihat itu, Azzam malah bingung sendiri.
"Masuklah ke dalam, panggil Zura, kenapa dia lama sekali," titah Azzam dan Arrabela langsung mencebik.
Meski begitu ia menurut, dengan bibir yang mengerucut Arrabela masuk ke dalam kamar mandi, menemui Azzura.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara itu, di bandara Internasional Soekarno Hatta, Monica berlari dengan tergesa. Menuju mobil jemputannya yang sudah menunggu.
Dalam bayangan Monica, Haura pasti menyekolahkan anaknya di sekolah biasa, karena itulah ia segara meluncur ke sekolah-sekolah dasar yang ada di Jakarta. Mulai dari Jakarta Selatan.
"Aku yakin, orang-orang suamiku juga sudah menyadari jika wanita itu ada di Jakarta. Jadi bekerjalah lebih cepat, jangan sampai suamiku menemukan wanita itu lebih dulu," titah Monica dalam sambungan teleponnya.
Menghubungi, orang kepercayaannya untuk mencari Haura.
"Lebih cepat Pak," ucap Monica lagi pada sang supir, setelah ia memutus sambungan telepon itu.
Dan sesuai perintah sang Nyonya, supir itu langsung menambah kecepatan laju mobil.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mark, yang biasanya tak pernah menampakkan diri. Kini mendatangi perusahaan Malik Kingdom.
Masih menggunakan masker dan topi hitamnya, ia mengambil tanda pengenal pengunjung untuk bisa masuk ke perusahaan itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dan di Lantai 40.
Arnold memenangkan olimpiade untuk mata pelajaran Matematika.
Kini, giliran Azzam yang maju. Sesaat setelah ia berdiri di atas podium. Data dirinya terpampang jelas di layar monitor.
"Stop!" teriak Luna yang berada di bagian pengawasan dan kontrol acara.
Menghentikan agar layar monitor itu tetap memperlihatkan data peserta, sampai ia memberikan perintah.
Matanya terbelalak kala melihat foto salah satu peserta olimpiade yang menyerupai Tuannya, persis tanpa membuang rupa Adam kecil. Minggu lalu, ia tak sempat memeriksa data peserta lomba.
Ia tak menyangka, jika Azzam adalah salah satunya.
Tanpa menunggu lama, Luna langsung berlari ke arah podium. Langkahnya terhenti saat diujung sana ia melihat seorang anak perempuan seusia Azzam berteriak penuh semangat.
"Abang! Semangat!" teriak Azzura menyemangati sang kakak.
"Azzura," desis Luna, senyumnya terbit kala melihat kedua anak sang Tuan berdiri tak jauh dari tempatnya.
Belum sempat kembali melangkah untuk menarik Azzam dan Azzura. Ponsel Luna bergetar. Ada panggilan masuk dari Mark.
"Azzam dan Azzura ada di gedung Malik Kingdom, Azzam mengikuti olimpiade," jelas Mark dalam panggilannya, seraya terus berlari menuju ballroom di lantai 40.
Mendengar itu, Luna tersenyum.
"Mereka sudah di hadapanku," jawab Luna, lalu memutus panggilan itu.
Ia mengambil seribu langkah untuk menjemput Azzam dan Azzura.