Hubungan manis antara Nisa dan Arman hancur akibat sebuah kesalahpahaman semata. Arman menuduh Nisa mewarisi sifat ibunya yang berprofesi sebagai pelacur.
Puncaknya setelah Nisa mengalami kecelakaan dan kehilangan calon buah hati mereka. Demi cintanya untuk Arman, Nisa rela dimadu. Sayangnya Arman menginginkan sebuah perceraian.
Sanggupkah Nisa hidup tanpa Arman? Lantas, berhasilkah Abiyyu mengejar cinta Nisa yang namanya selalu ia sebut dalam setiap doanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaisar Biru Perak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Tidur Denganku Malam Ini
"Mas?" Malam itu, Annisa mengikuti kemana pun Abiyyu melangkah. Takut, kalau-kalau kakaknya ambruk ke lantai. "Mas Abi yakin nggak mau ke rumah sakit?"
Sebenarnya, dua hari ini Abiyyu kurang sehat. Tapi pria itu memaksakan diri untuk tetap beraktifitas. Dia bahkan sempat mengantar Annisa pergi ke sekolah. Memastikan anak itu tak terlambat karena hari ini adalah hari pertamanya mengikuti ujian.
"Nggak usah!" Abiyyu merebahkan dirinya ke ranjang. "Mas Abi cuma perlu istirahat sebentar!"
Pria itu pun memejamkan mata. Nafasnya sangat teratur, dan tak menjawab saat Annisa memanggil. Mungkin dia ngantuk berat setelah minum obat.
Bingung harus melakukan apa, Annisa pun memilih duduk di samping ranjang. Sesekali, anak itu mengecek suhu tubuh kakaknya. Tak jarang pula dia mengintip apakah kakaknya masih bernafas atau tidak.
Cukup lama Annisa menemani Abiyyu. Sampai Abiyyu mulai menggigil tepat pukul 10 malam.
"Aduh, gimana ini?" Annisa mulai kebingungan. Tak tahu harus melakukan apa dan tak ada siapa-siapa di rumah. "Mana mama nggak ada lagi!"
Panik karena kakaknya tak kunjung membaik, Annisa pun memberanikan diri menghubungi Nisa.
"Mbak?" Annisa hampir menangis. "Mas Abi sakit. Annisa ngga tau harus gimana. Panasnya nggak turun-turun!"
Entah apa jawaban Nisa dari seberang sana, tapi yang jelas Annisa berulang kali menganggukkan kepalanya. Anak itu terlihat lebih tenang, lalu mematikan telepon dan menunggu Nisa dengan was-was.
Beberapa menit menunggu, Nisa pun datang. Wanita itu tidak datang sendirian, melainkan membawa Raya yang sudah tertidur pulas di pelukannya.
"Sudah dua hari Mas Abi sakit!" Annisa mengambil Raya dari pelukan Nisa. "Tapi dia nggak mau ke dokter!"
"Dua hari?" Nisa memelotot. Hampir berpikir bahwa Abiyyu memiliki kelainan yang suka menyakiti diri sendiri.
Dua orang itu pun bergegas naik ke lantai atas. Annisa membaringkan Raya di kamarnya, lalu menyusul Nisa yang langsung memeriksa Abiyyu.
"Mbak?" Annisa kelihatan tak tenang. "Apa kita bawa Mas Abi ke rumah sakit aja, ya?" usulnya.
Tak hanya sampai di situ, Annisa bergegas mengganti air kompres yang sudah mulai dingin. Lalu, mengambil handuk kecil yang dia gunakan untuk mengompres sang kakak dan merendamnya ke air hangat.
Melihat Annisa melakukan semua itu, Nisa justru bertanya, "Kamu ngapain?"
Janda cantik itu tersenyum, lalu mengambil handuk yang sedang Annisa pegang. "Tidur, gih! Besok kamu harus ujian, kan? Jangan tidur terlalu malam."
"T-tapi,-" Annisa melirik Abiyyu yang tertidur pulas. "Mas Abi, kan?"
"Nggak perlu khawatir!" Nisa memeluk Annisa dan menepuk punggungnya. "Kan ada Mbak Nisa di sini?"
"Mbak Nisa nggak pulang?" tanya Annisa dengan mata memerah. Sumpah, dia sangat takut tadi. Tapi perasaan itu hilang setelah Nisa datang.
"Enggak!" Nisa menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum selagi mencubit pipi Annisa. "Tapi nitip Raya, ya?"
Awalnya, Annisa menolak. Tapi setelah dibujuk berkali-kali, akhirnya dia menurut. Dengan berat hati, Annisa pun pergi ke kamar dan beristirahat. Sementara itu, Nisa langsung duduk di samping Abiyyu.
Wanita itu dengan terampil mengganti pakaian Abiyyu. Baju kaos itu dia ganti dengan piyama yang lebih nyaman. Selain itu, Nisa terus mengompres Abiyyu secara berkala sampai panasnya turun.
"Lain kali jangan sakit lagi!" Nisa mengelap bagian-bagian tertentu dari tubuh Abiyyu. "Kamu membuatku khawatir, tahu?"
.
.
.
"Uhuk! Uhuk!"
Saat terbangun tengah malam, Abiyyu mendapati handuk kecil menempel di dahinya. Selain itu, dia juga melihat Nisa tertidur di samping ranjang dengan memegang tangannya.
"Nisa?" Abiyyu pun duduk seketika. Pelan-pelan menarik tangannya jangan sampai Nisa terbangun. "Apa yang dia lakukan? Apa dia datang untuk merawatku?"
Masih dalam keadaan bingung, Abiyyu turun dari ranjang. Ragu, antara membangunkan Nisa atau tidak.
"Haruskah aku membangunkannya?" Pria itu memperhatikan Nisa dari jarak dekat.
Wanita itu tidur dengan pulas dan Abiyyu tak tega membangunkannya. Tapi, kalau tidak di bangunkan, apa tidak apa-apa membiarkan Nisa tidur dengan posisi yang salah ini?
Di tengah dilema itu, ponselnya berdering. Setelah di periksa, ternyata itu adalah panggilan dari Arman.
"Pria brengsek ini!" Abiyyu sempat mengeluh, tapi bergegas keluar kamar. "Kenapa dia meneleponku? Apa dia tahu kalau Nisa di rumahku?"
Dengan malas, akhirnya Abiyyu pun mengangkat teleponnya. "Arman, ada apa?" tanyanya sembari menyentuh dahinya yang tak lagi panas.
Jujur saja, Abiyyu mulai berprasangka buruk. Tapi kecurigaannya sama sekali tak terbukti karena Arman hanya ingin mengajaknya ngopi.
"Ngopi?" Abiyyu melirik jam di dinding. "Kamu serius mengajakku ngopi di jam seperti ini? Tidak bisa. Aku sedang kurang sehat."
"Kalau begitu ya sudah!" Arman terdengar menghela nafas berat. "Lain kali saja ceritanya."
Arman pun berniat menutup panggilannya. Tapi Abiyyu yang terlanjur penasaran buru-buru mengatakan, "T-tunggu!"
Sekali lagi, Abiyyu menoleh. Memastikan Nisa tidak bangun mendengar suaranya yang sedikit meninggi.
"Kenapa kamu tidak menceritakannya sekarang?" Abiyyu mulai cemberut, dahinya pun mengkerut. "Ceritakan secara singkat saja. Aku ingin mendengarnya!"
Beberapa jam yang lalu, Abiyyu merasakan panas di sekujur tubuhnya. Tapi, setelah Arman menceritakan apa yang dia lakukan hari ini bersama Nisa, ganti hatinya yang mulai kepanasan.
Apalagi saat Arman menyinggung keinginannya untuk hidup bersama Nisa sebagai sepasang suami-istri lagi.
"Lalu?" Abiyyu menata hati dan pikiran. Harus siap dan kuat mendengar apapun jawaban yang keluar dari mulut Arman.
"Apa yang dia katakan?" Abiyyu menyandarkan dirinya ke tembok, lalu bertanya dengan suara nyaris tak terdengar. "Apa dia bersedia menjadi istrimu lagi?"
"Tidak," jawab Arman dari seberang sana. "Dia bilang ada seorang pria yang terus melamarnya meskipun sudah dia tolak berulang kali. Jika pria itu masih tidak menyerah, mungkin dia akan menerima lamarannya."
Sangat melegakan, itulah yang di rasakan Abiyyu saat ini. Diam-diam, pria itu tersenyum. Sekuat tenaga menahan untuk tidak berteriak.
"Kalau begitu, bagaimana denganmu?" Abiyyu menarik nafas dan mengeluarkannya perlahan. "Tak masalah dengan itu?"
"Tidak!" Arman menjeda kalimatnya. "Ngomong-ngomong ada apa denganmu? Suaramu terdengar aneh."
"Bukankah aku sudah bilang?" Abiyyu mengangkat satu alisnya. "Aku sedang kurang sehat."
"Kalau begitu beristirahatlah!" kata Arman dari seberang sana.
"Baiklah. Aku akan segera menemuimu setelah aku sehat." Pria yang hatinya tengah berbunga-bunga itu membasahi bibirnya, lalu melanjutkan, "Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu saat kita bertemu nanti."
Pembicaraan mereka pun berakhir. Abiyyu segera masuk kamar dan berdiri di samping Nisa. "Seharusnya kamu bilang padaku kalau kamu mempertimbangkan lamaranku. Bukannya bilang pada mantan suamimu itu."
Sambil terus mengoceh, Abiyyu mengambil selimut untuk Nisa. Tapi, tiba-tiba sebuah ide terlintas di kepalanya.
Salah satu ujung bibirnya terangkat ke atas. Lalu, dengan cekatan mengangkat tubuh Nisa ke ranjang. "Sebagai hukuman karena membuatku hampir mati karena patah hati, bagaimana kalau kamu tidur denganku malam ini?"
***