Kansha

Aku memulai eksplorasiku dari ruang tamu. Ruangan ini penuh dengan perabotan kayu yang elegan dan kain-kain berwarna lembut. Ada rak-rak penuh dengan buku, tanaman hias yang tumbuh subur, dan perapian yang memberikan kehangatan. Aku menyentuh salah satu tanaman, merasakan kehangatan dan kehidupan yang terpancar darinya.

Lalu, aku melihat sebuah pintu yang tampak jarang dibuka. Rasa penasaran membawaku mendekati pintu itu. Aku membukanya perlahan, dan ternyata itu adalah pintu menuju sebuah ruangan yang penuh dengan buku perpustakaan kecil yang Nenek Seruni sebutkan di dalam surat tersebut.

Rak-rak buku di perpustakaan ini penuh dengan buku-buku tua dan baru. Beberapa buku memiliki sampul yang sudah usang, sementara yang lain tampak lebih modern. Aku memutuskan untuk mengambil salah satu buku dari rak. Buku itu tampak menarik dengan sampulnya yang berwarna emas dan berjudul "Eldoria: Super Magical Forest."

Aku duduk di salah satu kursi nyaman di dekat jendela dan mulai membaca. Buku ini menceritakan sejarah dan keajaiban hutan Eldoria, sebuah tempat yang penuh dengan makhluk magis dan kekuatan alam yang luar biasa. Aku terpesona dengan cerita-cerita tentang roh-roh pohon, hewan-hewan yang bisa berbicara, dan tanaman-tanaman yang memiliki kekuatan penyembuhan.

Membaca buku ini membuatku merasa lebih terhubung dengan hutan di sekitar rumah. Aku merasa seperti mendapatkan wawasan baru tentang tempat ini dan makhluk-makhluk yang tinggal di dalamnya. Nama hutan ini adalah Eldoria, kini menjadi lebih berarti bagiku. Aku merasa seperti bagian dari cerita ini, bagian dari keajaiban Eldoria.

Setelah beberapa jam tenggelam dalam membaca, aku memutuskan untuk menjelajahi ruangan lain. Aku naik ke lantai atas, di mana aku menemukan kamar-kamar yang tampak sudah lama tidak digunakan, salah satunya kamarku tempatku tertidur tadi. Salah satu kamar menarik perhatianku karena memiliki lemari pakaian yang besar. Aku membukanya dan menemukan berbagai baju yang tampak seperti milik Nenek Seruni ketika masih muda.

Karena baju yang aku gunakan sudah robek - robek, akhirnya aku mencoba beberapa baju tersebut. Ternyata, baju-baju itu sangat cocok untukku. Ada gaun-gaun indah dengan bordir halus, baju-baju sehari-hari yang nyaman, dan beberapa pakaian yang tampak dirancang untuk acara-acara khusus. Aku merasa seperti kembali ke masa lalu, mengenakan baju-baju yang penuh dengan cerita dan kenangan.

Aku memandang diriku di cermin, merasa sedikit lebih ceria dan percaya diri. “Nenek Seruni, terima kasih telah meninggalkan semua ini untukku,” bisikku dengan penuh rasa terima kasih. Aku merasa seperti diberi kesempatan untuk merasakan sedikit dari kehidupan Nenek Seruni ketika dia masih muda.

Setelah puas mencoba berbagai pakaian, aku turun ke dapur. Perutku mulai keroncongan, dan aku memutuskan untuk mencoba memasak sesuatu. Dapur Nenek Seruni penuh dengan peralatan memasak dan bahan-bahan yang tersusun rapi. Aku merasa sedikit gugup karena ini pertama kalinya aku memasak, tetapi aku bertekad untuk mencoba.

Aku menemukan sebuah buku resep tua yang tampak sering digunakan. Aku membuka salah satu halaman yang menjelaskan cara membuat sup sayuran sederhana. Dengan penuh semangat, aku mulai mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan: wortel, kentang, bawang, dan beberapa rempah-rempah.

Aku mencuci dan memotong sayuran dengan hati-hati, mencoba mengikuti instruksi di buku resep. Meskipun beberapa kali aku merasa canggung, tetapi perlahan-lahan aku mulai terbiasa. Ketika sayuran mulai dimasak di dalam panci, aroma lezat mulai memenuhi dapur.

Sambil menunggu sup matang, aku membersihkan dapur dan merapikan bahan-bahan yang telah digunakan. Ketika sup sudah matang, aku menuangkannya ke dalam mangkuk dan mencicipinya. Rasanya tidak terlalu buruk untuk percobaan pertama!

Aku duduk di meja makan, menikmati sup yang baru saja kubuat. Rasanya hangat dan menenangkan, seperti pelukan dari Nenek Seruni.

Setelah makan, aku melanjutkan eksplorasiku di rumah. Aku menemukan sebuah ruangan kecil yang penuh dengan alat-alat rajut dan kain. Ternyata, Nenek Seruni juga senang merajut. Aku mengambil salah satu alat rajut dan mencoba membuat sesuatu. Meskipun hasilnya tidak terlalu bagus, tetapi aku merasa senang mencoba hal baru.

Hari itu dihabiskan dengan menjelajahi setiap sudut rumah, menemukan barang-barang yang penuh dengan kenangan dan cerita. Aku merasa seperti mendapatkan lebih banyak pemahaman tentang kehidupan Nenek Seruni dan bagaimana dia menjalani hari-harinya. Setiap sudut rumah ini penuh dengan kehangatan dan cinta.

Saat matahari mulai terbenam, aku duduk di ruang tamu dengan secangkir teh hangat di tangan. Aku merasa begitu damai dan bahagia, meskipun masih ada sedikit rasa kesepian karena Nenek Seruni masih lama sekali untuk terbangun.