Mendapati keponakannya yang bernama Sisi divonis leukemia dan butuh donor sumsum tulang, Vani membulatkan tekad membawanya ke Jakarta untuk mencari ayah kandungnya.
Rani, ibu Sisi itu meninggal karena depresi, tanpa memberitahu siapa ayah dari anak itu.
Vani bekerja di tempat mantan majikan Rani untuk menguak siapa ayah kandung Sisi.
Dilan, anak majikannya itu diduga Vani sebagai ayah kandung Sisi. Dia menemukan foto pria itu dibuku diary Rani. Benarkah Dilan adalah ayah kandung Sisi? Ataukah orang lain karena ada 3 pria yang tinggal dirumah itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MELAMAR JADI ART
Vani berada didalam taksi bersama Susi yang tadi menjemputnya di stasiun. Dipangkuannya, Sisi tengah tertidur karena kecapekan. Mereka sedang menuju rumah mantan majikan alm. Rani.
"Kamu yakin mau kerja disana, Van?" tanya Susi. Dia tak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Sebagai orang yang mangajak Rani kerja di Jakarta, dia merasa bersalah atas semua yang menimpa wanita itu.
"Iya, Mbak. Bukankah Mbak Susi yang bilang, kalau dirumah itu, lagi nyari ART yang bisa masak?"
"Tapi..." Susi tampak ragu. Seperti Bu Mia, dia takut hal yang menimpa Rani, kembali menimpa Vani.
"Mbak Susi yakin, dulu Mbak Rani gak pernah keluar-keluar saat masih kerja?" tanya Vani.
Susi mengangguk. Rani hanya sekali saja mau dia ajak keluar saat di Jakarta, selebihnya, Rani tak pernah mau. "Rani gak mau jalan-jalan, katanya uangnya mau ditabung saja, buat nguliahin kamu."
Vani menggigit bibir bawahnya. Air matanya mengalir deras tanpa bisa dicegah. Rani adalah wanita yang sangat baik dan santun. Entah siapa yang telah memperdaya gadis polos itu hingga hamil. Saat itu, usia Rani baru 20 tahun. Satu tahun bekerja jadi ART di Jakarta, dia pulang dalam kondisi hamil.
"Itu artinya, Kak Rani gak punya kenalan cowok di Jakarta?" tanyanya lagi.
"Kayaknya sih enggak. Kami masih sering kirim pesan. Aku juga pernah mau ngenalin Rani sama temenku, cowok, tapi Rani gak mau. Dia bilang gak mau pacaran." Vani menyandarkan punggung di jok sambil memejamkan mata. Dugaannya makin kuat, salah satu pria dirumah itulah yang menghamili Rani.
Susi menatap Sisi yang sedang terlelap, dia terenyuh melihat wajah bocah itu. Kasihan sekali, tak bisa seperti anak lainnya, punya orang tua.
"Mbak, dari rumah majikan Mbak Rani, ke rumah sakit jauh gak?" Vani harus tahu tentang itu. Jadi saat terjadi sesuatu pada Sisi, dia bisa langsung ke rumah sakit. Selain itu, Sisi masih menjalani terapi imun, bocah itu harus terus mengkonsumsi obat. Jadi masih harus sering kontrol. Untunglah mereka memiliki asuransi kesehatan gratis dari pemerintah karena termasuk warga tidak mampu.
"Lumayan deket kok. Kapan-kapan aku antar kalau mau kesana. Aku ada cuti sehari dalam seminggu, bebas mau milih hari apa saja." Susi merasa beruntung, mendapatkan majikan yang sangat baik di Jakarta. Karena itulah, dia betah kerja disana sampai bertahun-tahun.
Akhirnya taksi yang mereka tumpangi sampai didepan rumah mantan majikan Rani. Vani segera membangunkan Sisi lalu mengajaknya turun.
Mereka bertiga berdiri didepan pintu gerbang yang sangat tinggi. Rumah mantan majikan Rani bisa dibilang yang paling besar dan mewah diantara lainnya.
"Kamu yakin mau kerja disini, Van?" lagi-lagi Susi bertanya.
"Yakinlah Mbak, orang udah sampai disini, masa mau mundur." Sahut Vani yang saat ini tengah memegang sebelah tangan Sisi.
"Kita mau tinggal disini, Bi?" tanya Sisi. Matanya tak berkedip menatap pagar yang menjulang tinggi dihadapannya. Belum pernah dia melihat rumah sebesar ini.
"Kita lihat saja nanti, Sayang." Jawab Vani sambil tersenyum pada Sisi. Dia juga belum tahu akan diterima atau tidak. Vani sudah browsing rumah singgah untuk survivor kanker. Jika tak diterima, dia akan istirahat ditempat itu dulu bersama Sisi. Tapi semoga saja, dia tak harus melakukan opsi kedua itu.
"Nanti bilangnya, kamu tahu info lowongan ini dari Tari, jangan bilang dari aku. Takutnya mereka malah mengaitkan dengan Rani, karena dulu aku yang ngajak Rani. Jangan sampai mereka tahu kalau kamu adiknya Rani." Vani mengangguk paham. Untung dia dan keluarganya sudah pindah rumah. Jadi alamatnya dan Rani jelas berbeda, di KK juga sudah tidak ada nama Rani lagi. Kepindahan mereka juga demi menghilangkan gunjingan tetangga pada Rani.
Setelah Susi pergi, Vani menekan bel yang ada didekat pintu gerbang. Tak berapa lama kemudian, seorang satpam membukakan pintu. Setelah ditanya keperluannya, dia langsung diantar masuk untuk menemui nyonya rumah.
Wanita bernama Retno itu langsung mengernyit melihat Vani membawa anak.
"Kamu yakin bisa kerja sambil ngasuh keponakan kamu?" tanyanya angkuh.
"Yakin, Nyonya. Keponakan saja ini pintar, gak pernah menyusahkan."
Melihat Bu Retno menatapnya tajam, Sisi langsung ketakutan. Menunduk sambil memegang erat lengan bibinya.
"Berapa usia kamu?"
"21 tahun. Sebelumnya, saya kerja disalah satu restoran, jadi asisten chef." Karena mendapat nilai tertinggi saat kelulusan, Vani yang merupakan siswa SMK jurusan tataboga, langsung direkomendasikan oleh sekolah untuk bekerja di restoran sebuah hotel. Setahun kerja disana, dia langsung menjadi asisten chef utama.
"Disini, kami sedang nyari ART yang bisa masak. Jadi keputusan diterima atau tidak, tergantung masakan kamu.," Bu Retno melihat jam tangan mahal yang bertengger dipergelangan tangannya. Sekarang sudah jam 4 sore. "Kamu bisa langsung menyiapkan makan malam."
"Baik, Nyonya," sahut Vani sambil menunduk. Dia dan Sisi lalu diantar kedapur. Disana, dia berkenalan dengan Fatimah dan Siska yang juga ART.
"Sisi duduk disini dulu, bibi mau masak." Vani menyuruh Sisi menunggu di sebuah kursi yang ada didapur. Dia harus memasak semaksimal mungkin agar bisa diterima.
..._________...
Masakan Vani sudah siap sebelum jam makan malam. Dengan dibantu Fatimah, dia menyiapkan semuanya dimeja makan. Belum terlihat satu orangpun disana, padahal Vani sudah tidak sabar untuk melihat wajah anak Bu Retno. Pria yang fotonya ada dibuku diary Rani.
"Semoga saja kamu diterima ya, Van," ujar Fatimah. "Selama ini sudah banyak yang ngelamar, tapi ditolak. Tuan dan Nyonya sedikit rewel kalau urusan makanan."
"Semoga saja, Mbak."
Bu Retno datang untuk mengecek meja makan. Setelah semua terhidang, dia menyuruh Vani menunggu di dapur, dan akan dipanggil kembali setelah mereka selesai makan.
"Ini masakan ART yang baru ngelamar tadi, Mah?" Tanya Pak Salim sambil menarik kursi dan memperhatikan makanan yang aromanya menggugah selera tersebut. Pak Salim adalah suami Bu Retno. Dan tadi Bu Retno sudah sempat cerita jika ada yang melamar jadi ART.
"Iya, Pah. Semoga saja cocok dengan selera kita. Mama udah capek nyari pembantu, gak sesuai mulu."
Tak berselang lama, seorang pria muda tampak menuruni tangga, dia adalah Dilan, anak pertama Bu Retno dan Pak Salim.
"Mana adikmu?" tanya Bu Retno.
"Gak tahu, Mah. Kayaknya belum pulang. Pas Dilan datang tadi, motor Damian belum kelihatan."
"Anak itu," geram Bu Retno. "Kapan dia bisa berubah. Setiap hari kerjaannya kelayapan. Kuliah udah 4 tahun belum lulus juga."
"Udah, Mah," ujar Pak Salim. "Nanti tekanan darah kamu naik kalau marah-marah. Biarin aja dia susuka hati. Nanti lama-lama juga insaf. Yang penting masih mau kuliah dan gak berurusan sama polisi, biarin aja." Pak Salim tak terlalu pusing memikirkan Damian. Baginya, sudah ada Dilan yang akan menggantikan posisinya diperusahaan.
Mereka lalu mulai makan malam. Tapi baru merasakan satu suap, Dilan langsung berhenti mengunyah. Masakan ini, kenapa rasanya mirip dengan masakan Rani? "Ini, masakan siapa, Mah?"
"Oh iya, Mama lupa belum ngasih tahu kamu. Hari ini ada yang melamar jadi tukang masak. Sebentar Mama panggilkan orangnya. Vani, Van, kesini," teriak Bu Retno sambil menoleh kearah dapur.
Vani yang berada didapur, langsung gemetar saat namanya dipanggil. Dia menarik nafas dalam membuangnya perlahan. Dia harus tampak tenang dihadapan mereka semua.
"Nyonya memanggil saya?" tanya Vani sesampainya dimeja makan. Dia berdiri disebelah Bu Retno sambil menunduk untuk menjaga etika.
"Ini Vani, yang masak makan malam kita." Begitu namanya disebut, Vani langsung mengangkat wajah.
Deg
Mata Dilan langsung terbeliak melihat gadis yang sangat mirip dengan Rani tersebut.
mereka hrs menuai apa yg mereka tanam
tanpa tau kejelasan yg sesungguhnya ny.
kasihan Rani jd depresi gara2 ulah Ret o.
bersiap lah. karma menantiu Retno
kang Dilan..
Retno... apa yg kau tanam itu lah yg kau tuai
hanya Autor lah yg tau..
di biarin takot kena salahin di tolong takot si Dilan nyari kesempatan