Samuel adalah seorang mantan atlet bela diri profesional, selain itu ia juga bekerja paruh waktu sebagai kurir makanan, namun semuanya berubah saat kiamat zombie yang belum di ketahui muncul dari mana asalnya membawa bencana bagi kota kota di dunia.
Akankah Samuel bertahan dari kiamat itu dan menemukan petunjuk asal usul dari mana datangnya zombie zombie tersebut?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby samuel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertarungan sengit Darius dan Samuel melawan zombie mutasi
Kabut pagi masih menyelimuti jalanan kota ketika Samuel, Darius, Lara, dan Scrappy melanjutkan perjalanan menuju pos perlindungan. Namun, suasana tenang ini hanya bertahan sesaat. Seiring mereka bergerak maju, perasaan tidak nyaman mulai mengisi udara. Samuel merasakan detak jantungnya bergetar di telinga, menyadari bahwa mereka berada di area yang berisiko tinggi.
“Tunggu,” bisik Samuel, menghentikan langkahnya. “Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres.”
Darius mengangguk, meraih tameng kayu yang dibawanya. “Aku merasakannya juga. Tetap waspada, kita mungkin tidak sendirian.”
Di antara bayangan kabut, samar-samar mereka melihat sosok-sosok yang bergerak. Mulai dari sudut matanya, Samuel mengenali satu dari makhluk yang paling ditakuti — zombie mutasi. Dengan tubuh besar dan bagian-bagian yang terlihat cacat, zombie ini memiliki aura menakutkan yang membuat bulu kuduknya merinding.
“Lihat!” seru Lara, menunjuk ke arah makhluk yang semakin mendekat. “Itu mereka!”
“Bertahan!” Darius menggeram, berbalik dan menghadapi ancaman yang mendekat. “Kita tidak bisa mundur sekarang.”
Samuel tahu bahwa mereka tidak bisa menghindar dari pertempuran ini. “Kita harus bekerja sama! Aku akan mencoba mengalihkan perhatian mereka sementara kalian mencari peluang untuk menyerang.”
Darius mengangguk, menyusun strategi dalam benaknya. “Aku akan menghadapi yang terbesar. Lara, tetap dekat dengan Samuel dan gunakan pisau belatmu untuk menusuk dari belakang jika perlu.”
Scrappy menggonggong, seakan mengerti bahaya yang akan datang. Samuel merasa sedikit tenang, menyadari bahwa mereka semua siap untuk menghadapi tantangan ini.
Ketika zombie mutasi mendekat, suara derak langkah kaki mereka seperti denting lonceng kematian. Tubuh besar mereka melambatkan langkah, menandakan bahwa mereka telah merasakan kehadiran manusia. Dan ketika mereka mulai menyerbu, Samuel merasakan adrenaline memuncak di tubuhnya.
“Sekarang!” teriak Samuel, berlari ke arah zombie dengan perisai di depannya. Ia berharap bisa memancing perhatian makhluk-makhluk itu.
Darius mengikuti di belakang, menghantamkan tamengnya dengan keras ke arah zombie terdekat. “Ayo, kau brengsek!” serunya, sementara makhluk itu tersandung, berusaha untuk bangkit.
Samuel memanfaatkan momen itu untuk menyerang dari samping, memukul dengan perisai kayunya. “Lara, serang dari belakang!”
Lara, mengikuti instruksi Samuel, dengan cepat melangkah ke belakang zombie yang terjatuh dan menggunakan pisau belatnya untuk menusuk ke arah jantung makhluk itu. Dengan jeritan mengerikan, zombie itu terjatuh, tubuhnya bergetar sebelum akhirnya diam.
Namun, masih ada dua zombie mutasi lainnya yang belum mereka hadapi. Darius kini berhadapan dengan zombie terbesar, yang tampak lebih ganas dan kuat. Makhluk itu menyerang dengan tangan besar dan kuku tajam, mencoba merobek Darius yang berusaha menjaga jarak.
“Samuel!” teriak Darius, merasakan tekanan yang semakin berat. “Aku butuh bantuan!”
Tanpa berpikir panjang, Samuel berlari ke arah Darius, meluncurkan serangan dari sisi lain. “Ayo, kita serang bersama!”
Dengan kompak, mereka menyerang zombie itu dari dua sisi. Samuel memukul dengan perisai, sementara Darius menggunakan tamengnya untuk memblokir serangan dan kemudian menghantamkan kayunya ke wajah zombie tersebut. Setiap pukulan disertai dengan teriakan penuh semangat, membangkitkan keberanian mereka meskipun ketakutan melingkupi pikiran.
Zombie itu menggeram, merasakan tekanan yang datang dari dua arah. Darius mengambil kesempatan, melompat ke samping untuk memukul keras ke arah kepala zombie, membuatnya terhuyung ke belakang. “Ayo, satu pukulan lagi!”
Samuel mengangguk, berusaha menghindari serangan tangan zombie yang liar. Dengan segala tenaga, ia melancarkan serangan terakhir, menghantam zombie itu di bagian tengkoraknya. Tubuh makhluk itu roboh, dan hening menyelimuti mereka sejenak.
Namun, belum selesai. Zombie yang tersisa, dengan mata melotot dan badan yang hancur, berbalik dan menyerang tanpa ampun. Samuel dan Darius saling pandang, mengerti bahwa mereka harus segera menuntaskan pertempuran ini.
“Sekarang!” teriak Darius. “Kita serang bersamaan!”
Mereka bersatu, menggerakkan senjata mereka ke arah zombie mutasi. Dengan perisai di depan, Samuel menghadapi serangan zombie itu, sementara Darius merangsek ke samping dan menghantam zombie dari sisi. Pukulan itu berhasil, dan makhluk itu terjatuh di tanah dengan suara berdecit, sebelum akhirnya tak bergerak lagi.
Keringat mengucur dari dahi mereka, napas Samuel tersengal-sengal. “Kita… berhasil,” ucapnya, sedikit terengah.
Lara, yang terengah-engah di belakang, mengangkat senjata dan tersenyum. “Kita melakukannya! Kita berhasil!”
Darius mengangguk, menatap mayat zombie-zombie yang tergeletak di tanah. “Tapi kita tidak boleh terlena. Ini hanya awal. Kita harus cepat pergi dari sini.”
Samuel menyesuaikan perisainya yang kini kotor, dan mengangguk setuju. “Kita harus tetap fokus pada tujuan kita.”
Setelah memastikan tidak ada lagi zombie yang tersisa, mereka melanjutkan perjalanan menuju pos perlindungan. Jalanan yang dulunya terlihat suram kini terasa sedikit lebih terang. Meski baru saja menghadapi ketakutan yang mencekam, mereka merasakan aliran keberanian yang menguatkan ikatan di antara mereka.
Ketika mereka melangkah maju, suara-suara aneh mulai terdengar dari jauh. “Apa itu?” tanya Lara, mendengar suara geraman lain yang mengingatkannya pada saat-saat terburuk di lorong bawah tanah.
“Sepertinya kita tidak sendirian,” jawab Darius, bersiap untuk mengambil posisi bertahan.
“Bisa jadi lebih banyak zombie,” tambah Samuel, menegakkan postur dan berusaha menilai situasi.
Keringat dingin mulai menetes lagi di dahi mereka. Rasa cemas kembali menyelimuti, dan mereka menyadari bahwa tantangan yang lebih besar mungkin akan segera datang.
“Jika kita bertemu dengan yang lain, kita harus siap untuk berperang lagi,” Samuel menegaskan, dan Darius mengangguk dengan serius. “Kita tak boleh mundur. Kita sudah melangkah sejauh ini, kita harus terus maju.”
Semangat mereka kembali bangkit saat mereka melanjutkan perjalanan. Dengan hati-hati, mereka bergerak menyusuri jalan yang sempit, tetap waspada terhadap setiap suara dan gerakan di sekitar mereka. Harapan untuk menemukan pos perlindungan semakin mendekat, meskipun tantangan tak terduga menunggu di depan.
Di tengah jalan yang dipenuhi reruntuhan, mereka tiba di sebuah jembatan tua. Di ujung jembatan, mereka melihat bangunan besar, lebih dekat dari yang mereka duga. Tembok tinggi dan gerbang yang kokoh menandakan bahwa mereka hampir tiba di tempat aman.
“Tapi hati-hati, kita tidak tahu apa yang menunggu kita di dalam,” Samuel berbisik, merasakan ketegangan di dalam dirinya.
“Kalau ada zombie, kita hadapi bersama lagi,” Darius menambahkan dengan semangat, mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk.
Dengan tekad dan kerja sama yang terbangun, mereka melangkah maju, siap menghadapi tantangan berikutnya dan menemukan tempat perlindungan dari mimpi buruk yang tak kunjung usai. Namun, setiap langkah yang diambil mengingatkan mereka bahwa di dunia yang baru ini, setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup.
_____b e r s a a a a m m m m b u u u u n n n g g