Cinta Kita Belum Usai
Delapan tahun sudah berlalu, sejak perceraiannya dan Edgar. Raisa kini hidup bersama dua gadis kecil kembarnya.
"Mi, jepit rambut aku dimana ya?" tanya Mia si kembar bungsunya.
"Ada di atas laci kamar sayang," jawab Raisa yang sedang menyiapkan bekal sarapan untuk kedua anak gadis kembarnya.
"Kalau dasi aku dimana, Mi?" tanya Mia lagi.
"Ada di dalam lemari sayang," jawab Raisa lagi.
"Makanya kalau punya barang itu selesai dipakai langsung disimpan. Jangan ditaruh sembarangan! Kalau kaya gini, kan jadi repot sendiri. Mana sebentar lagi kita harus berangkat sekolah. Mana belum sarapan lagi. Dasar kamu ini Mia! Bikin kesal aja pagi-pagi!"
Yang pagi-pagi marah itu adalah Kiana Larisa, kakak dari Mialisa Anggika atau kembaran dari Kia.
"Sudah, sudah, masih pagi jangan ribut terus. Gimana Mia? Udah ketemu dasinya? Ayo berangkat sekarang!"
"Udah Mi. Tapi kan belum sarapan Mi. Kalau tiba-tiba nanti aku pingsan di sekolah gimana Mi?"
Raisa menyodorkan dua gelas susu untuk gadis-gadis kecilnya.
"Abisin dulu, terus ini kalian makan saat kita di jalan nanti."
Raisa memberikan satu potong sandwich untuk masing-masing dari gadis kecilnya.
"Let's go girls!"
"Let's go Mi!"
*
*
Raisa mengantarkan kedua gadis kecilnya ke sekolah menggunakan sepeda motor. Di sepanjang jalan, kedua gadis kecilnya itu selalu saja ribut entah meributkan apa, Raisa sendiri tak memahami itu.
Sesampainya di sekolah, keduanya mencium tangan Raisa dan menerima bekal masing-masing. Melambaikan tangannya kepada mami tercinta mereka. Ketika Raisa tak lagi terlihat di penglihatan keduanya, si kembar itu terus membahas tentang teman-temannya yang diantar oleh kedua orang tuanya ke sekolah sementara mereka hanya diantar oleh maminya saja.
"Sebenarnya aku iri sama mereka Kia. Cuma kita yang diantar oleh mami. Kapan ya, kita bisa diantar sama papi juga?"
Mia benar-benar berharap keluarganya utuh seperti keluarga yang lainnya. Tapi, ia bisa apa? Kalau setiap membahas papi mereka, raut wajah maminya berubah jadi sedih.
"Sudahlah, kita hanya butuh mami. Mami saja sudah cukup Mia. Ayo masuk! Kamu mau terus-terusan di luar? Nanti kita bisa dihukum sama guru!"
Kia yang sudah gemas dengan tingkah Mia pun langsung menarik tas kembarannya dan memasuki kelasnya.
*
*
Raisa sudah bersiap dengan seragam kokinya begitu juga dengan topi yang dikenakannya. Sembari menunggu pesanan, ia melakukan tugas lain yaitu memilih sayuran yang segar sebagai bahan utama dari masakannya.
Raut wajah Raisa langsung berubah pias ketika mendengar nama Edgar disebut. Padahal belum tentu nama yang disebut itu adalah nama dari orang yang ia kenali di masa lalu. Namun, tetap saja setiap mendengar nama itu hatinya selalu bergemuruh.
Edgar Gautama, satu-satunya pria yang bisa membuatnya jatuh cinta dan membawanya keluar dari semua penderitaan yang ia alami. Satu-satunya pria yang mengerti dan memahami prinsipnya sampai rela menikah meski Raisa mengatakan tak ingin memiliki seorang anak.
Pernikahan indah itu berlangsung sampai 6 tahun. Hingga di suatu ketika keluarga Edgar menginginkan keturunan dari Edgar. Di saat itu hubungan Raisa dan Edgar mulai mengalami keretakan. Yang paling menyakitkannya adalah disaat Edgar memberikan dua pilihan.
Pergi dari hidupnya atau memberikan keturunan untuknya.
Dua pilihan itu begitu menyakitkan untuknya. Ditambah, Edgar seperti sudah merencanakan dengan matang perpisahan mereka. Bahkan surat cerai pun sudah tersedia, hanya butuh tanda tangannya saja sebagai peresminya. Katanya, itu semua demi kebaikan Raisa. Nyatanya semua itu malah membuat Raisa terluka.
Di saat Raisa sudah memilih untuk bercerai, dia pun pergi dari kediaman Gautama. Satu kenyataan yang membuat Raisa terpukul, dia dinyatakan hamil setelah berpisah dengan Edgar. Padahal dia tak menginginkan hadirnya seorang anak di dalam hidupnya.
Semua prinsipnya hancur. Kebahagiannya hancur. Segalanya berjalan tak sesuai dengan keinginannya. Tapi, Raisa pun tidak tega jika harus menggugurkan janin di dalam perutnya yang ternyata adalah anak kembar bahkan denyut jantungnya saja ia sudah bisa merasakannya.
Akhirnya, Raisa pun memutuskan untuk melahirkan mereka. Ia memutuskan untuk bersembunyi dari keluarga Gautama. Ia tak ingin kelurga itu mengetahui kalau dia mengandung anak dari Edgar.
Sebuah tepukan di bahu Raisa membuatnya tersadar dari lamunan masa lalunya.
"Mba Raisa mikirin apa sih? Sampai bengong begitu. Itu sudah ada pesanan Mba!" ucap Rani, salah satu koki juga di restoran tersebut.
"Eh, iya maaf, maaf."
Raisa hanya bisa mengucapkan kata maaf tanpa mau menjelaskan apa yang sedang dipikirkannya. Ia mengambil note pesanan yang menempel di dinding lalu segera menyiapkan pesanan dari pelanggan.
Di saat jam pulang sekolah kedua gadis kecilnya, Raisa selalu meminta izin untuk menjemput keduanya. Untungnya, manager nya disana sangat baik, jadi selalu mengizinkannya, begitu juga dengan rekan kerjanya yang tidak mempermasalahkan Raisa yang hampir setiap hari izin sebentar untuk keluar.
*
*
Kedua gadis kembarnya melambaikan tangan kepadanya ketika keluar dari gedung sekolah.
"Aku kira Mami akan telat jemput kita seperti sebelum-sebelumnya."
"Nggak dong sayang, Mami akan selalu berusaha supaya jemput kalian tepat waktu."
"Tapi tetap aja Mami nggak bisa kan jalan-jalan dulu sebelum kita pulang ke rumah, kan?" ucap Mia lagi dengan sedikit bersedih.
Raisa menarik tubuh Mia dan Kia. Merangkul keduanya dengan kedua tangannya.
"Lain kali, Mami janji akan turuti keinginan kalian. Tapi sekarang kita harus pulang dulu. Karena Mami harus kembali ke restoran. Kalau nanti Mami dipecat. Siapa yang akan biayain kalian sekolah dan jajan?"
"Iya Mami, maafin kita ya Mi," ucap Mia lalu memeluk Raisa.
"Ayo Mi! Lagipula jalan-jalan keluar juga tidak ada gunanya Mi. Itu mah hanya maunya si Mia yang mau pamer sama temen-temennya. Mending di rumah baca buku, dapet banyak ilmu!" sahut Kia.
"Hiss! Dasar kutu buku!"
"Sudah, jangan berdebat lagi. Ayo kita pulang!"
Seperti biasa, Raisa membawa kedua anaknya naik motor. Kadang keduanya duduk di belakang, kadang juga salah satunya duduk di depan.
Setelah sampai di rumah kontrakan mereka, Raisa berpamitan untuk pergi dan meminta kedua gadis kembarnya untuk akur dan jangan kemana-mana selagi tak ada yang menjaga mereka.
Untungnya, kedua gadis kecilnya menurut, jadi Raisa tak merasa terlalu khawatir ketika meninggalkan mereka berdua di dalam rumah.
*
*
"Kia! Apa kamu tidak ingin bertemu dengan papi langsung?" tanya Mia sambil melihat selembar foto papinya.
"Untuk apa? Kan sudah aku bilang, aku tidak butuh papi, mami saja sudah cukup."
"Hih! Dasar tidak bisa diajak bekerjasama!"
Kia yang sedari tadi fokus membaca buku langsung menoleh ke Mia.
"Lebih baik aku tidak bertemu papi, daripada melihat mami bersedih!"
Kata-kata dari Kia tersebut langsung menghujam ke dada Mia. Ia tak ingin melihat maminya bersedih, tapi ia juga ingin bertemu langsung dengan papinya alih-alih hanya melihat dari fotonya saja yang diberikan oleh maminya.
"Apa kamu benar-benar tidak ingin bertemu papi? Apa kamu benar-benar tidak ingin merasakan hangatnya pelukan papi? Kata Niar di sekolah, pelukan mama dan papanya terasa berbeda. Apa kamu benar tidak ingin merasakan itu?"
*
*
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Cintya Sari
nyimakkkkkkkk perjalanan awal baca😂
2024-11-16
0
Nam
❤️🔥
2024-11-16
0
Iyus Diyanto
☺️
2024-10-23
0