Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit
Saif tiba-tiba memelankan laju motor. Ia lupa jika dirinya tidak tahu counter tempat Tania bekerja. Saif pun memberi aba-ana kepada Shasa agar segera mendahuluinya. Shasa pun mengerti aba-aba darin abangnya. Ia pun melaju lebih cepat.
Akhirnya mereka sampai di depan counter. Tania sedang melayani pelanggan. Shasa turun dari mobil dan mendekatinya.
Tania terkejut melihat kedatangan Shasa, apa lagi setelah melihat Saif.
"Sha, kamu?"
"Tara... kejutan, hehe... "
Setelah selesai melayani pelanggan, Tania keluar ke depan counter. Ia juga menyapa Saif.
"Tania, ini motornya udah beres." Ujar Shasa.
"Alhamdulillah, maaf ngerepotin pakai diantar segala. Seharusnya aku saja yang ambil."
"Ndak pa-pa santai saja. Mumpung abang lagi ndak sibuk."
"Habis berapa, Sha?"
"Ndak tahu. Tanya abang tuh!"
Tania ragu untuk bertanya kepada Saif.
"Maaf Pak, habis berapa biayanya?"
"Ndak usah, cuma sedikit."
"Tapi... "
"Dek, ayo segera kembali. Habis ini abang mau ke kantor."
"Oh iya, bang."
"Sudah, jangan ngeyel. Kalau kata abang ndak usah jangan maksa." Bisik Shasa.
Tania pun mengucapkan terima kasih kepada Saif. Shasa memberikan helm dan juga kunci motornya kepada Tania. Shasa pun pamit pulang.
Tania kembali masuk ke dalam counter setelah memarkirkan motornya.
"Ya Allah kok tambah pusing ya rasanya." Tania memegang kepalanya.
Saif dan Shasa baru saja sampai di rumah. Saif langsung berganti pakaian dan segera berangkat ke kantor. Sedangkan Shasa membantu bunda membuat kue kering di dapur. Sambil membentuk kue nastar, Shasa dan bunda ngobrol ringan.
"Bun, abang akhir-akhir ini kayak aneh."
"Aneh gimana maksudnya?"
"Sikapnya itu lho."
"Maklum, abang mu mungkin masih berusaha menyembuhkan hatinya. "
"Memang benar mbak Maya nikah lagi, bun?"
Bunda mengela nafas panjang.
"Iya."
"Berarti mbak Maya cepat move on dong?"
"Sudahlah, jangan dibahas! Kita tidak tahu takdir hidup seseorang. Allah yang Maha membolak balikkan hati manusia."
"Iya juga."
Siang pun tiba. Tania baru saja pulang dari counter. Sepertinya ia sedang demam. Wajahnya pucat pasi dan hidungnya merah. Rasanya ia tidak kuat untuk berangkat kuliah. Tania pun langsung menghubungi Shasa untuk izin tidak masuk hari ini.
"Kamu yakin hanya masuk angin?"
"Iya, Sha. Tadi sebenarnya sudah minum obat. Tapi karena tidak dibawa istirahat jadi makin parah. Habis ini mau minum obat lagi. Semoga mendingan."
"Ya sudah, kamu makan dulu terus minum obat. Masak apa hari ini?"
"Paling goreng telur."
"Hem, ya sudah. Yang penting makan."
"Iya, makasih Sha. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Tania pun pergi ke dapur untuk menggoreng telur. Setelah matang, ia pun makan. Namun kali ini selera makannya pun berkurang. Ia hanya makan lima siap saja. Setelah itu, Tania segera minum obat lalu naik ke atas tempat tidur. Ia juga memakai minyak angin di pelipisnya.
Shasa masuk kuliah tanpa Tania. Rasanya ada yang kurang jika kursi di sampingnya kosong. Saat istirahat pun, Shasa pergi ke kantin sendirian. Kebetulan ia bertemu dengan Saif. Mengetahui Shasa hanya sendiri Saif pun segera kembali ke kantor dan menelpon Shasa. Ia memang sengaja tidak menegur Shasa langsung, karena di kantin sedang ramai.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Ada apa, bang?"
"Em, kamu sendirian dek?"
"Iya bang. kok abang tahu?"
"Iya tadi abang lihat waktu di kantin.Ke mana temanmu?"
"Tania sakit, bang. Tadi dia izin."
"Oh, ya sudah. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Aku kira bang mau tanya apa gitu. Ternyata cuma tanya itu. Penting amat ya? " Batin Shasa.
"Mungkin dia sakit karena semalam kehujanan. Kasihan juga. Apa lagi dia hanya tinggal sendirian. Eh tunggu, kenapa aku mengkhawatirkan nya? Mungkin karena dia dekat dengan keluargaku. Dan dia seperti adikku. " Batin Saif.
Malam pun tiba.
Badan Tania menggigil. Ia bersembunyi di balik selimutnya. Keringat dingin bercucuran. Sepertinya kali ini dia benar-benar sakit. Bahkan untuk bangun pun merasa tidak bertenaga.
"Ya Allah, tolong sembuhkan hamba." Lirihnya.
Saat berdiri, matanya pun berkunang-kunang. Ia berpegangan kepada apa pun yang bisa ia pegang. Tania pergi ke kamar mandi karena kebelet pipis. Setelah itu, ia berjalan dengan tertatih kembali ke kamarnya.
Keesokan harinya.
Keadaan Tania belum juga membaik. Shasa yang memang sangat mengkhawatirkannya pun menghubunginya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam." Jawa Tania dengan suara serak dan lemah.
"Tania, gimana?"
"Sha, rasanya aku tidak kuat."
"Hah, tidak kuat bagaimana?"
"Sha, bisa minta tolong bawa aku ke dokter atau rumah sakit? "
"Astaghfirullah, iya iya, aku akan segera ke rumahmu. Kamu jangan ke mana-mana."
"Hem, makasih."
Setelah menutup telponnya, Shasa segera memakai sweeternya. Buku-buku ia mengambil kunci mobil dan pamit kepada kedua orang tuanya.
"Bun, maaf tidak bisa ikut sarapan. Shasa mau mau pergi ke rumah Tania."
"Kenapa buru-buru?"
"Tania sakit, bun. Shasa mau anterin ke dokter."
"Ya Allah, kasihan sekali. Tapi kamu harus sarapan dulu. Nanti kamu nggak mungkin sempat sarapan."
Benar juga apa yang dikatakan bunda. Shasa pun akhirnya ikut sarapan. Saif baru bergabung dengan mereka. Ia merasa heran melihat adiknya yang makan dengan ter buru-buru. Tidak biasanya dia seperti itu.
"Dek, kamu keburu ke mana? Makan kok keburu gitu?"
"Shasa mau nganterin Tania, bang."
"Tania, kenapa?"
"Kayaknya sakitnya tambah parah."
Tiba-tiba hati Saif terusik. Sontak ia menaruh sendoknya dan minum air.
"Mau langsung berangkat, dek?"
"Iya, bang."
"Kalau begitu abang ikut."
"Hah?"
"Iya abang ikut. Siapa tahu nanti butuh bantuan abang."
"Oh iya, benar juga."
Mereka pun segera pamit kepada kedua orang tua mereka. Kali ini mereka memakai mobil Shasa, namun Saif yang menyetirnya. Tidak ada kecurigaan dalam pikiran orang tua mereka terhadap Saif. Karena mereka pasti mengira sikap Saif ini memang murni karena kepeduliannya kepada Tania sebagai seorang adik. Saif pun belum menyadari akan perasaannya. Dia hanya mengikuti kata hatinya saat ini.
Setelah menempuh perjalanan selama 15 menit, akhirnya mereka sampai di dekat gang Tania. Saif pun memarkirkan mobil. Setelah itu, mereka turun dari mobil dan masuk ke dalam gang.
Tok tok tok
"Assalamu'alaikum... Tania... "
Tania pun terjaga mendengar suara ketukan pintu. Pelan-pelan ia bangun dan duduk.
tok tok tok
"Sebentar!"
Tentu saja suara Tania yang lemah tidak terdengar sampai keluar.
Tania kembali tertatih menuju pintu depan. Bahkan ia lupa untuk memakai jilbabnya karena ia tidak tahu kalau Shasa akan datang bersama, Saif.
cek lek.
"Sha.... "
Belum juga Tania sempat menyelesaikan ucapannya, tubuhnya sudah tumbang. Tania pingsan.
"Tania.... " pekik Shasa.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Biar lebih gampang merawat Tania dan full pahala
Aku yakin ayah ,bunda sama Sasha setuju
semoga cepat sembuh dan kabar bahagia untuk Tania soon y Thor 🤲🥰