Ava Seraphina Frederick (20) memiliki segalanya kekayaan, kekuasaan, dan nama besar keluarga mafia. Namun bagi Ava, semua itu hanyalah jeruji emas yang membuatnya hampa.
Hidupnya runtuh ketika dokter memvonis usianya tinggal dua tahun. Dalam putus asa, Ava membuat keputusan nekat, ia harus punya anak sebelum mati.
Satu malam di bawah pengaruh alkohol mengubah segalanya. Ava tidur dengan Edgar, yang tanpa Ava tahu adalah suami sepupunya sendiri.
Saat mengetahui ia hamil kembar, Ava memilih pergi. Ia meninggalkan keluarganya, kehidupannya dan juga ayah dari bayinya.
Tujuh tahun berlalu, Ava hidup tenang bersama dengan kedua anaknya. Dan vonis dokter ternyata salah.
“Mama, di mana Papa?” tanya Lily.
“Papa sudah meninggal!” sahut Luca.
Ketika takdir membawanya bertemu kembali dengan Edgar dan menuntut kembali benihnya, apakah Ava akan jujur atau memilih kabur lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31
Di dalam sebuah gudang tua yang tersembunyi di balik barisan peti kemas berkarat, kegelapan hanya dipecah oleh satu lampu gantung yang berayun pelan. Ivy terikat di sebuah kursi kayu, napasnya memburu dengan sisa-sisa aroma parfum mahal yang kini bercampur dengan bau apak ruangan.
Pintu gudang yang terbuat dari besi berat tiba-tiba berderit terbuka, mengeluarkan suara gesekan logam yang memekakkan telinga. Langkah kaki yang mantap bergema di lantai semen yang lembap.
Seseorang berjalan keluar dari bayang-bayang, mendekat ke arah lingkaran cahaya.
Saat sosok itu berdiri tepat di hadapannya, Ivy membelalakkan mata. Jantungnya seolah berhenti berdetak sesaat.
"Jeremy?! Kau?! Apa yang kau lakukan di sini? Cepat lepaskan aku!" teriak Ivy dengan nada memerintah, mencoba mempertahankan keangkuhannya sebagai Nyonya Anderson.
Jeremy, asisten kepercayaan Edgar yang selama ini dikenal sangat patuh dan pendiam, hanya menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi. Matanya yang biasanya hangat kini sedingin es.
"Tuan Edgar yang memerintahkan ini, Nyonya," suara Jeremy terdengar berat dan datar. "Beliau sudah tahu semuanya. Tentang sabotase laporan medis tujuh tahun lalu, tentang bagaimana Anda menyuap dokter untuk memberikan hasil palsu bahwa beliau mandul. Semua bukti sudah di tangan beliau."
Ivy tertegun. Wajahnya yang cantik seketika pucat pasi. Ia merasa dunianya runtuh. Selama tujuh tahun, ia merasa aman di balik tipu muslihatnya untuk mengikat Edgar, namun sekarang, rahasia itu hancur total. Edgar bukan pria yang akan memberikan ampunan jika sudah dikhianati sedalam ini.
"Jeremy, dengarkan aku dulu," Ivy mencoba mengatur napas, otaknya mulai bekerja cepat mencari celah untuk memanipulasi situasi. Ia tahu Jeremy adalah orang yang lembut. "Edgar hanya sedang emosi. Aku melakukan ini demi kebaikan keluarga kami!"
Jeremy tidak bergeming. Ia mengeluarkan ponselnya, seolah hendak melaporkan kondisi Ivy kepada Edgar.
Melihat itu, Ivy langsung mengubah taktik. Wajahnya yang tadi tegang perlahan melunak, digantikan oleh gurat kesedihan yang sangat meyakinkan. Air mata mulai menggenang di sudut matanya.
"Jeremy, tolong... lihat aku," isak Ivy, suaranya bergetar hebat. "Kau tahu betapa aku menyayangi Cleo. Jika Edgar membuangku ke penjara, siapa yang akan menjaga Cleo? Dia masih kecil, dia butuh ibunya!"
Langkah Jeremy terhenti. Nama Cleo adalah titik lemahnya. Selama bertahun-tahun melayani keluarga Anderson, Jeremy telah menganggap Cleo seperti putrinya sendiri. Ia yang mengantar Cleo sekolah, menghiburnya saat Edgar sibuk, dan menyaksikan tumbuh kembang gadis kecil itu.
"Kau sangat menyayangi Cleo, kan?" Ivy melanjutkan dengan suara bisikan yang menyayat hati. "Bayangkan wajahnya yang malang jika dia tahu ibunya disekap seperti ini. Cleo akan hancur, Jeremy. Kau ingin dia tumbuh tanpa ibu?"
Jeremy memalingkan wajah, rahangnya mengeras. Konflik batin berkecamuk di dadanya.
Di satu sisi, ia adalah abdi setia Edgar yang memegang teguh kejujuran. Di sisi lain, rasa kasih sayangnya pada Cleo membuatnya merasa serba salah.
Ivy melihat keraguan itu. Ia terus merayu, mencoba memelas meski tangannya terikat.
"Lepaskan aku, Jeremy. Kita bisa mengatur ini. Kita katakan pada Edgar bahwa aku melarikan diri. Aku akan pergi jauh, aku tidak akan mengganggu hidupnya lagi. Tapi tolong, jangan biarkan Cleo kehilangan satu-satunya orang yang memahaminya."
"Anda membohongi Tuan Edgar selama tujuh tahun, Nyonya. Anda membuatnya percaya bahwa dia tidak bisa punya keturunan hanya agar Anda bisa menguasai hartanya," desis Jeremy, suaranya bergetar antara amarah dan kebimbangan.
"Aku melakukan itu agar Edgar tetap menjadi milikku dan Cleo! Agar Cleo menjadi satu-satunya masa depannya!" jawab Ivy cepat, air matanya kini mengalir deras membasahi pipinya.
"Apakah mencintai sebuah keluarga itu kejahatan? Apakah kebahagiaan Cleo harus dibayar dengan nyawaku?"
Jeremy menatap langit-langit gudang yang suram. Bayangan wajah ceria Cleo saat memeluknya terlintas di benaknya. Ia tahu Ivy licik, ia tahu wanita ini adalah ular berbisa yang berbahaya bagi tuannya.
Namun, ia juga tahu betapa Cleo sangat bergantung pada sosok ibunya ini.
Tangannya yang memegang kunci borgol mulai gemetar. Ivy terus meratap, tangisannya kini terdengar begitu memilukan hingga mampu menggetarkan nurani siapa pun yang mendengarnya.
Jeremy berada di persimpangan jalan yang sangat berbahaya, mematuhi tuannya yang dikhianati, atau mengikuti rasa kemanusiaannya demi seorang anak kecil yang ia cintai seperti anak sendiri.
"Jika aku melepaskanmu..." Jeremy berbisik parau, "Kau harus berjanji tidak akan pernah menampakkan wajahmu lagi di hadapan Tuan Edgar."
Ivy mengangguk cepat dengan wajah penuh harap, meski jauh di dalam lubuk hatinya, sebuah rencana baru sudah mulai tersusun kembali. Tipu muslihatnya baru saja menemukan celah di hati sang algojo yang setia.
lanjut kak sem gat terus💪💪💪
apa² jgn² kamu menyukai ivy...
kl iya tamat lah riwayat mu jeremy
untung edgar cocok y coba kl ava ataupun edgar tidak cocok... pastinya mereka disuruh memilik anak lagi🤔
lanjut thor semngat💪💪💪