Punya tetangga tukang gosip sih sudah biasa bagi semua orang. Terus gimana ceritanya kalau punya tetangga duda ganteng mana tajir melintir lagi. Bukan cuma itu, duda yang satu ini punya seorang anak yang lucu dan gak kalah ganteng dari Bapaknya. Siapa sih yang gak merasa beruntung bisa bertetanggaan dengan duda yang satu ini?
Dan orang beruntung itu tak lain adalah Lisa. Anak kepala desa yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Ibu Kota. Pas pulang ke rumah, eh malah ketemu duda ganteng yang teryata tetangga barunya di desa. Tentu saja jiwa kewanitaannya meronta untuk bisa memiliki si tampan.
Penasaran gak sih apa yang bakal Lisa lakuin buat narik perhatian si duda tampan? Kalau penasaran, yuk simak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duda Anak Satu
Mulut Lisa sedikit terbuka saat melihat wajah sempurna tanpa cacat orang yang baru saja memberikan salam. Sampai ia lupa untuk menjawab. Padahal Mamah dan Teh Devi saja sudah menjawab salam lelaki itu.
Ya Allah, tiga tahun delapan bulan aku netap di Ibu Kota. Gak pernah nemu malaikat setampan ini. Ya Allah, apa ini nikmat dunia yang Engkau maksud? Jika benar, maka nikamat Tuhan manakah yang kau dustakan, Lisa?
"Lis." Teh Devi yang melihat reaksi Lisa pun langsung menepuk legannya. "Jawab salamnya atuh."
"Eh!" Lisa tampak kaget. "Wa... waalaikum sayang. Eh... maaf. Maksudnya walaikumsalam."
Lelaki berperawakan kekar itu menatap Lisa heran. Mungkin dia merasa asing karena sebelumnya tidak pernah bertemu.
"Ini siapa, Buk?" Tanya lelaki itu pada Mamah.
"Aku Lisa, anak bungsu Mamah Endang dan Abah Wawan." Jawab Lisa dengan cepat. Padahal harusnya Mamahnya yang menjawab karena pertanyaan itu untuk beliau.
"Owh, saya tidak pernah lihat sebelumnya. Perkenalkan, saya Erkan."
"Salam kenal kembali." Sahut Lisa.
"Lisa baru aja datang dari Jakarta, dia baru lulus kuliah." Kali ini Mamah ikut menimpali.
"Oh." Sahut lelaki tampan itu menjauhkan pandangan dari Lisa.
Lisa pun nengok kiri dan kanan seolah mencari seseorang. Namun tiba-tiba saja anak kecil itu menghampirinya dan membuat Lisa kaget.
Eh?
"Hallo Kakak cantik, kenalin aku Rayden." Anak itu mengulurkan tangannya pada Lisa.
"Aduh, tangan Kakak kotor gimana dong?"
"Kalau tangan Kakak kotor, aku bisa kenalan dengan cara lain kok."
Lisa mengerut bingung. "Gimana?"
Cup!
Tubuh Lisa membeku saat anak itu mencium pipinya dengan tiba-tiba. Bukan hanya Lisa yang kaget, tapi ayah dari anak itu pun terlihat kaget dengan apa yang anaknya lakukan.
"Sekarang kita sudah kenalan. Ray senang deh punya teman baru. Apa lagi cantik kayak Kakak."
Seketika wajah Lisa pun merona karena terus dipuji oleh anak kecil itu. "Beneran nih Kakak cantik?"
Rayden pun mengangguk yakin.
"Kalau cantik, sebelah lagi kasian nih belum dicium." Tanpa ragu Lisa memberikan pipi mulus sebelahnya pada anak menggemaskan itu.
Cup!
Rayden pun kembali mencium pipi Lisa yang satu lagi. Tetapi kali ini Lisa malah tertawa lepas. "Ya ampun... lucu banget sih. Kayaknya kita harus sering main deh. Gimana kalau besok kita main?"
Rayden tampak berbinar dan langsung mengangguk setuju. Lalu berlari menghampiri sang Papa. "Papa, besok Ray boleh main sama Kakak cantik kan?"
"Boleh, sayang."
"Yey... terima kasih, Papa."
"Sama-sama."
Tanpa sadar Lisa tersenyum saat melihat keharmonisan Ayah dan anak itu. Bahkan ia juga tidak sadar jika lelaki itu terpana dengan senyumannya yang begitu manis.
"Papa, kita jadi kan ke rumah Omah?" Tanya Rayden yang berhasil menarik perhatian Erkan.
"Jadi, sayang." Erkan pun menatap Mamah Endang sambil tersenyum. Aduh... senyumannya itu terlalu menggoda hati. "Buk, kami pamit dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jawab ketiganya kompak.
"Hati-hati bawa mobilnya, Nak Erkan. Kasian si kasep."
"Iya, Buk. Mari." Erkan pun tersenyum dan langsung memboyong Rayden ke dalam mobil yang sudah terparkir di depan gerbang.
"Dadah Nenek, dadah Kakak cantik."
"Dadah." Saat ini Lisa yang terlihat semangat. Dan mobil itu pun melaju perlahan meninggalkan komplek rumah.
"Mah, kok mereka perginya cuma berdua? Mamahnya Rayden gak ikut?"
Mamah pun tersenyum. "Erkan itu duda anak satu. Katanya sih istrinya udah meninggal saat lahirin Rayden. Kasian kan anak seganteng itu harus besar tanpa Ibu."
Owh... jadi dia duda anak satu toh. Lisa pun tersenyum sendiri. Tanpa sadar Mamah melihatnya.
"Kamu kenapa senyum-senyum pas tahu Erkan itu duda? Jangan bilang kamu tergoda lagi sama ketampanan dia?"
"Iya." Jawab Lisa spontan. Namun detik berikutnya ia langsung sadar. "Eh? Enggak maksudnya."
"His.. dasar ganjen." Cibir Mamah.
"Lah... kok malah dibilang ganjen. Lagian kalau Eneng nikah sama yang tampan kayak gitu pasti Mamah juga senang kan?"
"Iya juga sih. Hehehe."
"Hu... pake bilang Eneng ganjen lagi."
"Maaf deh... Mamah khilaf."
Lisa menyebikkan bibirnya sambil mencabut rumput dengan kasar. Sampai akar rumput itu ikut tercabut sangking kesalnya.
"Neng, emangnya beneran gak punya pacar gitu? Kan Eneng lama tuh tinggal di kota, masak iya gak ada yang nyangkut satu pun." Tanya Mamah yang belum percaya anaknya masih menjomblo. Padahal kan Lisa cukup cantik, apa lagi punya lekuk tubuh yang bagus.
Lisa menatap Mamahnya sekilas. "Mamah... bukan gak ada yang nyangkut sama Eneng. Cuma enengnya aja yang gak mau tersangkut sama orang kota. Lagian Eneng pernah denger ceramah di kampus. Katanya pacaran itu gak baik, sama aja kayak mendekati zina. Kalau yang naksir mah banyak. Bahkan ada nih dosen muda yang ngajak Eneng nikah."
Teh Devi yang merasa tersindir pun cuma melirik Lisa. Ia tidak bisa protes karena apa yang Lisa katakan itu ada benarnya.
"Terus kamu tolak?"
"Iya." Jawab Lisa dengan entengnya.
"Lah kunaon di tolak? Bukannya dosen itu gajinya gede?"
Lisa menghela napas berat. "Gajinya emang gede, tapi dia perhitungan banget. Masak iya dia yang ngajak makan ke restoran, Eneng yang harus bayar. Alasannya sih karena Eneng ini muridnya. Aneh banget kan?"
"Lah... bagus kalau kamu nolak. Bisa berabe Mamah punya mantu kayak gitu. Percuma banyak uang kalau pelit mah."
"Nah itu makanya aku nolak."
Mamah tersenyum lucu. "Terus kalau di kasih duda anak satu kayak Erkan mau gak?"
"Mau lah." Sambar Lisa. Sontak Mamah pun tertawa lepas mendengar itu. Bahkan Teh Devi juga ikut mesem-mesem mendengar jawaban refleks Lisa.
"Iihhh... Mamah mah suka mancing."
"Gak papa, Mamah juga setuju kalau punya mantu ganteng kayak Erkan. Mana tajir melintir lagi."
"Huh, mana mungkin Pak Erkan itu mau sama Eneng, Mah. Eneng ini kan cuma anak desa yang baru lulus kuliah. Kalau dilihat-lihat, kayaknya Pak Erkan suka sama tipe cewek sosialita deh."
"Sok tahu kamu mah. Emangnya bisa baca pikiran orang?"
"Enggak juga sih, hehe."
"Ada-ada aja. Udah ah ngobrolnya, kalian cabut semua rumput sampe ujung peger itu ya? Mamah mau ke dalam dulu buat minuman dingin."
"Iya, Mah." Jawab Lisa dan Teh Devi kompak.
"Teh, kapan mau nikah sama si Aa?"
"Gak tau atuh si Aa, teteh mah ikut si Aa aja lah. Gak mungkin kan maksa juga kalau si Aa belum siap."
"Iya sih, tapi kan kalian pacaran udah jalan lima tahun. Gak bosan kelamaan?"
"Kamu tanya aja sama Aa kamu. Dia yang masih ragu buat nikah. Teteh mah siap-siap aja diajak nikah pun."
Lisa tertawa lucu. "Setuju aku sama Teteh, yang penting mas kawinnya yang gede kan Teh? Saya terima nikahnya... dengan mas kawin satu unit mobil alpard, rumah mewah, uang seratus juta dan seperangkat alat solat dibayar tunai. Mantap gak kalau gitu?"
Teh Devi tertawa geli saat mendengar candaan Lisa. "Si Aa mah paling bisa pun ngasih ikan satu empang. Orang kerjanya aja cuma ngurus empang."
Kali ini Lisa yang tertawa kencang. "Ikan satu empang juga gak papa sih, Teh. Kalau di jual sampe juga lima puluh juta. Asal empangnya yang paling gede."
Kedua gadis berbeda usia itu pun tertawa geli karena obrolan yang mereka ciptakan sendiri.