NovelToon NovelToon
Jodoh Masa Kecil

Jodoh Masa Kecil

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Dosen / Perjodohan / Patahhati / Konflik Rumah Tangga- Terpaksa Nikah
Popularitas:305.1k
Nilai: 5
Nama Author: N. Mudhayati

Gendhis... Gadis manis yang tinggal di perkampungan puncak Sumbing itu terjerat cinta karena tradisi perjodohan dini. Perjodohan itu disepakati oleh keluarga mereka saat usianya delapan bulan dalam kandungan ibunya.
Gadis yang terlahir dari keluarga sederhana itu, dijodohkan dengan Lintang, anak dari keluarga kaya yang tersohor karena kedermawanannya
Saat usia mereka menginjak dewasa, muncullah benih cinta di antara keduanya. Namun sayang, ketika benih itu sudah mulai mekar ternyata Lintang yang sejak kecil bermimpi dan berhasil menjadi seorang TNI itu menghianati cintanya. Gendhis harus merelakan Lintang menikahi wanita lain yang ternyata sudah mengandung buah cintanya dengan Lintang
Seperti apakah perjuangan cinta Gendhis dalam menemukan cinta sejatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N. Mudhayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sajadah Merah

Ayam jago berkokok bersahutan. Musim kemarau belum jua bergegas meninggalkan mereka. Membuat udara dingin semakin menyayat kulit saat menjelang waktu subuh. Disaat semua orang sedang terlelap di alam mimpi, menarik selimut rapat-rapat, Gendhis sudah sedari tadi terjaga. Melawan air yang dinginnya seperti salju, dibasuhnya wajah putih cantik itu lalu mengambil air wudhu.

Gendhis lalu menghampakan sajadah merah yang selalu dia gunakan untuk bersujud. Bagaimana tidak, sajadah itu sangat istimewa baginya. Dia ingat betul, sajadah itu diberikan Lintang padanya saat ulang tahun Gendhis yang ke tujuh belas. Bersama satu buah jam tangan cantik berwarna merah muda, yang selalu dibawa kemanapun dia pergi.

Tak henti-hentinya dia mengucap syukur atas karunia yang telah Allah berikan padanya. Dia dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang selalu menyayanginya. Dan Lintang, adalah satu-satunya yang membuat Gendhis selalu tersenyum karena cintanya. Cinta yang sederhana, tapi terasa istimewa. Meski awalnya dia tak pernah mengerti dengan keinginan orang dewasa tentang perjodohannya, namun seiring berjalannya waktu, Gendhis mulai mengerti arti keinginan orang tuanya. Perhatian Lintang, kebaikannya, membuat Gendhis menyadari bahwa dia telah jatuh cinta pada jodoh masa kecilnya itu. Bahkan dia tak ingat, kapan dia mulai mencintai Lintang. Yang ia tahu bahwa Lintang selalu menjaganya, melindunginya, bahkan sejak masih kecil mereka selalu bermain bersama dengan teman sebayanya.

Angannyapun menerawang jauh.

"Lintang... Lintang... tolong... Gendhis, Lin..." Nadia panik memanggil Lintang yang sedang asyik bermain layang-layang di lapangan.

Lintang berhenti sejenak, lalu bertanya "Gendhis kenapa Nad?"

"Gendhis jatuh dari sepeda." Jawab Nadia.

Tanpa pikir panjang, Lintang melepas layangan yang sedang terbang tinggi di angkasa.

Nadia membawa Lintang menemui Gendhis yang sedang menangis karena lutut dan sikunya terluka. Gadis kecil itu masih duduk di samping sepeda yang tergeletak di tanah.

"Sudah... sudah... jangan nangis." Lintang mencoba menenangkan Gendhis yang masih menangis.

"Ayo, kita bersihkan dulu lukamu, setelah itu aku akan mengantarkan mu pulang, agar orang tuamu tidak khawatir." Lintang membawa Gendhis ke tepi jalan.

Terdengar gemercik air sungai kecil yang bening laksana kristal di tepi jalan. Rumput liar dan panjang bergoyang-goyang di tepian sungai karena dahan yang seolah terbawa air. Dengan penuh hati-hati, Lintang membersihkan luka Gendhis.

"Aduh... sakit, pelan-pelan dong Lin." Gendhis terkejut saat dinginnya air sungai membasahi lukanya.

Nadia teman Gendhis itu hanya mengamati saja di samping Lintang, tanpa tahu harus berbuat apa. Dia sangat takut melihat darah. Wajar saja jika dia tampak panik.

"Iya... iya... ini juga udah pelan." Jawab Lintang sambil terus membersihkan luka Gendhis yang ada di siku kirinya.

Setelah lukanya bersih, Lintang membawa Gendhis pulang dengan menaiki sepeda onthel milik Gendhis. Lintang mengayuh sepeda dengan kuat dan Gendhis duduk di belakang membonceng. Dia tidak menyangka kalau anak laki-laki yang dulu menolong saat dia terluka waktu masih kecil, sebentar lagi akan menjadi tunangannya. Dia merasa sangat bahagia.

Gendhis baru menyadari kalau ternyata dirinya sudah dijodohkan dengan Lintang waktu usianya baru empat belas tahun. Saat itu dia masih SMP. Awalnya dia tidak pernah menganggap ini sebagai hal yang serius. Tapi beberapa minggu terakhir ini, Lintang seolah benar-benar telah mencuri hatinya. Perhatian Lintang, kebaikan Lintang, apalagi beberapa waktu lalu saat usia Gendhis genap berusia 17 tahun. Di hari ulang tahun Gendhis, Lintang menyatakan perasaannya. Bukan karena mereka telah dijodohkan sejak kecil, namun Lintang benar-benar mencintai Gendhis, seperti yang dia ucapkan.

"Gendhis... aku beneran suka sama kamu..." Lintang ungkapkan isi hatinya.

Gendhis sempat terkejut dengan ucapan Lintang lantas menggoda, "Lhoh, bukankah Mas Lintang sukanya sama Linda? Kenapa tiba-tiba bilang suka sama aku?" Gendhis tersenyum-senyum.

"Ya ampun Dis, itukan dulu waktu kita bertiga masih kecil baget. Kamu kan yang suka jodoh-jodohin aku sama Linda? Apaaa... Jangan-jangan waktu itu kamu yang diam-diam suka sama aku tapi malu ya mau ngomong? Makanya jodoh-jodohin aku sama Linda. Iya, kan?" Lintang balik menggoda Gendhis waktu itu sepulang sekolah di taman depan sekolah mereka.

"Ehhh... apaan sih, ya enggak lahhh..." Jawab Gendhis dengan rona memerah di pipinya.

Keduanya masih duduk di kursi taman sekolah sembari menunggu ekskul yang akan diikuti keduanya seusai jam sekolah.

Lintang adalah salah satu anggota tim basket terbaik di SMAN 1 Bandongan atau sering dikenal dengan nama SMANDONG. Tim tersebut sering menjuarai kompetisi olahraga basket antar sekolah di Kabupaten Magelang. Tak heran banyak gadis yang sebenarnya menaruh rasa padanya. Namun rupanya berita pertunangan Lintang dan Gendhis membuat para gadis-gadis itu menyerah sebelum bertanding.

"Kalau aku suka sama Linda, berarti harus siap-siap patah hati dong." Jelas Lintang sambil menikmati cup plastik yang berisi minuman dingin favoritnya cappucino.

"Lho, kenapa bisa Mas?" Tanya Gendhis.

"Kamu lupa ya, satu minggu setelah kita tunangan nanti kan Linda nikah..." Lintang heran kenapa Gendhis bisa lupa hari pernikahan teman dekatnya itu.

"Oh iya... kenapa aku bisa lupa hari pernikahan temanku sendiri Ya Allah..." Gendhis lantas terdiam sesaat.

Lintang melihat wajah gadis yang duduk di sampinya itu tiba-tiba memucat.

"Kamu kenapa Dis?" Tanya Lintang.

"Nggak, Mas. Aku cuma prihatin aja. Kita bertiga kan dulu deket banget. Main ke mana-mana bertiga, susah seneng bareng bertiga. Saat kita bertungan nanti, setelah itu Linda akan memulai hidup barunya." Jawab Gendhis terbata-bata.

"Lalu kenapa kamu sedih? Harusnya bahagia, temanmu mau nikah." Seolah Lintang tak tahu apa yang sedang dipikirkan Gendhis.

"Gimana aku mau bahagia mas. Linda itu masih se usia ku. Dia harus menikah saat seharusnya berada di sini bersama kita."

Gendhis diam sesaat lalu kembali berkata, "Dia sempet cerita sama aku beberapa waktu lalu di rumah, tentang perjodohannya itu, sebenarnya dia tidak menginginkan ini terjadi begitu cepat. Dia masih ingin bersekolah. Bahkan betapa sedihnya aku saat Linda berkata bahwa nasibnya tidak seberuntung diriku..."

Mata Gendhis berkaca-kaca.

"Dia berkata bahwa aku sangatlah beruntung karena dijodohkan dengan keluarga yang bisa memahami betapa pentingnya pendidikan. Bahkan mereka rela menunggu sampai aku lulus kuliah saat menikahkan kita nanti. Tapi Linda?" Lanjut perkataan Gendhis.

"Gendhis... seperti yang kita tahu, kita tidak bisa menentang perjodohan dari leluhur kita. Seperti itulah yang di rasakan Linda. Jadi, kamu jangan terlalu bersedih, lihat... kecantikanmu bisa luntur karena air matamu." Lintang menghibur seraya mengusap lembut air mata Gendhis dengan sapu tangan di sakunya.

Gendhis hanya tersenyum sembari mengusap air mata di pipinya dengan sapu tangan Lintang. Dalam hati ia berkata, saat ini dia hanya bisa menghapus air mata yang keluar karena kesedihan pernikahan dini yang dialami oleh sahabat dekatnya, tapi esok ia berjanji... akan menghapuskan perjodohan dan pernikahan dini yang ada di Desanya.

Lintang pun akhirnya mengerti betapa Gendhis sangat sedih dengan kondisi sahabatnya. Tapi dia tak bisa berbuat banyak, selain menghibur kekasihnya itu dengan menguatkannya.

"Thok... thok... thok..."

"Gendhis... Nduk... bangun sayang, sudah hampir subuh, Nak...."

Suara itu memecahkan lamunan Gendhis. Dia baru tersadar saat suara ibunya mengetuk pintu dan membangunkannya. Seketika bayangan masa kecil dan percakapannya dengan Lintang siang lalu pun sirna.

"Iya, Bu. Sebentar..." Gendhis bergegas membukakan pintu untuk ibunya yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya. Dengan masih mengenakan mukena putih dengan bordir merah muda Gendhis membuka pintu.

"Lho, kamu sudah bangun to Nduk?" Tanya Bu Sari.

"Tadi Gendhis bangun terus sholat tahajjud, baru selesai beberapa waktu lalu tiba-tiba Ibu sudah di depan kamar Gendhis. Sampai Gendhis tak sempat lepas mukena." Jawab Gendhis.

Bu Sari tersenyum bahagia. Bersyukur dianugerahi putri seperti Gendhis. Selain, cantik dan pandai, Gendhis juga anak yang rajin sembahyang.

"Ya sudah, Bapak sama Ibu mau jamaah ke masjid dulu. Kamu mau ikut?" Tanya Bu Sari.

"Baik, Bu. Gendhis ambil sajadah dulu." Gendhis pun melipat lantas membawa sajadah merah yang diberikan Lintang saat ulang tahunnya beberapa waktu lalu. Dari semua hadiah yang pernah diberikan Lintang, Gendhis merasa inilah hadiah yang paling indah untuknya.

Dari kejauhan sayup terdengar suara adzan subuh. Lalu suara adzan masjid Kampung Merangi adalah yang paling keras. Pertanda bahwa waktu sholat subuh telah tiba.

Gendhis, Radit, Pak Ratno dan Bu Sari pun berjalan menuju masjid yang berada di pusat Kampung Merangi.

Ketika Bu Sari mengajak berjamaah je masjid, Gendhis lalu menyanggupinya. Karena seperti yang ia tahu, bahwa sebaik-baiknya wanita sholat itu adalah sholat berjamaah di rumahnya sendiri. Kecuali ditemani dengan mahramnya apabila hendak berjamaah di masjid. Seperti yang Gendhis lakukan saat ini.

Seusai mereka sholat subuh berjamaah di masjid, seperti halnya warga Kampung Merangi lainnya. Mereka minum teh sejenak dengan beberapa makanan pengganjal perut untuk menghangatkan tubuh. Setelah itu mereka pergi ke ladang. Anak-anak kecil bersekolah, dan para wanita sibuk dengan setumpuk pekerjaan rumah, mulai dari memasak, mencuci, bersih-bersih rumah, mengurus anak mereka, baru setelah itu selesai, mereka akan menyusul suaminya di ladang dengan membawakan bekal. Begitulah rutinitas warga Kampung Merangi setiap harinya. Tingkat pendidikan dan fasilitas nya pun masih sangat terbatas.

Bisa dibilang, saat itu Desa Sekar Wangi khususnya Kampung Merangi, masih tertinggal cukup jauh dengan desa-desa lain yang ada di bawahnya. Itulah alasannya mengapa Gendhis sangat ingin sekali mengubah tatanan masyarakat di sana. Terutama kesadarannya akan pendidikan dan perjodohan masa kecil. Karena menurut Gendhis perjodohan masa kecil itu sangatlah rentan. Baik dari sisi kesehatan, mental, juga rentan perceraian saat usia mereka menikah terlalu dini.

****

"Gendhis... Gendhis..." Terdengar suara Bu Sari memanggil anaknya dari luar rumah.

"Ya, Ibu... sebentar lagi ambil tas." Jawab Gendhis.

"Tunggu sebentar ya Nak Lintang, biar saya panggilkan Gendhis." Bu Sari meletakkan sapu lidi yang ia gunakan untuk menyapu halaman lalu memanggil putrinya.

Tapi Lintang mencegahnya, "Ee... eh... ndak usah Bu Sari. Saya tunggu saja, sebentar lagi juga keluar. " Ucap Lintang sambil duduk di atas motor honda CBR150R warna merah kesayangannya.

"Ibu, Gendhis berangkat sekolah dulu." Gendhis berpamitan dan mencium tangan Bu Sari.

"Ya, Nduk... Hati-hati..." Jawab Bu sari.

Keduanya pun berangkat ke sekolah dan pulang bersama. Begitulah setiap harinya.

Ketika dalam perjalanan ke sekolah, Lintang berkata, "Dis... eemmm, kamu bisa bantu aku nggak?"

"Bantu soal apa, Mas?" Tanya Gendhis.

"Kamu tahu kan, sejak kecil aku pengen banget jadi TNI? Menurut kamu gimana?" Lintang balik bertanya.

"Kalau aku, selagi itu baik untuk Mas Lintang dan keluarga Mas, aku pasti selalu dukung." Gendhis menjawab.

"Nah, itu masalahnya Dis, Ibu pasti nggak akan setuju. Apalagi Bapak." Lintang nampak putus asa sambil terus mengendarai motornya menuruni jalan sepanjang puncak Sumbing menuju sekolah mereka.

"Bapak itu pengennya, aku ngelanjutin usaha Bapak, ngurus lahan pertanian Bapak. Apalagi aku anak laki-laki satu-satunya dari keluarga Mitro Dimejo." Lanjut Lintang.

"Mas Lintang kan belum coba ngomong baik-baik, Pak Argo pasti bisa mengerti keinginan Mas Lintang." Saran Gendhis.

"Sudah, Dis..." Potong Lintang.

"Lalu?" Seolah berpura-pura tak tahu Gendhis bertanya.

"Sudah pasti lah Bapak nggak setuju." Jawab Lintang putus asa.

Keduanya pun terdiam sejenak.

"Dis... aku bisa minta tolon nggak?" Tanya Lintang.

"Aku bisa bantu apa Mas?" Gendhis balik bertanya.

"Kamu bisa kan, ngomong sama Bapak sama Ibu kalau setelah lulus sekolah nanti aku pengen daftar jadi TNI...?" Pinta Lintang.

"Aku, Mas?" Gendhis heran. Ucapan Lintang saja tak di setujui sama Pak Argo, apalagi dirinya.

Namun Lintang tahu, apapun yang diucapkan Gendhis pada orang tuanya, tidak akan mungkin bisa di tolak. Lintang paham betul, hati orang tuanya pasti akan luluh jika Gendhis yang memintakan izin untuknya.

"Tapi... apakah Pak Argo mau mendengarkan ucapan Gendhis?" Gendhis ragu.

"Bukan hanya mendengarkan, Dis. Mereka pasti akan menyetujuinya." Lintang meyakinkan.

Gendhis masih terdiam seolah berfikir tentang apa yang kekasihnya itu ucapkan.

Lintang tiba-tiba menghentikan laju motor nya di bawah pohon nan rindang di tepi jalan.

"Kenapa berhenti, Mas? Kita hampir terlambat sampai di sekolah." Gendhis masih tak mengerti.

Lintang berbalik badan menghadap Gendhis, memegang kedua tangannya, menatap matanya dalam-dalam dan berkata, "Please... bantu aku mewujudkan impianku, Dis... kamu bilang sama Bapak, kita akan menikah setelah aku lulus pendidikan militer nanti. Yaaaa..." Lintang memohon.

Gendhis pun tak bisa menolak permintaan kekasihnya itu.

"Baiklah, Mas... aku akan berusaha ngomong sama Pak Argo." Jawab Gendhis.

Lintang lega mendengar jawaban itu. Ia merasa, Gendhis lah satu-satunya harapan yang bisa membuka lebar jalan untuk Lintang mencapai harapan dan cita-citanya selama ini. Menjadi seorang anggota TNI, ya... itulah impian terbesarnya.

Motor yang mereka kendari pun kembali melaju menuju sekolah.

*****

1
Nur Mashitoh
Riko cocoknya jd sahabat
Hairun Nisa
Kalau Lintang n Arnold masih Taruna, berarti Gaby yg sudah jadi Dokter... usianya jauh lebih tua donk ya?
Gandis juga baru lulus SMA kok bisa langsung jadi guru?
Nur Mashitoh
Tah jodohmu yg nolongin Dhis
Nur Mashitoh
kasihan Gendhis..beruntunglah nanti yg dpt jodoh Gendhis
Nur Mashitoh
Gala jodohnya Gendhis nih..sama² hatinya suci
Nur Mashitoh
pantaslah klo Lintang ga berjodoh dgn Gendhis yg sholeha karna Lintang punya sisi liar yg terpendam
Hera
👍🏻👍🏻👍🏻
Ruzita Ismail
Luar biasa
⚘Senja
alur critanya mirip sinetron india "Anandi". ini menurutku ya kakak.
Afida Punya Hayat
bagus, ceritanya menarik
Sandisalbiah
penyesalan itu emang dari dulu selalu gak patuh dgn peraturan krn dia selalu datang terlambat dan sayangnya sampe sekarang gak ada yg bisa menegurnya buat sadar... hadehh.. lintang.. terima nasib aja deh...
Sandisalbiah
nah lo... sakit gak tuh... kamu yg menabur angin lintang, maka kamu yg akan menuai baday... tinggal nunggu karma buat si geby...
Sandisalbiah
karma mulai mereyap mendekat kehidupan lintang.. hemmm... selamat menikmati.... hubungan yg diawali dgn yg salah dan kebohongan juga hanya berlandaskan nafsu yaaa.. endingnya begini... rumah tangganya kacau...
Sandisalbiah
simalakama gini mah....
Sandisalbiah
nah.. makan yg kenyang hasil karya mu lintang... biar warga tau semua kebobrok kan mu... enak aja mau ngikat Ghendis, gak rela Ghendis diambil cowok aini... situ waras.... dasar kang selingkuh...
Sandisalbiah
thor.. enaknya si lintang ini kita ceburin ke kawah merapi yuk... udah egois, songong pula... pengen tak pites itu org...
N. Mudhayati: 😆😆😆 setuju bangeeet kakak.... 👍👍
total 1 replies
Sandisalbiah
pengecut berkedok pahlawan bertopeng kamu Lintang.. banci yg berkaris atas dukungan Lintang tp kamu bagai kacang lupa akan kulinya... jd gak sabar pengen lihat karma apa yg akan kamu terima karena tega menyakiti gadis yg tulus seperti Ghendis
Sandisalbiah
gak gampang buat nyembuhin luka hati pak dosen... se enggak nya perlu waktu dan kesabaran... semangat pak Gala... obatin dulu luka hati Ghendis baru rengkuh hatinya...
enokaxis_
bagus
Noer Anisa Noerma
lanjuuutttttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!