Assalamu'alaykum
Selamat datang di karyaku dan terima kasih sudah membaca dan mendukung cerita ini.
🌺
WARNING!!
KARYA MENGANDUNG BAWANG DAN KEHALUAN TINGKAT TINGGI BAHKAN DILUAR NALAR MANUSIA NORMAL!
Pernahkah kalian berfikir jika anak genius itu ada? Jika di film mungkin sudah kita temui, yang berjudul baby bos.
Di dalam dunia nyata, kehadiran anak jenius memang jarang terjadi, namun mereka juga memiliki bukti Ekisitensi yang dapat dilihat dari begitu banyaknya kemajuan yang terjadi saat ini.
Namun bagaimana ketika kalian dipertemukan dengan anak genius berusia 2 tahun yang bisa menggebrak dunia dengan hasil ciptaannya.
🌺🌺
Fajri Hanindyo. Sang Anak genius, memiliki IQ yang sangat tinggi Yaitu 225. Ia lahir dari malam dimana rusaknya mahkota Fajira, sang ibunda. Dengan otak yang genius tanpa sadar, ia bekerja sama dengan Ayahnya dan membuat Fajri menjadi anak yang kaya raya dalam waktu singkat ketika berhasil memproduksi mesin rancangannya sendiri.
Irfan yang yang begitu mendambakan sentuhan Fajira berusaha untuk membuat gadis itu kembali kedalam pelukannya. Keegoisannya runtuh, ketika ia berhasil menemukan Fajira dan juga mendapatkan bonus seorang anak yang tampan yaitu Fajri.
bagaimana kisah selanjutnya? yuk baca cerita ini.
terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Pertumpahan Darah
Pagi menjelang, Asisten Ray masih setia menemani Tuannya di ruangan itu. Ia terjaga semalaman agar tidak ada lagi satupun kejadian yang luput dari penglihatannya.
Tok, tok, tok.
"Huft. Tu-Tuan?" panggilnya dengan gemetaran.
Tok, tok, tok.
"Tuan, bangun ini sudah pagi!" Ucap Ray kembali.
Sepertinya mereka masih terlelap.
Ia kembali duduk di atas sofa sambil memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah ini.
Sementara di dalam kamar, Irfan mengerjabkan mata, betapa terkejutnya ia ketika mendapati tubuh polosnya tengah memeluk tubuh seorang perempuan.
Deg...
Mampus siapa dia?. Perjaka gue?. Batinnya terkejut dengan detak jantung yang tidak berirama.
"Hei kau, bangun! Hai siapa kau ha?" ucapnya dan menggoyang tubuh mungil itu dengan kasar.
Engh...
"Sakit, tolong! Jangan Pak, sakit!" lirih Fajira.
Entah ia sedang tidur atau bagaimana, yang jelas ucapannya terdengar sangat menyayat hati.
"Ap-apa yang sudah Gua lakukan?" ucapnya ketika menyingkap selimut dan melihat bercak darah yang cukup banyak, menyebar di atas kasur dan juga pada buah pisangnya.
"Di-dia perawan?" ucapnya masih terkejut.
"Sshh... Aauu!" ringisnya dengan memegang kepala yang teras sakit karna teringat dengan kejadian malam tadi.
"Itu salah dia, kenapa dia berada di sini malam-malam!"
Irfan bangkit dan segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkankan diri dan berganti pakaian. Setelah selesai ia memandang wajah pucat perempuan yang sudah merenggut keperjakaannya.
Ceklek....
Ia membuka pintu dan segera keluar dari sana, terlihat Asisten Ray terkejut dan langsung berdiri menatap Irfan tajam.
"Kenapa?" ucapnya dingin.
"I-itu tuan?" Ucap Ray Takut.
"Kamu urus dia!" Ucao Irfan dingin.
"Ba-baik tuan!" Ucap Ray segera bergegas dan masuk kedalam kamar pribadi itu, namun ketika hendak membuka pintu suara Irfan kembali menghentikannya.
"Tunggu!"
"Iya, tuan?" Ucap Raya menghela nafasnya.
"Siapkan baju untuk perempuan itu, biar saya yang membangunkannya," Ucao Irfan tegas.
"Ba-baik, tuan!" ucap Ray terkejut dengan respons dari Irfan.
Ray segera menelfon bawahannya untuk membawakan satu stel pakaian perempuan lengkap dengan daleman. Sementara Irfan kembali masuk ke dalam kamar dan menatap perempuan yang masih terisak dalam tidurnya itu.
"Hei, kau bangun!" ucapnya dan menggoyangkan kaki Fajira menggunakan kakinya. "Hei, kau bangun!" sambungnya dengan suara yang meninggi.
Engh,...
Fajira perlahan membuka mata sayunya dengan perlahan, ia melihat seorang laki-laki dengan menggunakan pakaian formal tengah berdiri tak jauh darinya. Ia kembali ketakutan ketika melihat wajah laki-laki itu.
"Ja-jangan, Sa-saya mohon!" ucap Fajira berusaha untuk bangun, namun ia terpekik ketika merasakan sakit yang teramat pada daerah terlarangnya.
"Aaakkhh, sakit!" lirihnya dengan air mata yang sudah mengalir. "To-tolong, jangan apa-apakan saya lagi!" sambungnya dan kembali pingsan.
Irfan sedikit terkejut melihat wanita itu kembali tidak sadarkan diri. Segera ia mengambil ponselnya dan mendial salah satu nomor yang ada di dalam ponsel itu.
Tuut, tuut.
"Halo bang?"
"Ke kantor Gua sekarang!" Ucap Irfan dengan begitu tegas
Tut.
Irfan masih memandang Fajira yang sudah pingsan karna ketakutan itu. Sejenak ia merasa bersalah, namun karna ego yang tinggi membuat Irfan melimpahkan semua kesalahan itu kepada Fajira. Ia menunggu beberapa saat hingga perempuan cantik itu kembali terbangun dari pingsannya.
"hei bangun! bangun lo! sana ganti baju, nanti kita bicarakan masalah ini, dokter akan datang sebentar lagi dan lo harus selesai berpakaian sebelum dia datang!" ucap Irfan sebelum keluar dari ruangan itu.
"Hiks, hiks," Fajira menangis tersedu karna memikirkan nasibnya saat ini. Mencoba berdiri dengan segala kesakitan yang ia rasakan.
"Sshhh... Perih banget, hiks!" Perlahan ia mencoba berjalan dengan tertatih berusaha untuk mencapai kamar mandi.
Setibanya di sana Fajira bersandar di kamar mandi dan menangis sejadi-jadinya. Tangisan itu terdengar sangat menyayat hati bagi siapapun yang mendengar.
Dengan terisak ia masih berusaha untuk membersihkan badannya yang sudah di penuhi bercak merah cenderung kebiruan sebagai tanda yang di berikan oleh Irfan di tubuh Fajira dan itu terlihat sangat kontras dengan kulit putih bersih miliknya.
Ia termenung memikirkan apa kesalahan yang ia perbuat, hingga ia berakhir seperti ini. Seandainya ia tidak menolong laki-laki keparaat itu mungkin saat ini ia masih bisa tidur nyenyak di dalam kontrakannya.
Sementara di luar, Irfan memanggil cleaning service untuk membersihkan kamar itu secara kilat dan harus selesai sebelum Fajira keluar dari kamar mandi.
"Tuan ini baju untuk perempuan itu," ucap Ray yang baru saja tiba dengan beberapa papper bag di tangannya.
Dengan sigap, Irfan mengambilnya dan melangkah menuju kamar pribadi yang tengah di bersihkan itu.
"Cepat kau selesaikan, ganti seprai itu segera! Dalam lima menit jika tidak selesai, angkat kaki kau dari sini!" Bentaknya dengan kasar dan membuat CS itu ketakutan.
"Ba-baik Tuan."
Dengan segera ia membersihkannya tanpa tertinggal sedikitpun. Jantung yang berdetak lebih cepat dan diburu oleh waktu membuatnya dengan sigap melaksanakan perintah dari Irfan tanpa mengeluh. Setelah selesai ia langsung keluar dan pamit dari ruangan yang terasa mencekam itu.
"Tunggu!" panggil Ray ketika tangan CS itu sudah memegang hendle pintu.
"I-iya, Pak?" ucapnya gugup dan takut.
"Jangan sampai ada yang tau tentang masalah ini. Jika saya mendengar gosip yang tidak-tidak, kamu yang harus bertanggung jawab!" ucap Ray dingin.
"Ba-baik Pak. Permisi." ucapnya keluar dan berlari menuju kebawah.
Sementara Irfan duduk di atas kursi kebesarannya dengan memijat kepala yang terasa berat.
Kenapa ini terjadi? Perjaka ku di renggut oleh perempuan itu dan siapa dia? Aarrghhh. Bathinnya frustrasi.
Tok, tok, tok.
"Masuk!" ucap Irfan ketika mendengar ketukan pintu dari luar.
Masuklah seorang perempuan muda yang cantik jelita dengan balutan jas putih di badannya. Dia Annisa saudara sepupu Irfan yang berprofesi sebagai dokter umum.
"Lo ngapain nelfon gue bang? Kebiasaan deh!" Ucapnya kesal karena kebiasaan Irfan yang langsung mematikan panggilan tanpa mendengarkan jawaban dari orang dibalik telefon.
"Tuh lo urus dia!" ucap Irfan menunjuk ke arah kamar.
"Siapa? Siapa yang harus gue urus?" ucap Annisa bingung
"masuk aja." Ucap Irfan merasa kesal.
Ceklek...
Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, namun nihil ruangan itu kosong tanpa ada tanda-tanda kehidupan di sana.
"Gak ada orang, Bang. Lo mau mempermainkan Gua? Lo tau kan jadwal gua lagi padat sekarang?" ucap Annisa kesal dan membuat Irfan bangun dari duduknya lalu melangkah masuk ke dalam kamar.
Tok, tok, tok.
"Hei gadis, keluar kau sekarang juga atau saya dobrak pintu ini!" Teriak Irfan setelah menggedor pintu kamar mandi dan sukses membuat Annisa terkejut.
Pe-perempuan? Yang benar saja!. Batinnya.
"I-iya!" jawaban lirih terdengar dari dalam kamar mandi.
"Lo tunggu dia di sini dan sekalian bantu untuk memakaikan bajunya, habis itu lo periksa, pastikan kalau dia bukan wanita berpenyakit!" Ucap Irfan dingin.
"Iya, sana keluar lo! Awas aja lo macam-macam sama anak gadis orang, gue bilang tante baru tau rasa!" ucap Annisa kesal.
"Hmm." Deham Irfan keluar dari sana dan menutup pintu kamar.
Tak berapa lama Fajira keluar dengan wajah putih pucat dan terdapat memar di bagian bibirnya bekas tamparan keras Irfan semalam. Ia terkejut ketika melihat ada orang lain di dalam kamar itu. Tubuhnya meremang dan mematung.
Ap-apa dia Vina?.
Ia bingung harus bersikap bagaimana saat ini, jangankan untuk melangkah, mengangkat kepalanya saja ia tidak mampu.
"Siapa kamu?" ucap Annisa mendekat.
"Sa-saya Fajira, kak!" ucapnya menghindari sentuhan dari Annisa.
"Duduk dulu, yuk!" ucap Annisa lembut dan menyadari bahwa perempuan yang ada di depannya ini tengah ketakutan.
"Sa-saya," Ucap Fajira hendak berbicara kembali
"sudah, duduk dulu!" Cegat Annisa.
Ia membantu Fajira untuk duduk di atas kasur dengan lembut. Ia meringis menatap memar yang ada di tubuh gadis yang ada di depannya ini.
Dasar laki-laki, tidak bisakah sedikit lembut kepada wanita. Sok bilang masih perjaka padahal udah seganas ini masih saja mengelak. Bathin Annisa mengutuk Abang sepupunya itu.
"Jangan takut, saya seorang dokter. Hmm apa hubungan kamu dengan abang saya?" tanya Annisa dengan lembut, sementara Fajira hanya menggeleng dan menunduk.
"Lalu kenapa kamu bisa berada disini?" Tanya Annisa kembali.
"sa-saya hanya pengantar makanan dokter," Ucap Fajira dengan mata yang berkaca-kaca.
"Apa abang memesan makanan di tempat kamu kemarin?" Tanya Annisa menelisik.
"I-iya,"
"Terus?"
"Waktu saya mengantar makanan kemarin, saya melihat ada orang yang sedang kejar-kejaran dari ruangan ini. ketika hendak mengantarkan makanan, saya melihat ada laki-laki yang tengah terduduk di lantai sambil memegang kepala. Saya tidak tau apa yang terjadi. Ketika hendak membantunya saya malah di paksa un-untuk melayaninya dengan kasar!" ucap Fajira menangis tersedu.
"Kamu masih perawan?" tanya Annisa dengan hati-hati.
"Iya saya masih perawan, dan sekarang masa depan saya sudah hancur hiks,... hiks,..." Ucap Fajira semakin menangis.
Kasihan banget kamu harus bertemu dengan tuan muda yang gila itu!. Batin Annisa meringis.
"kita coba cek keadaan kamu ya. Ini ada baju, di pakai dulu. Saya keluar sebentar!" Annisa beranjak dari sana dan meninggalkan Fajira sendiri.
Aku kotor! aku seorang jalaang! hiks. Batin Fajira menangis.
Ia hanya bisa menahan isaknya yang terdengar sangat putus asa. Setelah beberapa lama Annisa kembali masuk dan memeriksa bagaimana kondisi Fajira saat ini.
"Kamu gak apa, istirahat yang banyak dan penuhi asupan gizi kamu ya" ucap Annisa tersenyum.
"Terima kasih!" Ucap Fajira sudah merasa lebih tenang
Tok, tok, tok.
"Cha bawa dia keluar!" Suara bariton milik Irfan terdengar dari luar dan sukses membuat Fajira kembali ketakutan.
"Dokter, tolong bawa saya dari sini! Saya tidak mau bertemu dengan dia. Tolong bawa saya keluar dari sini dokter, saya mohon!" Ucap Fajira kembali histeris.
"Iya, nanti kamu akan di bawa pergi dari sini. Sekarang ayo kita keluar dulu." Fajira patuh mengikuti langkah kaki dokter itu walapun masih terasa sangat sakit pada daerah terlarangnya.
Fajira menunduk tanpa mau melihat siapa yang tengah berada di depannya. Ia bersembunyi di belakang tubuh Annisa yang lebih tinggi, agar bisa menghalangi pandangan laki-laki keparat itu.
"Duduklah!" ucap Annisa menyuruh Fajira duduk di atas sofa ruangan itu.
"Siapa nama kamu?" tanya Irfan dingin.
"Fa-Fajira," Ucapnya menahan tangis.
Irfan mengeluarkan cek di sana dan meletakkannya di atas meja.
"itu cek untuk kamu, sebenarnya saya rugi karna kehadiran kamu disini. Saya rugi waktu, rugi uang, juga keperjakaan saya juga sudah kamu renggut. Ini cek ambil saja, dan setelah ini jangan pernah hadir dalam hidup saya. Jika benih itu tumbuh di dalam rahim kamu gugurkan segera. paham!" Ucap Irfan sarkas.
Semua orang terdiam mendengarkan ucapan Irfan.
Hiks bapak pikir saya sudah bolong!. bathin Fajira masih terisak
"Kamu antarkan dia pulang Cha, pastikan kehadirannya tidak menimbulkan kecurigaan karyawan disini!" tanpa menunggu jawaban dari Annisa, Irfan segera melangkah keluar di ikuti oleh Ray.
Sementara dokter muda itu menatap iba perempuan yang ada di sampingnya ini.
"kamu gak apa kan? Habis ini saya antar kamu pulang. Pakai masker dan topinya, agar tidak ada yang mengenali kamu nanti!" Ucap Annisa.
"Te-terima kasih kak!" Ucap Fajira memakai semua atribut itu.
Annisa membantu Fajira untuk keluar dari sana setelah perempuan itu siap untuk berjalan. Walaupun masih terasa sakit tetapi ia tetap memaksakan agar bisa keluar dari ruangan yang sudah merenggut masa depannya ini.
Sreek....
💖💖💖
TO BE CONTINUE