Setelah ibu mertuanya meninggal, Zara Hafizah dihadapkan pada kenyataan pahit. Suaminya, yakni Jaka telah menceraikannya secara tiba-tiba dan mengusirnya dari rumah. Zara terpaksa membesarkan anaknya yang masih berusia 6 tahun, seorang diri
kehidupan Zara semakin membaik ketika ia memutuskan hijrah dan bekerja di Ibu Kota.
Atas bantuan teman dekatnya,
Suatu hari, Zara bertemu dengan Sagara Mahendra, CEO perusahaan ternama dan duda dengan satu anak. Sagara sedang mencari sosok istri yang dapat menjaga dan mencintai putrinya seperti ibu kandungnya.
Dua orang yang saling membutuhkan tersebut, membuat kesepakatan untuk menikah secara kontrak.
Sagara membutuhkan seorang istri yang bisa menyayangi Maura putrinya dengan tulus.
Dan Zara membutuhkan suami yang ia harap bisa memberinya kehidupan yang lebih baik bagi dirinya serta Aqila putrinya.
Bagaimanakah perjalanan pernikahan mereka selanjutnya, akan kah benih-benih cinta tumbuh di antara mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli Priwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Maura
Entah kenapa Zara merasakan sesuatu yang aneh saat tangannya di genggam begitu kuat oleh Sagara, seolah si pria ini, enggan untuk melepaskannya, seumur-umur ia belum pernah di perlakukan seperti ini oleh seorang pria, meskipun dulu dirinya sempat menikah, tapi sikap Jaka begitu dingin padanya, menggenggam tangan pun hanya sepintas saja, itu juga terpaksa karena posisinya di depan ibunya.
Zara sempat kesakitan, hingga akhirnya saat mereka tiba di depan lobby kantor, Zara meminta Sagara untuk melepaskan tangannya, apalagi saat ini mereka berdua menjadi pusat perhatian satu gedung.
'Kenapa di hari pertama aku bekerja, bisa merasa begitu malu seperti ini? Aarrkkkhhh Tuan, bisakah anda bersiap biasa saja dan tidak berlebihan? Aku ini bukanlah mainanmu dan juga kelinci peliharaanmu!' umpatnya dalam hati.
"Diam kau, sebaiknya kau cepat masuk ke dalam mobil!" perintah nya sambil membuka pintu mobil, lalu memaksa untuk segera masuk ke dalam, Zara pun tidak bisa berkata apapun.
Selama dalam perjalanan, entah kenapa Saga masih enggan melepaskan genggaman tangannya, kini keduanya berada di jok belakang dan duduk bersebelahan, sedangkan di jok depan, ada Pak Tito, yakni supir pribadinya Tuan Sagara
'Sampai kapan anda mau menggenggam tanganku Tuan?' keluhnya dalam hati.
Saat Saga akan mengambil ponsel dari saku celananya ia baru tersadar jika sedari tadi tangannya masih menggenggam tangan Zara, otomatis ia pun buru-buru melepaskannya.
"Hey, kenapa kau malah diam saja hah? Kau tahu kan sedari tadi aku terus menggenggam tanganmu, apa kau sudah nyaman saat aku genggam tanganmu itu hah?" godanya sambil menaikan alisnya.
"Anda jangan seenaknya memutar balikan fakta, sedari tadi kan saya sudah meminta anda untuk melepaskan tangan saya, tapi Tuan seolah tidak peduli, jadi yang seharusnya bertanya seperti itu adalah saya, bukan anda!" balas nya dengan puas.
Seketika Sagara langsung terdiam dan tidak berkomentar apapun, wajahnya sampai ia palingkan karena menahan rasa malu, ia pun bingung terhadap dirinya sendiri, kenapa ia tidak bisa bersikap kejam seperti dulu?
Setibanya di Rumah Sakit, Zara terlihat kebingungan.
"Siapa yang sakit Tuan?" tanyanya sambil mengekori Sagara dari belakang, karena saat sagara melangkahkan kedua kakinya, ia begitu cepat.
"Maura!" jawabnya singkat.
Sontak Zara pun kaget tidak percaya, kemudian ia berlari kecil agar bisa sejajar dengan Tuan Saga.
Setibanya di lantai empat, Saga dan Zara bergegas menuju kamar pasien. Dan di sana rupanya sudah ada Nyonya Jelita.
"Syukurlah kalian sudah datang!" ucapnya merasa lega.
"Bagaimana kondisi Maura Mah?" tanya Sagara sambil mendekat ke arah ranjang tempat tidur pasien, dimana putri kecilnya terbaring di sana dengan mata masih terpejam.
"Sudah mendingan Saga, tadi Maura sempat kejang karena demamnya sangat tinggi, dan kau tahu, siapa yang ia panggil?"
Sagara dan Zara pun hanya menggeleng.
"Maura selalu memanggil namamu Zara!" jawab nya ke arah Zara. Mendengar hal itu Zara pun kaget tidak percaya, lalu ia bergegas mendekat ke arah Maura, di usapnya dengan lembut kepala nya, lalu ia kecup keningnya.
Sagara yang menyaksikannya, bisa merasakan ketulusan dari seorang Zara Hafizah kepada putri semata wayangnya.
'Tidak ku sangka kau begitu di sayangi oleh putriku, bahkan di saat sakit pun bukan namaku yang Maura sebut, melainkan namamu, Zara!' batinnya mulai terenyuh.
Kemudian Maura mulai membuka kedua kelopak matanya, ia bisa merasakan aroma tubuh Zara yang menurutnya begitu khas.
"Bunda Zara!" ucapnya sambil melempar senyum.
"Maura, kamu baik-baik saja kan?" tanyanya sangat khawatir.
Kemudian Maura malah bangkit dari tempat tidur, dan langsung memeluk Zara.
"Bunda tetap di sini ya, begitu pun dengan Papah, aku ingin kalian berdua yang menjagaku di sini!" pintanya memohon.
Zara sempat melihat ke arah Sagara begitu pun dengan Saga, kini keduanya saling menatap dalam diam.
Mendengar cucunya berkata seperti itu, Nyonya Jelita senang bukan kepayang.
"Yasudah kalau begitu, Nenek sebaiknya kembali ke rumah saja ya? Di sini kan sudah ada Papah Saga dan juga Bunda Zara!" ujarnya melirik ke arah Maura, lalu mengedipkan sebelah matanya. Maura pun tersenyum puas.
Akhirnya Nyonya Jelita memutuskan untuk pulang, dan kini tinggal tersisa mereka bertiga di dalam ruangan pasien rawat inap.
Baik Zara dan Sagara keduanya malah saling diam. Maura yang menyaksikan nya pun terlihat kesal.
'Kenapa kalian berdua terlihat begitu kaku?" protes nya dalam hati.
Sudah lebih dari satu jam, baik Sagara dan juga Zara masih saling diam, tak ada suara di antara keduanya.
'Kenapa suasananya menjadi canggung begini sih?" umpatnya dalam hati.
Kini Sagara mencoba mencarikan suasana, yakni dengan menawarkan makan siang kepada Zara.
Zara sempat terkejut tidak percaya dengan sikap baik dan juga lembut dari seorang Sagara Mahendra yang terkenal sebagai pria dingin bagaikan kulkas dua pintu.
"Tuan betulan mau membelikan saya makan siang?"
"Ya iyalah, masa iya bohongan! Yasudah aku pesankan saja lewat aplikasi, kau mau pesan apa? Tanyanya sambil fokus ke layar ponsel miliknya.
"Apa saja Tuan, yang penting mengenyangkan!" jawabnya sambil melempar senyum.
Saga pun langsung memesan makanan yang ia pilih untuknya dan juga Zara.
Sedangkan Maura terus memperhatikan meraka berdua.
"Nah gitu dong, jangan kayak tadi, Susananya sudah seperti di kuburan saja, ha..ha..ha!" Maura malah tertawa lepas.
Sagara sempat merasa jengkel atas sikap putri nya tersebut.
"Sebenarnya kamu itu sakit atau pura-pura sakit Maura?" tanyanya penuh selidik, entah kenapa Sagara merasa ada sesuatu yang janggal.
Mendengar Sagara berkata seperti itu, Maura malah menjadi murung.
"Jadi Papah pikir aku itu sakit bohongan? Kenapa Papah tega mengatakan hal itu pada putrimu sendiri? Apakah Papah tidak merasa jika aku seperti ini akibat dari ulahnya Papah yang tidak pernah menyayangiku dengan tulus selama ini!" cetusnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca
Mendengar putrinya berkata seperti itu, Sagara semakin merasa bersalah, ia pun bergegas mendekat ke arah putrinya yang telah memalingkan wajahnya, seolah tidak ingin melihat wajah Papahnya.
"Tolong maafkan Papahmu ini Nak, Papah janji akan menebus semua kesalahan Papah padamu, apapun yang kamu minta, pasti akan Papah kabulkan, percayalah pada Papah?" perkataan dari Sagara membuat Maura senang bukan kepayang, inilah saat nya ia mengeluarkan jurus pamungkasnya.
"Kalau begitu aku ingin Papah menikah dengan Bunda Zara!" pintanya sambil melirik ke arah Zara.
Jleb
Seketika Sagara langsung diam mematung sedangkan Zara kaget tidak percaya, ia sampai tercekat dan menelan Saliva nya sendiri.
"Maura, kamu jangan ngaco!" cetusnya
"Siapa yang ngaco sih Pah! Barusan Papah kan bilang kalau Papah akan mengabulkan keinginanku, dan keinginanku cuma satu Pah, aku hanya ingin merasakan kasih sayang dari seorang ibu dan aku ingin mendapatkannya dari Bunda Zara, dan untukmu Bunda, mau kan nikah sama Papah? Please.." pintanya sambil mengatupkan kedua tangannya lalu Maura sengaja memasang wajah memelas nya.
Zara hanya membalasnya dengan senyuman hambar, begitu pun dengan Sagara. Ia tidak habis pikir akan terjebak dalam situasi seperti ini.
setelah selesai makan siang, Maura pun akhirnya mengantuk dan memutuskan untuk tidur, sedangkan Zara merapihkan sisa makan siang mereka lalu membuangnya ke tong sampah yang berada si luar kamar pasien, saat Zara keluar dari dalam kamar, tiba-tiba Sagara ikutan keluar dan ia mengajak Zara untuk berbicara dengan serius.
"Kita mau kemana Tuan?" tanyanya sambil tengok ke kanan dan kiri.
Sagara tidak bergeming sama sekali, hingga pada akhirnya mereka berdua berada suatu tempat , yakni di ujung koridor lantai empat, di mana tempat tersebut terlihat sepi.
Sambil menghela nafasnya sejenak Sagara mulai mengontrol debaran jantungnya yang kian menggebu, entah kenapa ia merasa gugup dan juga grogi, tapi kali ini ia harus bisa mengatakannya kepada Zara.
Lalu Sagara menatap wajah Zara yang sedang memandang ke arahnya.
Lagi dan lagi, Sagara terlihat sangat gugup sampai tubuhnya gemetar.
'Ayo Sagara Mahendra, kau jangan gugup, kau ini payah sekali!' keluhnya dalam hati.
Sampai akhirnya Sagara mulai memejamkan kedua bola matanya, Zara yang terus memperhatikan sikap aneh dari Tuan Sagara, ia merasa ada yang tidak beres dengan tuannya tersebut.
Kini Sagara sudah mantap dengan keputusannya, kini dirinya mulai mendekat satu langkah ke arah Zara, lalu kedua pundak Zara ia cengkram cukup kuat.
"Baiklah Zara, aku mengatakan ini semua demi putri kecilku dan sebagai bentuk rasa penyesalanku karena telah mengabaikan ya selama ini, dan aku sudah berjanji dengan diriku sendiri bahwa aku akan menjadi seorang Ayah yang akan selalu membahagiakannya, dan mungkin dengan cara inilah aku bisa menebus semua kesalahanku di masalalu, Zara...maukah kau menikah denganku dan menjadi ibu sambung untuk putri kecilku, Maura?" ucapnya dengan bibir yang gemetar, sorot matanya yang tajam telah menggetarkan hati seorang Zara Hafizah.
Mendengar hal itu, Zara benar-benar serasa tersambar sebuah petir yang telah menghantam hatinya. Zara tidak pernah menyangka bahwa Tuan Sagara akan melamar nya demi kebahagiaan putrinya, baginya ini semua benar-benar di luar dugaan. kali ini Zara merasa seperti sedang berada di dalam sebuah keadaan yang tidak bisa ia kendalikan, di mana dirinya harus membuat keputusan yang akan mempengaruhi hidupnya selamanya.
Bersambung...
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
sabar saga tunggu halal 😁