Raisa memiliki prinsip untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Awalnya Edgar, suaminya menerima prinsip Raisa itu. Tapi setelah 6 tahun pernikahan, Edgar mendapatkan tekanan dari keluarganya mengenai keturunan. Edgar pun goyah dan hubungan mereka berakhir dengan perceraian.
Tanpa disadari Raisa, ternyata dia mengandung setelah diceraikan. Segalanya tak lagi sama dengan prinsipnya. Dia menjadi single mother dari dua gadis kembarnya. Dia selalu bersembunyi dari keluarga Gautama karena merasa keluarga itu telah membenci dirinya.
Sampai suatu ketika, mereka dipertemukan lagi tanpa sengaja. Di saat itu, Edgar sadar kalau dirinya telah menjadi seorang ayah ketika ia sedang merencanakan pernikahan dengan kekasihnya yang baru.
Akankah kehadiran dua gadis kecil itu mampu mempersatukan mereka kembali?
Follow Ig : @yoyotaa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoyota, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 33
Tamara tidak bisa fokus saat sedang berakting di depan kamera. Pikirannya terus tertuju ke kejadian kemarin. Ia masih belum bisa mempercayai kalau Edgar telah memiliki anak. Lantas kenapa Edgar dan keluarganya berbohong padanya? Begitu juga dengan teman-teman Edgar yang lainnya.
"Tamara! Fokus dong! Kalau kamu tidak bisa fokus, kamu akan merusak jadwal hari ini!" teriak sutradara yang kesal karena Tamara tidak melakukan akting dengan baik.
"Ah, maaf, maaf Pak."
Tamara a meminta maaf lalu berusaha melakukan lagi aktingnya dengan baik. Setelah syuting dilakukan hampir 1 jam lamanya, Tamara pun duduk di kursi untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Jena datang dan memberikan minuman dingin untuk Tamara.
"Aku nggak tahu apa masalah yang sedang kamu alami karena emang kamu sendiri yang nggak terbuka. Tapi, please, jangan bawa-bawa masalah kamu ke pekerjaan kamu. Karena bisa saja, banyak orang yang tidak suka sama kamu dan menjadikan hal tersebut gosip bahwa kamu aktris yang tidak profesional."
"Sorry Jen. Aku tahu aku salah, tapi maaf aku memang tak bisa cerita ini sama kamu. Aku minta untuk dua hari ke depan, atur ulang jadwalku, aku ingin istirahat untuk menenangkan pikiranku."
"Baiklah, semoga setelah dua hari yang kamu minta. Kamu akan benar-benar kembali seperti biasanya."
*
*
Saat ini Tamara sedang berada di apartemennya. Dia sengaja langsung pulang setelah syutingnya selesai. Meletakkan tasnya di atas meja dan melepaskan sepatu lalu ditaruh di rak sepatunya.
Tubuhnya ia jatuhkan ke atas kasur empuknya dengan posisi tengkurap. Ia memainkan ponselnya sambil melihat-lihat apakah ada pesan dari Edgar atau tidak. Wajahnya berubah jadi kecewa karena tak ada satupun pesan atau panggilan dari Edgar. Padahal waktu sudah menunjukkan pulang kerja.
"Apa harus selalu aku yang memulainya?"
Tapi karena terlalu cinta dengan Edgar, Tamara seperti tak peduli. Ia langsung mengirimkan pesan ke Edgar, lalu setelah pesannya diterima, Tamara langsung melakukan panggilan video.
"Kamu kayanya sibuk banget ya? Sampai nggak ada waktu buat hubungin aku duluan."
"Maaf, Tam."
Hanya kata-kata maaf yang selalu terucap dari mulut Edgar tanpa mengucapkan alasannya.
"Semakin mendekati hari pernikahan, rasa-rasanya kita semakin jarang berkomunikasi Gar."
"Aku rasa tidak seperti itu, Tam."
"Kalau hari ini aku minta ditemani kamu, kamu bisa datang ke apartemenku tidak?" tawar Tamara dengan wajah melasnya.
"Oke, nanti aku kesana."
Percakapan pun selesai dengan tanpa Edgar bertanya apapun lagi. Tamara melihat beberapa foto bersama Edgar di dalam galeri fotonya. Ia teringat kembali ketika dia pertama kali jatuh cinta pada sosok Edgar yang begitu lembut dan penolong.
Pada saat itu, posisi Tamara baru selesai melakukan syuting di di sebuah rumah sewaan. Disana, Tamara melihat Edgar yang membantu pemulung yang terjatuh karena diserempet motor. Melihat ketulusan dan kelembutan Edgar membuat hati Tamara tersentuh dan semenjak itu, Tamara selalu mencari tahu semua tentang Edgar. Dari mulai keluarga Edgar sampai ke mantan istri Edgar yang saat ini hanya ia tahu namanya tanpa ia tahu bagaimana wajah mantan istri Edgar.
Baru sekarang ia menyesal, karena dirinya selalu percaya kalau Edgar sudah sepenuhnya melupakan mantan istrinya. Tapi, hatinya justru merasa ada sesuatu yang lain.
*
*
Edgar sudah siap-siap untuk pergi berkunjung ke apartemen Tamara. Ia bahkan sengaja melewatkan makan malamnya, karena Tamara yang meminta untuk makan malam bersama.
"Gar," panggil Mama Ola.
"Kenapa Ma?" tanya Edgar sambil membalikan wajahnya.
"Mau ke apartemen Tamara ya?" tanya Mama Ola. Edgar langsung mengangguk.
"Ini bawa buat Tamara," ucap Mama Ola sambil memberikan satu paper bag berisi cemilan kering.
"Oke Ma."
"Salam dari Mama ya?"
Edgar mengangguk lagi. Ia berpamitan ke mamanya lalu berjalan ke garasi dan masuk ke dalam mobilnya dengan menaruh paper bag di kursi sebelahnya.
Baru beberapa menit keluar dari area rumahnya, ada sebuah telepon dari Raisa yang tentu saja langsung diangkat oleh Edgar karena Raisa tak mungkin menelponnya tanpa ada hal yang penting.
"Gar, bisa datang secepatnya ke rumah sakit?"
"Siapa yang sakit?"
"Mia, tadi sore dia jatuh dari tangga. Dia tidak mau makan, karena ingin disuapi oleh kamu. Tapi kalau kamu sibuk, cukup video call aja, Mia pasti paham kok."
"Kenapa kamu baru bilang sekarang? Cepat katakan di rumah sakit mana Mia dirawat!"
Edgar langsung panik dan tanpa sengaja malah terbawa emosi.
"Rumah Sakit Pelita," jawab Raisa.
Edgar langsung mematikan teleponnya dan mengecek maps nya lalu memutar arah karena rupanya jalurnya tak searah dengan apartemen Tamara. Karena saking paniknya, ia sampai lupa mengabari Tamara kalau dia tak jadi datang.
Sesampainya di rumah sakit, Edgar langsung bertanya ke staff rumah sakit ruangan rawat inap dari Mia. Setelah mendapatkan informasinya, Edgar berlari agar segera sampai disana.
Edgar membuka pintu ruang rawat Mia. Ia mendengar tangisan Mia yang terus menyebut dirinya.
"Mia cuma mau disuapi sama Papi. Pokoknya maunya sama Papi."
"Sayang, makan sedikit dulu ya, Mami mohon."
"Nggak mau!" Mia masih menolak suapan dari Raisa.
Raisa sudah pasrah dan hanya bisa menunggu kedatangan Edgar disana.
"Kenapa anak gadisnya Papi nggak mau makan?"
Suara itu, membuat Raisa bernapas lega dan membuat Mia yang menangis jadi diam.
"Mia mau disuapi sama Papi," jawab Mia.
Edgar berjalan mendekat ke ranjang Mia dan mengambil alih tugas Raisa. Ia menyuapi Mia sampai makanan tersebut habis.
"Gadis pintar, lain kali jangan begitu lagi ya, Mami pasti khawatir."
Mia mengangguk kemudian bergelayut manja di lengan Edgar sampai tak terasa Mia justru tertidur setelahnya. Edgar pun membetulkan posisi tidurnya Mia. Ia kemudian menghampiri Raisa yang duduk di sofa dan duduk di sebelah Raisa.
"Pasti selama ini kamu kerepotan mengurus mereka. Apalagi kalau salah satu dari mereka sakit, atau bahkan kalau keduanya sakit dalam waktu yang bersamaan."
"Sudah jadi tugasku sebagai seorang ibu untuk merawat anak," jawab Raisa.
"Lantas, Kia di rumah dengan siapa kalau kamu disini menjaga Mia?" tanya Edgar penasaran.
"Ada Roni, dia yang menjaga Kia di rumah. Karena aku tidak mungkin membiarkan Kia menunggu disini."
"Kenapa kamu tak memberitahuku dari awal?" tanya Edgar lagi.
"Yang penting aku sudah beritahu," jawab Raisa.
"Nggak gitu Raisa, aku berhak tahu soal mereka. Apapun yang terjadi ke mereka aku wajib tahu. Aku papi mereka. Hal sekecil apapun menyangkut mereka kamu harus memberitahukannya padaku. Aku harap kamu tidak seperti ini lagi. Kamu tahu, di sepanjang jalan aku sangat panik dan khawatir karena takut hal buruk terjadi."
"Pada kenyataannya, ini bukan hal besar, karena mungkin besok juga Mia sudah diperbolehkan untuk pulang. Aku hanya tak ingin mengganggumu, tapi rupanya Mia ingin kamu ada bersamanya."
"Kalau soal anak-anak, akan aku utamakan."
Tiba-tiba ponsel Edgar berdering, terlihat dengan jelas nama yang terlihat di layar ponsel Edgar
'Tamara'
"Pulanglah, Mia sudah bisa kamu tinggal," ucap Raisa.
Bukannya menjawab panggilan dari Tamara, Edgar justru membiarkannya begitu saja.
"Kenapa tidak kamu angkat?" tanya Raisa.
"Haruskah aku angkat? Apa kamu tidak akan cemburu nantinya?"
*
*
TBC